Hari Biasa Pekan XXXI
"Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah."
Doa Renungan
Bacaan Pertama
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus Kepada Umat di Roma (12:5-16a)
Syukur kepada Allah
Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan, lindungilah aku dalam damai-Mu.
Ayat. (Mzm 131:1.2.3)
1. Tuhan, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong;
aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku.
2. Sungguh, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku;
seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya,
ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.
3. Berharaplah kepada Tuhan, hai Israel,
dari sekarang sampai selama-lamanya!
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, Alleluya
Ayat: Datanglah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepada kalian.
Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (14:15-24)
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Dijamu dalam Kerajaan Allah” berarti dikuasai atau dirajai oleh Allah, dan dengan demikian siapapun yang dijamu dalam Kerajaan Allah berarti hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Allah, setia pada janji-janji yang pernah diikrarkan. Jika kita jujur rasanya masing-masing dari kita sering tidak/kurang setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan dengan alasan sebagai disampaikan oleh Yesus: membeli ladang/bisnis alias sibuk, mengurus harta kekayaan pribadi alias egois atau urusan keluarga alias ada alasan yang sulit dijelaskan. Alasan-alasan tersebut pada umumnya dimaklumi, namun mereka yang terbiasa membuat alasan yang demikian itu pasti akan hidup menderita serta merasa tidak aman, terancam terus menerus. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mendobrak dan memberantas alasan-alasan tersebut di atas: sibuk, egois atau tak dapat dijelaskan, entah dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita. Kita sadari dan hayati bahwa diri kita adalah ‘miskin, cacat, buta atau lumpuh’, sehingga memiliki kesadaran dan pengahayatan terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan, antara lain ajakan untuk berbuat baik/sosial, atau bertobat, kembali ke jalan hidup yang benar sebagaimana pernah kita ikrarkan dan coba telusuri. Marilah setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan, meskipun untuk itu kita harus berjuang dan berkorban.
· “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati” (Rm 12:6-8a), demikian peringatan dan kesaksian Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua orang beriman. Apa yang menjadi karunia kita masing-masing? Semua karunia kiranya memiliki cirikhas untuk melayani, maka marilah kita hidup saling melayani. Melayani berarti senantiasa berusaha dengan rendah hati dan sekuat tenaga membahagiakan dan menyelamatkan mereka yang harus kita layani, dan tentu saja mereka itu pertama-tama dan terutama adalah yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita, misalnya: suami atau isteri, anak-anak, kakak-adik, orangtua, rekan kerja, rekan bermain, dst.. Jika kita dapat melayani dengan baik mereka yang dekat dengan kita, maka dengan mudah kita dapat melayani mereka yang jauh atau sering kurang kita temui, sebaliknya jika kita tak dapat melayani dengan baik mereka yang dekat dengan kita, maka kita sulit melayani mereka yang jauh. Karunia konkret yang kita miliki memang berlainan satu sama lain, maka hendaknya saling memberikan alias saling melengkapi satu sama lain, sehingga dalam kebersamaan hidup atau kerja kita kaya akan kasih karunia. Kasih karunia dari Allah pada umumnya juga untuk melaksanakan tugas pengutusan tertentu sebagai partisipasi dalam karya penyelamatanNya, maka tugas apapun yang dibebankan kepada kita hendaknya dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Percayalah Tuhan mengutus sekaligus juga menganugerahkan aneka kebutuhan untuk melaksanakan tugas pengutusan tersebut.
Ignatius Sumarya, SJ
Bagikan