| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Pertemuan I Bulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta: Perjuangan Hidup Dalam Diriku

Bulan Kitab Suci 2009

Bulan Kitab Suci merupakan kesempatan yang baik untuk menyadari kembali bahwa Kitab Suci merupakan salah satu pedoman iman bagi kita. Kita melihat bahwa dimana-mana umat mulai berani membuka, membaca, menghayati, percaya dan mengamalkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci. Suatu gerakan yang patut kita syukuri

Tema yang kita ambil tahun 2009 ini adalah Berjuang Dalam Hidup Dengan Terang Sabda Tuhan. Dengan tema ini kita diingatkan bahwa hakekat hidup adalah bekerja keras, berusaha dan berjuang. Kita bekerja keras tidak hanya untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan jasmani, tetapi juga makanan dan kebutuhan rohani. Kita berusaha tidak hanya demi kesejahteraan orang lain, tetapi juga melaksanakan kehendak Tuhan. Kita berjuang tidak hanya demi keluarga, komunitas, masyarakat, bangsa dan negara, tetapi untuk menyenangkan hati Tuhan

Pertemuan I Perjuangan Hidup Dalam Diriku

Pertemuan II Perjuangan Hidup Dalam Keluarga

Pertemuan III Perjuangan Hidup Dalam Lingkungan Dan Masyarakat

Pertemuan IV Perjuangan Hidup Dalam Berbangsa dan Bernegara


Bulan Kitab Suci – KAJ 2009
Bacaan Kitab Suci : Ayub 7 : 1-10


"Aku dicekam kegelisahan sampai dini hari."


1 Di dalam keprihatinannya Ayub berbicara kepada sahabatnya, “Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? 2 Seperti kepada seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nantikan upahnya, 3 demikianlah dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan. 4 Bila aku pergi tidur, maka pikirku: Bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari. 5 Berenga dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah. 6 Hari-hariku berlalu lebih cepat dari pada torak, dan berakhir tanpa harapan. 7 Ingatlah, bahwa hidupku hanya hembusan nafas; mataku tidak akan lagi melihat yang baik. 8 Orang yang memandang aku, tidak akan melihat aku lagi, sementara Engkau memandang aku, aku tidak ada lagi. 9 Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali. 10 Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya.


Mencermati Kitab Suci :

  • Bagaimana Ayub memandang dirinya sendiri ?
  • Bagaimana ia menggambarkan seluruh hidupnya ?
  • Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan ? Siapakah Tuhan bagi Ayub ?
  • Kalau kita masuk ke dalam diri Ayub, bagaimana rasanya menghadapi permasalahan hidupnya ?
  • Pesan apa yang dapat anda petik dari kisah Ayub ini?

Butir-butir permenungan :



1. Masalah dan persoalan hidup ini dapat disikapi dengan sikap positif, yaitu sebagai tanda ujian dari Tuhan agar kita sabar dan tabah, menjadi semakin teguh dan dewasa dalam iman. Orang tetap boleh mengungkapkan keluhannya kepada Allah, seperti Ayub

2. Ayub menyadari bahwa hidup di dunia ini sungguh berat. Ia mengungkapkan perjuangan hidupnya seperti seorang budak dan seorang upahan. Ia merasa bahwa perjuangan hidupnya siang dan malam sia-sia (bdk 7 : 1-4)

3. Sebagai orang saleh, Ayub sadar akan keberadaannya, bahwa seluruh yang diperolehnya itu berasal dari Tuhan, termasuk tubuhnya sendiri. Ia mengoyakkan jubahnya, mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan te;anjang juga aku akan kembali kedalamnya, Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan !” (1 : 20-21)

4. Dalam deritanya Ayub tetap merasakan getaran kasih Allah, walaupun ia sendiri hampir putus asa dengan hidupnya sendiri, “Aku jemu aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hempusan nafas saja” (7 ; 16)

5. Pengalaman hidup Ayub dapat menjadi contoh dalam perjuangan hidup kita. Kerinduan Ayub akan Tuhan hendaknya menjadi kerinduan kita. Ketabahan Ayub dalam menanggung derita, hendaknya menjadi ketabahan hidup kita. Ayub memberikan contoh hidup sebagai orang beriman yang tetap setia dan patuh pada Tuhan



Membangun niat :

1. Bagaimana cara anda menghadapi permasalahan hidup dan mengatasinya ?
2. Apa niat konkret yang bisa kita laksanakan sebagai langkah nyata untuk melaksanakan Sabda Tuhan ini ?


