Peringatan Wajib St. Leo Agung Paus, Pujangga Gereja
Bacaan Pertama
"Menurut pandangan orang bodoh, mereka itu mati, padahal mereka menikmati ketentraman.""
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
1. Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu; puji-pujian kepada-Nya selalu ada di dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.
2. Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan akan mereka dari muka bumi.
3. Apabila orang benar itu berseru-seru, Tuhan mendengarkan; dari segala kesesakannya mereka Ia lepaskan. Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, Alleluya
Ayat. Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan kami akan datang kepada-Nya.
Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (17:7-10)
Renungan
Saudara saudari yang dicintai Tuhan,
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kita semua, entah jabatan, fungsi atau kedudukan kita apapun, memiliki tugas pengutusan yang harus kita laksanakan; hanya satu dua orang saja yang memberi tugas pada dirinya sendiri dan kebanyakan dari kita menerima tugas dari orang lain, maka kita dapat berkata : ”Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”. Kata-kata demikian ini muncul dari siapapun yang rendah hati. Hari ini kita kenangkan Leo Agung, Paus, yang dalam doa-doanya senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, “kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna”. Sabda Yesus hari ini mengajak kita semua untuk menghayati bahwa “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”. Jika kita semua dapat melakukan kewajiban dan tugas pengutusan kita masing-masing dengan baik, selesai dan tuntas, maka hidup bersama dan kerja bersama menjadi damai dan tentram, selamat dan sejahtera. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, tugas atau kewajiban apapun dan sekecil apapun hendaknya dikerjakan dengan baik, tanpa mengeluh atau menggerutu. Hamba yang baik memang senantiasa bekerja dengan baik, cekatan, tanggap terhadap situasi dan tuntutan, bergairah…dan pada umumnya yang dikerjakan apa-apa yang sederhana tetapi menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain ketiadaan hamba atau pelayan pada umumnya hidup bersama berubah, dan pada saat itu kita menyadari betapa pentingnya dan besarnya peran hamba dalam kehidupan sehari-hari. Marilah kita ‘berterima kasih’ kepada para hamba atau pelayan, dan tentu saja terima kasih tersebut selayaknya diwujudkan dengan memberi kesejahteraan hidup yang layak kepada mereka. Masing-masing dari kita hendaknya juga mampu melakukan tugas-tugas sebagaimana harus dikerjakan oleh para hamba atau pelayan.
· “Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran” (Keb 3:5-6). Kutipan ini layak menjadi permenungan bagi siapapun yang setia melakukan tugas pengutusan atau kewajiban dengan baik. Dalam melakukan tugas selayaknya kita merasa disiksa, maka baiklah dalam melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban apapun hendaknya bersikap mental belajar dan dengan demikian kita memiliki sikap mental belajar terus menerus, ongoing education, on going formation. Bukankah orang yang sedang belajar ‘laksana emas dalam dapur api’, sehingga terus menerus digembleng dan diolah? Hanya emas murni yang bertahan alias tidak luluh lantak, hancur lebur, ketika terjadi kebakaran, emas murni semakin terbakar semakin nampak kemurniannya atau keasliannya. Jika kita jujur dan cermat mawas diri kiranya masing-masing dari kita akan menyadari dan mengakui bahwa diri kita telah tercemar atau ternoda oleh aneka bentuk perbuatan dosa, dan dengan demikian masing-masing dari kita butuh pembersihan atau pemurnian kembali. Pembersihan atau pemurnian kembali tersebut harus kita jalani dengan hidup dan bekerja sebaik mungkin setiap hari sesuai dengan tugas dan kewajiban kita masing-masing. Maka marilah kita tegakkan disiplin diri, kejujuran, kesetiaan dan keteguhan hati dalam melaksanakan aneka macam tugas pengutusan atau kewajiban. Kita hancurkan aneka macam topeng kehidupan atau sandiwara kehidupan yang pada dasarnya nikmat sesaat sengsara selamanya. Kita hidup disiplin dan jujur, dan mungkin akan hancur sesaat tetapi seterusnya atau selamanya akan mujur. Sikap mental belajar terus menerus kami harapkan dibiasakan atau ditanamkan pada anak-anak atau peserta didik dan tentu saja dengan dukungan teladan dari orangtua dan pendidik/guru.
Ignatius Sumarya, SJ
Bagikan