Tinjauan Kritis atas Pelbagai Selebaran "Berkat-Kutuk"

Tinjauan Kritis atas Pelbagai Selebaran ”Berkat-Kutuk”
F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr


Foto ini saya pernah lihat. Saya nggak ngerti soal rekayasa foto atau yang lain. Tapi saya cuman mau mengkritisi point motivasi penyebaran foto ini, yang sangat klasik dan "bodoh" yakni soal berkat dan kutuk. Intinya:


The President of Argentina received this picture n called it "junk mail", 8 days later his son died. A man received this picture and immediately sent out copies. His surprise was winning the lottery. Alberto Martinez received this picture, gave it to his secretary to make copies but, they forgot to distribute it. She lost her job and he lost his family. This picture is miraculous and sacred.
Forward to 10 people.



1. Kalau kamu menyebarkan foto ini, entah kamu sendiri percaya atau tidak, kamu akan dapat berkat (dapat lotery, rejeki, karier naik, dlll...)
2. Kalau kamu abaikan/buang, kamu akan celaka!
Model berkat-kutuk ini juga sudah lama muncul dalam surat berantai. Tujuannya apa? Ya, sekedar untuk membingungkan umat dan me- ngacaukan iman umat, bahwa ber- kat dan rejeki yang dianugerahkan Tuhan terletak pada soal menuruti selebaran itu (fotokopi, sebarkan di milis, dsb) dan celakanya kemudian ditanamkan gambaran keliru bahwa Tuhan itu tukang mengancam! Penerima pun dibuat ketakutan, terlebih yang lemah imannya. Saat bertugas di Blim- bing, ada anak SMA kasihkan fotokopian selebaran berkat-kutuk demikian ke saya, lalu di hadapan-nya, langsung selebaran itu saya sobek untuk menunjukkan pada dia bahwa isinya tidak benar dan hal itu tidak mempengaruhi hidup kita.


Siapa yang diuntungkan? Pak pos? Provider HP? Entahlah. Yang pasti tujuannya untuk menggoyahkan penghayatan iman orang Katolik, terlebih bila dalam gambar/cerita itu ada kaitannya dengan patung/gambar Yesus dan Maria, atau mimpi paus, penampakan Maria, dsb...dsb...


Model motivasi "berkat-kutuk" ini sudah pasti bertentangan dengan ajaran iman:

1. Allah adalah kasih, Dia lebih dulu mengasihi kita. Kasih dan berkat-Nya tidak tergantung pada "persembahan fotokopian atau forward" selebaran itu.

2. Tuhan menawarkan keselamatan, tapi tidak pernah memaksa kita untuk menerimanya, apalagi sampai mengancam. Paham ancaman demikian memang ada dalam Perjanjian Lama, dengan harapan umat bertobat; namun Perjanjian Baru memperbaharuinya dengan tekanan: Allah adalah kasih.

3. Keselamatan kita tidak terletak pada soal fotokopian-forward tulisan, tapi pada (dalam pemahaman Kristen-Katolik): percaya pada Yesus-Kristus, yang berarti kemudian juga mau melaksanakan ajaran kasih-Nya. Iman akan Kristus tanpa perbuatan kasih adalah iman yang mati (bdk. Yak 2:17).

4. Dalam Injil banyak kali diserukan "Jangan takut!" karena Tuhan senantiasa memberkati dan menyertai kita (Mzm 22; Mat 28:19-20). Siapa lagi yang suka membuat kita merasa takut (termasuk ancaman cis-wak, Bethara kala, hari naas) dll, kalau bukan mereka yang digunakan oleh kuasa kegelapan? Orang beriman sudah tidak percaya lagi dengan soal begituan.

5. Rejeki dan berkat kita peroleh dari kemurahan Tuhan, tapi juga menuntut kerjasama dan usaha dari pihak kita. Kita ingat, dalam mukjizat pergandaan roti (Yoh 6) dan perubahan air menjadi anggur (Yoh 2), Tuhan Yesus meminta kita bekerjasama dengan usaha dari pihak kita ("lima roti - dua ikan" dan "mengisi tempayan penuh dengan air").

6. Maka kesimpulannya, foto dan selebaran beginian tidak perlu diteruskan, karena bisa kali sungguh menggoyahkan iman orang lain (termasuk mengiming-imingi rejeki dengan jalan pintas, kayak pencobaan Setan pada Yesus untuk mengubah batu jadi roti). Mendingan meneruskan sms atau fotokopian ayat-ayat KS yang menguatkan iman (tapi yang beginian mungkin nggak laku ya... soale nggak ada iming-iming menang lotre hehe...)

7. Berikut lampirkan tulisan saya dalam buku "Beriman Katolik dari Altar Sampai Pasar" (Pustaka Nusatama, 2008) hlm. 178-183, yakni tinjauan kritis atas selebaran bekat-kutuk. Semoga membantu.


Bersama Yesus, Siapa Takut?
Tinjauan Kritis atas Pelbagai Selebaran “Berkat-Kutuk”


Sumber: F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr, Beriman Katolik dari Altar Sampai Pasar (Pustaka Nusatama, 2006), hlm. 178-183.

Selebaran Gelap

Sampai hari ini banyak di antara kita yang masih menerima atau menjumpai “selebaran rohani” berisi iming-iming janji berkat bagi yang mengindahkan isinya dan ancaman kutukan bagi yang mengabaikan. Biasanya kita diminta memfotokopi dan menyebarluaskannya. Atau, bila pesan dalam email, kita diminta untuk memforwardnya.


Entah lantaran tergiur iming-iming berkatnya atau takut akan ancaman kutukannya, banyak orang menurutinya. Begitu juga dengan teks novena, misal novena kepada Yudas Tadeus, ditambahkan syarat pengabulannya: “Novena ini didoakan 6 kali sehari selama 9 hari berturut-turut dan tinggalkan 9 lembar salinan doa ini di gereja tiap hari. Buatkan 81 salinan dan tinggalkan 9 lembar salinannya di gereja selama 9 hari berturut-turut, Anda akan menerima intensi doa sebelum hari ke-9 berlalu.” Pernah juga dulu ada selebaran tentang penglihatan Tuhan Yesus kepada paus yang berisi tentang bencana dan hari kiamat. Anehnya, mereka yang mau menyebarluaskan selebaran itu akan selamat dari malapetaka.

Semua “selebaran rohani” itu sebenarnya adalah sebebaran gelap. Sebab pengirimnya tidak jelas, kalaupun nama dan alamat pengirimnya dicantumkan, biasanya fiktif belaka. Berkaitan dengan doa-doa yang akan disebarluaskan dalam Gereja Katolik selalu dibutuhkan imprimatur (izin terbit) dari Uskup/wakilnya dan nihil obstat yang menyatakan bahwa isinya tidak bertentangan dengan susila dan iman Katolik. Jadi, tak perlu kita terkecoh dan terhasut oleh provokasi dari selebaran gelap itu.

Bisa jadi, selebaran gelap tersebut dibuat untuk membingungkan dan menggoyahkan keyakinan iman kita sebagai pengikut Kristus. Mari kita melihat “iming-iming berkat” dan “ancaman kutuk” tersebut dalam perspektif iman Katolik.

Hal Pengabulan Doa
Yang menarik untuk disimak dari selebaran tersebut adalah adanya kesan kuat bahwa penggandaan dan penyebarluasan selebaran dan teks doa itu menjadi syarat terkabulnya doa. Asalkan kugandakan dan kusebarluaskan, niscaya doa permohonanku terkabul. Di sinilah terjadinya bahaya takhayul. Seakan-akan Tuhan wajib mengabulkan doa kita, sebab kita telah “membayar” dengan menggandakan dan menyebarluaskan teks tersebut. Padahal untuk pengabulan doa, Tuhan tidak butuh suapan. Bahkan korban bakaran dan persembahan Israel kerap ditolak Tuhan, sebab Tuhan tidak memerlukan hal itu. “Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya” (Mzm 50:12).

Dalam Injil dinyatakan dengan jelas, pelbagai syarat pengabulan doa:
Pertama,
dipanjatkan dengan penuh iman. Banyak penderita sakit dan kelemahan mengalami kesembuhan berkat imannya akan kuasa dan kasih Yesus Kristus. Kepada ibu yang sudah dua belas tahun sakit pendarahan dan menjamah jumbai jubah-Nya, Yesus berkata, “Imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Mat 9:22). Iman ini juga nampak dalam ketekunan dan kesetiaan kita dalam doa, seperti janda yang tiada bosan mengetuk pintu hakim yang tidak benar (Luk 18:1).