Perjuangan Hidup dalam Diriku (Ayub 7:1-10)

Tidak jarang orang jujur dan hidupnya baik malah terkena musibah dan menderita. Mengapa ini terjadi? Katanya Allah adil, menghukum yang jahat dan mengganjar yang baik? Kita diajak belajar dari Ayub, seorang yang saleh, yang tertimpa musibah besar, yaitu: anak-anaknya mati, hartanya diambil dan dia kena penyakit. Dalam kesesakan Ayub tetap berseru kepada Tuhan, karena percaya bahwa Tuhan tidak meninggalkan dia.

Tujuan

Bersama menyadari bahwa setiap masalah hidup ada jalan keluar di dalam Tuhan, Mengajak untuk saling meneguhkan lewat sharing pengalaman iman, Mendorong umat untuk membuat niat konkret.

Penjelasan teks: Ayub 7:1-10

Dari kisah hidup Ayub kita dapat meneladan hidupnya dalam mengatasi perjuangan hidup kita masing - masing karena ada beberapa hal yang menjadi dasar: Ayub hidup saleh, jujur, takut akan Allah Ayub menyadari bahwa seluruh yang dipunyainya itu berasal dari Tuhan Ayub mempunyai iman yang begitu dalam. Satu hal yang menjadi keyakinan pada masyarakat Israel kuno adalah hukum Retribusi yang mengatakan, orang baik dapat pahala, orang jahat dapat hukuman.Kalau ada orang yang menderita, pasti dia jahat. Kalau ada orang yang sakit, pasti dia berdosa. Ini adalah kesadaran di Israel kuno sampai adanya kitab Ayub yang menolak hukum Retribusi, karena ada orang baik yang menderita. Yang diberikan dari kitab Ayub bukan jawaban atas pertanyaan "Mengapa orang menderita?" tetapi jawaban bagaimana untuk tetap bertahan setia dalam penderitaan. Sebagai orang saleh, Ayub sadar akan keberadaannya, bahwa seluruh yang diperolehnya itu berasal dari Tuhan, termasuk tubuhnya sendiri. la mengoyakkan jubahnya, mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya " Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali kedalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:20-21)

Melihat kondisi dan penderitaan Ayub, berkatalah isterinya " Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah AllahMu dan matilah! " Apa jawab Ayub? " Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? ( Ayub 2:9-10)

Menyimak perkataan Ayub ini, kita dapat merasakan getaran iman yang begitu dalam dari Ayub, walaupun ia ditimpa penderitaan yang begitu dashyat. Dalam derita, Ayub justru merasakan getaran kasih Allah, walaupun ia sendiri hampir putus asa dengan hidupnya sendiri, " Aku jemu aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hembusan nafas saja." (Ayub 17:16) Ayub menyadari bahwa hidup di dunia itu sungguh berat. Maka ia berkata," Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? Seperti seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nanti upahnya, demikianlah dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan. Bila aku pergi tidur, maka pikirku bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang dan aku dicekam oleh gelisah hingga dini hari". (Ayub 7:1-4)

Kitab Ayub menggambarkan proses iman kita masing -masing. Keluhan Ayub adalah suatu cara ia berbicara dengan Allah dan kiranya Allah mendengarkan. Ayub menyerahkan diri kepada suatu misteri Allah, justru itulah yang kemudian membebaskan. Hanya dengan berserah kepada misteri Allah, manusia menjadi bebas. Penderitaannya tetap sama, tetapi sikap hati sudah berubah. Fokus bukan pada penderitaanya, tetapi kepada Allah dan itu membebaskan.


Komisi Kerasulan Kitab Suci – Keuskupan Agung Jakarta

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy