Sub Tema IV: Membangun Hidup Baru (2 Kor 9: 6-12)
Mewujudkan Komunitas yang Memberi
Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada umat di Korintus (9:6-12)
6 Saudara-saudara, camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. 7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. 9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya." 10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; 11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. 12 Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Konteks Bacaan
Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus (bab 8), Paulus berkisah tentang orang-orang Makedonia yang luar biasa dalam pelayanan kasih. Kendati mengalami cobaan berat dengan berbagai penderitaan, mereka murah hati dan memberi melampaui kemampuan mereka untuk orang-orang kudus yang mengalami penganiayaan dan penjarahan di Yerusalem (2 Kor 8: 1-5).
Dari kenyataan itu, Paulus menasehati jemaat Korintus supaya mereka yang kaya dalam banyak karunia rohani hendaknya juga kaya dalam pelayanan kasih. Paulus mengingatkan: “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Kor 8: 9).
Maka, Paulus meminta supaya rencana pengumpulan dana yang sudah dirintis sejak setahun lalu, hendaknya diwujudkan. Sebab, iman hendaknya membuat kaum beriman bertanggung jawab satu sama lain, sehingga ada keseimbangan. “Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.” (2 Kor 8: 14).
Untuk itulah Paulus kemudian mengutus Titus dengan disertai oleh dua saudara dari utusan jemaat untuk menyelesaikan pengumpulan dana dengan tujuan pelayanan kasih kepada sesama yang sedang membutuhkan pertolongan di Yerusalem. Paulus minta supaya umat Korintus menunjukkan bukti kasih mereka. Paulus menyatakan bahwa ia tahu kerelaan hati jemaat Korintus; dan karena itu ia sudah memegahkan mereka kepada orang-orang Makedonia yang telah terlebih dahulu mengulurkan tangan. Ia mengingatkan, jangan sampai kemegahan itu menjadi sia-sia, supaya ketika ia datang bersama orang-orang Makedonia kelak, semuanya sungguh-sungguh sudah siap.
Memberi dengan sukacita
Dengan latar belakang keadaan itu, kemudian Paulus menasehati jemaat Korintus supaya mereka memberi dengan kerelaan hatinya; jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Paulus kemudian meneguhkan bahwa orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Selain itu, pelayanan kasih itu juga bukan saja mencukupkan keperluan orang-orang kudus di Yerusalem, melainkan juga sebagai bentuk nyata ucapan syukur kepada Allah atas segala karunia yang sudah diterima (2 Kor 9: 12).
Perbuatan kasih yang mau berbagi kepada mereka yang membutuhkan pertolongan ini akan menyenangkan hati Allah. Maka Paulus menandaskan: “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2 Kor 9: 8).
Kisah Danau Galilea dan Laut Mati
“Perbuatan kasih membawa berkat” ini mengingatkan kita akan suatu kenyataan alam yang memberi pesan yang sama: Danau Galilea dan Laut Mati. Keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Danau Galilea memperoleh air dari sungai Yordan dan mengalirkannya ke sungai-sungai kecil yang ada di sekitarnya. Hal ini membuat tanah di sepanjang aliran antara danau itu dengan sungai-sungai kecil menjadi subur. Air yang terus mengalir dan berganti membuat ikan-ikan hidup di sana dan dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan-nelayan yang hidup dari danau itu. Sebaliknya, Laut Mati memperoleh air dari Sungai Yordan tetapi tidak mengalirkannya kembali ke mana pun juga. Semuanya ditampung untuk diri sendiri. Kita semua tahu, tidak ada kehidupan di Laut Mati. Karena kadar garam yang terlalu tinggi, tidak ada tumbuhan maupun ikan-ikan yang dapat hidup disana
Kenyataan alam ini semakin meneguhkan bahwa semua rahmat dan berkat yang kita peroleh pada hakekatnya adalah mengandung panggilan untuk menjadi saluran berkat bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan, yang ‘dihadirkan’ atau ‘dikirim’ Tuhan di sekitar kita. Ini sekaligus juga adalah ‘training ground’ untuk memurnikan iman kita, teristimewa ketaatan menjalankan tugas perutusan untuk menghadirkan kasih Kristus di tengah kehidupan.
Bagaimana Umat Basis Kita
Lantas, dalam kaitan dengan umat basis kita, sebagai himpunan murid-murid Kristus, sudah barang tentu tidak boleh berhenti pada kegiatan-kegiatan pendalaman iman dan persaudaraan. Bapak Uskup kita pernah berpesan: “Jangan sampai ada satu warga lingkungan yang sedang mengalami kesulitan hidup, kita sama sekali tidak tahu dan tidak mau tahu.” Komunitas yang berpusat pada Kristus seyogyanya memancarkan kasih Kristus itu sendiri kepada orang-orang sekitar yang membutuhkan pertolongan, apalagi kalau itu warga sendiri.
Hanya dengan begitulah umat basis ‘berdaya dan berkualitas’ bukan saja untuk membangun dirinya sendiri tetapi juga mampu menjadi saksi Kristus di tengah kehidupan nyata sesamanya. Uluran tangan dan pelayanan kasih kepada sesama yang berbeban adalah wujud nyata iman kita akan Kristus. Bukankah rasul Yakobus mengingatkan: “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” (Yak 2: 17)
Maka, dalam masa Prapaskah ini, baik jika lingkungan-lingkungan secara khusus mewujudkan suatu aksi nyata yang sungguh berguna bagi orang-orang miskin dan berbeban yang ada di sekitar kita. Aksi nyata itu hendaknya melibatkan sebanyak mungkin umat, bukan pertama-tama dalam hal dana, tetapi terutama juga hati, pikiran dan tenaga. Pada minggu keempat masa Prapaskah ini, selayaknya lingkungan sudah melakukan ‘action’ dan tidak hanya berkutat pada pendalaman iman ataupun diskusi semata.
Kita memang perlu terus merenungkan: mau jadi Danau Galilea yang mengalirkan berkat kepada dunia sekitar atau mau jadi Laut Mati yang tidak punya kehidupan? Nah, masihkah ‘duduk diam’?
oleh M. Muliady Wijaya, www.reginacaeli.org
Bagikan