Kedua, sejauh kita mau tinggal dalam dan bersama Kristus, artinya hidup dalam kasih. “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh 15:7). Bila kita kurang berbuat kasih, niscaya sulit juga doa kita dikabulkan. Sebab dosa-dosa kita bisa menghalangi suara kita sampai di tempat yang mahatinggi (lih. Yes 59:2). Maka saat berdoa novena pun, kita dianjurkan juga menerima Sakramen Tobat. Tuhan juga tak akan mengabulkan permohonan manakala hal itu hendak kita habiskan untuk memuaskan hawa nafsu kita (Yak 4:3).

Ketiga, pentingnya dukungan doa dari orang lain. Sebab firman Tuhan, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga” (Mat 18:2). Begitu juga melihat iman mereka, iman si lumpuh dan iman keempat teman yang menggotongnya, Yesus tergerak hati untuk menyembuhkan (Mrk 5:2).
Iming-iming janji berkat dengan cara instan “doa + fotokopi” mengingatkan kita akan godaan si Jahat yang menyuruh Yesus secara instan mengubah batu menjadi roti (Luk 4:3). Permohonan yang meminta Tuhan membuat mukjijat selekas mungkin ini, tidak menunjukkan bahwa kita beriman pada Tuhan, sebaliknya justru mencobai Tuhan. Seru penjahat yang disalibkan bersama Yesus, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami” (Luk 23:29).

Memang Tuhan itu mahakuasa dan sanggup mengerjakan karya ajaib tanpa kita. Kendati demikian, Tuhan senantiasa mengajak kita untuk berusaha dan bekerjasama dengan rahmat-Nya. Kita ingat kisah mukjizat dalam perkawinan di Kana, di sana manusia harus mengisi tempayan dengan air terlebih dahulu (Yoh 2:7). Begitu juga dengan kisah pergandaan roti untuk menyenyangkan lima ribu orang, dibutuhkan lima roti dan dua ikan (Mrk 6:38) sebagai simbol modal dan usaha kita. Modal dan usaha yang kita persembahkan kepada Tuhan, niscaya akan diberkati Tuhan sehingga berlipat ganda.

Jangan Takut!
Yang mengherankan adalah selebaran gelap tersebut, berani mengancam siapa saja yang mengabaikan isinya, apalagi mereka yang sampai berani membuangnya. Tak sedikit pembaca yang kemudian mempercayainya, atau setidak-tidaknya berjaga-jaga jangan sampai celaka menimpa mereka lantaran mengabaikan selebaran itu. Bukankah ancaman demikian, tak jauh beda dengan pelbagai ancaman yang menghantui kita manakala mengabaikan perhitungan hari baik - hari buruk dan ancaman “Bathara Kala” bila kita tidak diruwat.

Jika hal itu yang terjadi, sebenarnya kita masih dibelenggu oleh ketakutan. Kepada kita yang telah dibaptis, St. Paulus mengingatkan, “Kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu Anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, “ya Abba, ya Bapa!” (Rm 8:15). Yesus Kristus adalah Injil, kabar gembira dari Allah. Sewaktu Dia lahir, malaikat berseru kepada Maria (Luk 1:30) dan para gembala (Luk 2:10), “Jangan takut!” Kata yang sama disampaikan Yesus waktu Dia berjalan di atas air (Yoh 6:20) dan setelah kebangkitan (Mat 28:10). Memang kita tak perlu takut, sebab Allah itu kasih (1 Yoh 4:8) , Dia tak akan menghukum dan mencelakai kita. Dialah Immanuel (Mat 1:23), Allah beserta kita, yang senantiasa melindungi kita (Mat 28:20). Bersama Yesus, siapa takut (Rm 8:35)?

Wassalam,
Rm. Didik Bagiyowinadi,Pr



Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruhnya isi materi dengan mencantumkan sumber http://www.imankatolik.or.id/

Mengapa hingga sekarang masih banyak selebaran "Berkat-Kutuk" seperti itu? Diskusikan mengenai selebaran "Berkat-Kutuk" KLIK DISINI

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy