Minggu, 01 Agustus 2010
Hari Minggu Biasa XVIII
Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. (Kol 3:4)
Doa Renungan
Allah Bapa kami sumber kehidupan, sumber segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, kini terang-Mu telah terbit. Kami mohon bantulah kami dalam pekerjaan kami. Tambahkanlah rejeki kami, agar dengan pemberian-Mu tersebut kami dapat membantu sesama kami yang membutuhkan. Jangan biarkan keserakahan hinggap di hati kami, tetapi tanamkanlah dalam diri kami rasa untuk berbagi dengan sesama kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Pembacaan dari Kitab Pengkhotbah (1:2; 2:21-23)
Hari Minggu Biasa XVIII
Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. (Kol 3:4)
Doa Renungan
Allah Bapa kami sumber kehidupan, sumber segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, kini terang-Mu telah terbit. Kami mohon bantulah kami dalam pekerjaan kami. Tambahkanlah rejeki kami, agar dengan pemberian-Mu tersebut kami dapat membantu sesama kami yang membutuhkan. Jangan biarkan keserakahan hinggap di hati kami, tetapi tanamkanlah dalam diri kami rasa untuk berbagi dengan sesama kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Pembacaan dari Kitab Pengkhotbah (1:2; 2:21-23)
"Apa faedah yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya?"
Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, sungguh kesia-siaan belaka! Segala sesuatu adalah sia-sia. Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah mencari hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagianya kepada orang lain yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini adalah kesia-siaan dan kemalangan yang besar. Apakah faedah yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya? Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati; bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun adalah kesia-siaan!
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan do = c, 2/4, PS 847
Ref. Tuhan penjaga dan benteng perkasa dalam lindungan-Nya aman sentosa.
Ayat. (Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17; R:1)Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan do = c, 2/4, PS 847
Ref. Tuhan penjaga dan benteng perkasa dalam lindungan-Nya aman sentosa.
1. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, hanya dengan berkata, "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin atau seperti satu giliran jaga di waktu malam.
2. Engkau menghanyutkan manusia seperti orang mimpi seperti rumput yang bertumbuh: di waktu pagi tumbuh dan berkembang, di waktu petang sudah lisut dan layu.
3. Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya Tuhan, berapa lama lagi? dan sayangilah hamba-hamba-Mu!
4. Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat. Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas kami! Teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami teguhkanlah!
Lewat pembaptisan, orang yang percaya itu mati terhadap dosa dan hidup secara baru dalam Allah. Orang-orang Kristiani memang hidup dalam iman. Maka hendaknya hidup mereka sepadan dengan panggilan mereka. Mereka dipanggil untuk mengarahkan perhatian kepada harta surgawi.
2. Engkau menghanyutkan manusia seperti orang mimpi seperti rumput yang bertumbuh: di waktu pagi tumbuh dan berkembang, di waktu petang sudah lisut dan layu.
3. Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya Tuhan, berapa lama lagi? dan sayangilah hamba-hamba-Mu!
4. Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat. Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas kami! Teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami teguhkanlah!
Lewat pembaptisan, orang yang percaya itu mati terhadap dosa dan hidup secara baru dalam Allah. Orang-orang Kristiani memang hidup dalam iman. Maka hendaknya hidup mereka sepadan dengan panggilan mereka. Mereka dipanggil untuk mengarahkan perhatian kepada harta surgawi.
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Kolose (3:1-5.9-11)
"Carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada."
Saudara-saudara, kamu telah dibangkitkan bersama Kristus. Maka carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sisi kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus dalam Allah. Kristuslah hidup kita. Apabila Dia menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala. Janganlah kamu saling mendustai lagi, karena kamu telah menanggalkan manusia-lama beserta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia-baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya. Dalam keadaan yang baru itu tiada lagi orang Yunani atau Yahudi, orang bersunat atau tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka; yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang
Demikianlah sabda Tuhan.U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = es, 2/2, kanon, PS 955
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 5:3, 2/4)
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (12:13-21)
"Bagi siapakah nanti harta yang telah kausediakan itu?"
Sekali peristiwa Yesus mengajar banyak orang. Salah seorang dari mereka berkata kepada Yesus, "Guru, katakanlah kepada saudaraku, supaya ia berbagi warisan dengan daku." Tetapi Yesus menjawab, "Saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau penengah bagimu?" Kata Yesus kepada orang banyak itu, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu." Kemudian Ia menceritakan kepada mereka perumpamaan berikut, "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya, 'Apakah yang harus kuperbuat, sebab aku tidak punya tempat untuk menyimpan segala hasil tanahku.' Lalu katanya, 'Inilah yang akan kuperbuat: Aku akan merombak lumbung-lumbungku, lalu mendirikan yang lebih besar, dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum serta barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya. Beristirahatlah, makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah!' Tetapi Allah bersabda kepadanya, 'Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu. Bagi siapakah nanti apa yang telah kausediakan itu?' Demikianlah jadinya dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah."
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan HARTA DALAM KEHIDUPAN
Injil yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XVIII tahun C ini (Luk 12:13-21) beranjak dari pembicaraan antara Yesus dan orang yang datang meminta pertolongannya untuk menyelesaikan perkara warisan (ayat 13-15). Orang itu merasa bahwa haknya dalam pembagian warisan tidak dihormati ooleh saudaranya dan meminta Yesus berbicara kepada saudaranya. Memang ada kebiasaan orang pergi menghadap seorang yang dituakan, guru, penghulu adat, atau tokoh yang wibawanya diterima umum. Tetapi Yesus tidak bersedia menjadi hakim bagi perkara itu. Alih-alih, ia mengajak orang berpikir mengenai sikap terhadap harta kekayaan dengan sebuah perumpamaan mengenai orang kaya yang bodoh (ayat 16-21).
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan HARTA DALAM KEHIDUPAN
Injil yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XVIII tahun C ini (Luk 12:13-21) beranjak dari pembicaraan antara Yesus dan orang yang datang meminta pertolongannya untuk menyelesaikan perkara warisan (ayat 13-15). Orang itu merasa bahwa haknya dalam pembagian warisan tidak dihormati ooleh saudaranya dan meminta Yesus berbicara kepada saudaranya. Memang ada kebiasaan orang pergi menghadap seorang yang dituakan, guru, penghulu adat, atau tokoh yang wibawanya diterima umum. Tetapi Yesus tidak bersedia menjadi hakim bagi perkara itu. Alih-alih, ia mengajak orang berpikir mengenai sikap terhadap harta kekayaan dengan sebuah perumpamaan mengenai orang kaya yang bodoh (ayat 16-21).
LATAR BELAKANG
Dalam masa pemerintahan Romawi, pada prinsipnya semua perkara diatur oleh hukum Romawi. Bahkan digariskan pula sampai mana dan bagaimana hukum adat dan agama bisa diberlakukan. Keputusan dalam hukum adat bertambah kuat bila diberi pengesahanan menurut hukum Romawi. Cukup sering perkara jual beli atau pembagian milik menurut adat dibawa ke lembaga resmi Romawi untuk dicatat dan diresmikan. Maklum perundang-undangan hukum positif di seluruh wilayah Romawi mengharuskan pengesahan semua keputusan adat. Tentu saja dalam pelaksanaannya tidak semuanya terjadi demikian. Pihak penguasa Romawi juga tidak selalu ikut campur dan mengontrol kecuali dalam perkara-perkara penting seperti pencatatan penduduk atau hukuman mati yang ditetapkan oleh mahkamah agama. Jelas campur tanggan penguasa asing tidak disenangi di kalangan Yahudi walaupun mereka tak bisa mengelakkan dualitas hukum. Masalah apakah orang Yahudi boleh membayar pajak kepada kaisar atau tidak ialah satu perkara yang mencerminkan keadaan ini (Mrk 12:13-17; Mat 22:15-22; Luk 20:24-25). Dalam episode itu dualitas hukum dipakai lawan-lawan Yesus untuk menjeratnya. Tetapi ia mengembalikan permasalahannya kepada yang menanyainya dan tidak terperosok perangkap mereka
Mengapa orang tadi tidak mendapat hak warisannya? Boleh jadi saudara orang itu memang mengakangi seluruh warisan. Suatu keadaan yang tidak jarang terjadi di dalam keluarga yang baik-baik sekalipun. Ketamakan sang saudara? Boleh jadi. Tapi peristiwa ini sebaiknya tak perlu dijadikan bahan menuduh pihak-pihak tertentu. Perkara warisan di sini memang tidak dimaksud untuk menjerat Yesus. Malah jelas orang-orang menghormati wibawanya. Namun apa tanggapan Yesus? Ia menolak ikut serta dalam sengketa mengenai warisan. Mengapa? Boleh jadi latar belakang di atas membantu memahami. Soal sengketa itu bisa diurus dengan pihak yang lebih berwenang, khususnya dalam urusan hukum. Dengan demikian penyelesaiannya akan lebih terjamin.
NASEHAT BERJAGA-JAGA
Sudah menjadi kebiasaan bahwa orang yang datang ke pada orang yang dihormati, seorang guru, tidak akan pulang dengan tangan hampa meskipun permintaannya tak dikabulkan atau permasalahannya tidak mendapat penyelesaian. Begitu pula Yesus yang dalam ayat 13 disapa sebagai "Guru" itu tidak menyuruh orang pergi tanpa bekal. Dan yang diberikannya ialah ajaran sikap hidup yang jauh lebih berharga daripada penyelesaian urusan warisan. Diberikannya nasehat agar berhati-hati dalam berurusan dengan harta, agar jangan kemaruk (ayat 15). Nasehat ini kemudian dijelaskan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (ayat 16-21). Ada banyak kemiripan dengan cara yang dipakai Yesus dalam menjawab masalah yang diajukan seorang ahli Taurat mengenai cara terbaik memperoleh hidup kekal yang menjadi dasar bagi perumpaan orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37). Dalam kesempatan itu Yesus tidak mengupas hukum Taurat yang sudah dikenal baik sang ahli Taurat, tetapi ia mengajarkan hal yang baru dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati: apa artinya menjadi "sesama bagi orang lain" dan bukan terpaku pada gagasan siapa "sesama-ku" itu. Dalam peristiwa hari ini, suatu masalah dalam pembagian kekayaan beralih menjadi pengajaran hidup agar menjadi kaya di hadapan Allah.
Kepada siapa ditujukan nasehat agar berhati-hati terhadap sikap tamak akan harta (ayat 15)? Dapat diperiksa dari perubahan kata ganti. Dalam ayat sebelumnya, pembicaraan hanya terjadi antara Yesus dan orang yang datang membawa perkara warisan. Dalam ayat 15 Yesus berbicara kepada "mereka", yaitu kepada orang-orang yang ikut mendengarkan bagaimana sang Guru memecahan perkara tadi. Para pendengar kasus sengketa warisan itu kini menjadi murid ilmu kehidupan. Nasehatnya bukan celaan kepada orang yang datang kepadanya minta bantuan masalah warisan Bukan pula anjuran tersirat kepada lawan orang tadi agar tidak tamak. Tetapi ia membantu semua orang melihat akar permasalahan yang dibawa kepadanya dengan memakai sebuah perumpamaan.
PERUMPAMAAN ORANG KAYA YANG BODOH
Bila dibaca dari awal hingga akhir, akan terasa betapa kosongnya kehidupan orang kaya dalam perumpamaan ini. Ia tidak mempunyai teman bicara. Ia hanya berbicara dengan diri sendiri. Ia bahkan tidak minta keringanan Allah yang berfirman kepadanya bahwa malam itu jiwanya akan diambil. Mungkin orang itu tak lagi dapat mendengar peringatan itu. Bahkan harta miliknya yang menjadi berkah dari atas itu tidak bisa menjadi barang hidup baginya. Tanah, penenan, lumbung, barang-barang yang dipunyai itu hanyalah obyek belaka. Semuanya itu dibawahkan kepada gagasan "dipunyai dan ditata" belaka, tidak pernah diupayakan berkembang agar makin "terasa ada dan berguna". Orang itu tidak tahu bagaimana mengisi kesepian hidupnya. Ia justru makin mengisolasi dirinya dengan membangun lumbung yang makin luas dan yang akhirnya malah menguburkannya hidup-hidup. Ia bahkan tak sempat menjadi kawan bagi dirinya sendiri. Ia memperbudak diri dengan tidak mendengarkan yang sayup-sayup masih ada dalam nalarnya, yaitu untuk mengamalkan pada orang lain. Kita dapat tahu ini karena ini nanti dikatakan Allah dalam ayat 20 "...untuk siapakah itu nanti?" Suara hatinya sedemikian tertimbun kekayaannya sendiri. Orang kaya itu sebetulnya ingin rujuk dengan dirinya sendiri dulu, ia ingin menikmati istirahat, makan-minum, dan bersenang-senang (ayat 19) Bukan hal buruk. Tak perlu hal ini dilihat dari sudut pandang askese penyangkalan diri dari zaman kemudian. Dalam kesadaran religius umum waktu itu harta ialah berkat ilahi yang mesti dikembangkan seperti talenta dan tidak dipendam atau dijauhi. Yang mempunyai bisa makin menikmatinya dengan mengajak orang banyak. Ini penalaran yang pintar. Kebodohan mulai pada kemalasan untuk mengamalkan. Di situlah mulai ketamakan - "pleonexia" - yang disebut dalam ayat 15. Sikap penuh dengan diri sendiri dan tak butuh berbuat apa-apa lagi kecuali memiliki, memiliki, memiliki. Entah harta, entah pangkat, entah keahlian.... Tapi gaya hidup itu nanti akan membuat orang yang bersangkutan tak berarti apa-apa. Perumpamaan itu ditutup dengan pernyataan "Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah". Ajaran yang mau disampaikan: jadilah kaya di hadapan Allah!
Dengan perumpamaan itu Yesus menuntun setapak demi setapak orang yang "salah alamat" pergi kepada Yesus sang Guru minta dibela dalam perkara warisan. Ia tidak disuruh pergi begitu saja. Ia dibekali ajaran hidup. Bukan hanya orang itu sendiri, melainkan semua orang yang ikut datang mendengarkan ajaran ilmu untuk menjadi kaya di hadapan Allah.
Ajaran tadi disampaikan dalam ujud perumpamaan, dengan sebuah cerita yang membuat orang berpikir dan menemukan sendiri mana yang paling cocok bagi dirinya. Penekanan terletak pada ajakan agar orang tidak mengubur diri dengan harta milik atau apa saja yang diperlakukan sebagai harta milik. Orang-orang yang mengitari orang seperti ini sering dianggap sebagai milik belaka. Meskipun mereka menemani pesta dan mengawani bercanda, tetapi mereka jarang berperan sebagai pribadi-pribadi. Hanya sebagai milik yang bisa disimpan di lumbung. Awal mula perpecahan persahabatan dan kerontokan hidup keluarga sering mulai dari sana. Sebaliknya bila orang pandai-pandai membuat harta sebagai bagian kehidupan, dapat mengembangkan kemanusiaan dengannya, maka harta membuat orang lepas dari kecenderungan kemaruk. Malah bisa menjadi jalan menjadi kaya di hadapan Allah. Memperlakukan saudara, anak, istri, suami, orang lain bukan sebagai "barang milik" juga akan memecahkan isolasi diri, tentu dengan segala konskuensinya, termasuk ikut berbagi penderitaan. Ikut menanggung kesusahan, juga dengan diam-diam ini harta semacam itu.
PRIBADI PENGINJIL
Siapa yang sudah benar-benar tampil sungguh kaya di hadapan Allah? Di mata penulis Injil orang itu ialah Yesus. Keilahian ia pasrahkan kepada kemanusiaan sehingga kemanusiaan sedikit-sedikit menemukan kembali yang sudah hilang daripadanya. Bukan tanpa penderitaan, bahkan penderitaan itu namanya mati di salib. Bukan kebetulan bila Lukas menaruh episode hari ini dalam untaian kisah perjalanan ke Yerusalem, ke salib, tapi sekaligus ke tempat kemuliaannya. Di sana ia terlihat kaya di hadapan Allah dan kekayaannya itu dibagikan kepada orang-orang dalam ujud kegembiraan paskah para murid pertama dan semua orang lain harta yang paling besar yang dibagikannya itu adalah Rohnya. Inilah kekuatan yang membangun hidup bersama para pengikut Yesus di sepanjang zaman.
Makin dibaca, cerita orang kaya itu makin menjadi cerita yang menimbulkan rasa iba. Maka boleh diharapkan homili hari ini tidak bernada sindiran atau kecaman. Cerita itu tidak menyarankan umpatan "tahu rasa lu!" kepada orang kaya yang bodoh tadi. Pembaca dan pendengar malah dapat merasakan rasa kasihan penulisnya tertuang di sana. Lukas menjumpai dan hidup bersama orang-orang seperti itu. Dan dia yang makin kita kenal sebagai Luc sahabat kita itu sebenarnya juga orang yang terpandang dan kaya tetapi bisa bergaul dengan siapa saja. Ia mengajak orang menjadari agar milik dan kekayaan jangan sampai mencelakan diri. Ia membantu orang menemukan yang tak bakal bisa lenyap: harta di hadapan Allah. Terngiang kata-kata Yesus kepada Marta mengenai Maria bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak bakal hilang - yang tak bakal diambil daripadanya. Ini juga ajakan bagi kita semua untuk membuat makin banyak orang menemukan kekayaan seperti itu.
Salam,
A. Gianto
Dalam masa pemerintahan Romawi, pada prinsipnya semua perkara diatur oleh hukum Romawi. Bahkan digariskan pula sampai mana dan bagaimana hukum adat dan agama bisa diberlakukan. Keputusan dalam hukum adat bertambah kuat bila diberi pengesahanan menurut hukum Romawi. Cukup sering perkara jual beli atau pembagian milik menurut adat dibawa ke lembaga resmi Romawi untuk dicatat dan diresmikan. Maklum perundang-undangan hukum positif di seluruh wilayah Romawi mengharuskan pengesahan semua keputusan adat. Tentu saja dalam pelaksanaannya tidak semuanya terjadi demikian. Pihak penguasa Romawi juga tidak selalu ikut campur dan mengontrol kecuali dalam perkara-perkara penting seperti pencatatan penduduk atau hukuman mati yang ditetapkan oleh mahkamah agama. Jelas campur tanggan penguasa asing tidak disenangi di kalangan Yahudi walaupun mereka tak bisa mengelakkan dualitas hukum. Masalah apakah orang Yahudi boleh membayar pajak kepada kaisar atau tidak ialah satu perkara yang mencerminkan keadaan ini (Mrk 12:13-17; Mat 22:15-22; Luk 20:24-25). Dalam episode itu dualitas hukum dipakai lawan-lawan Yesus untuk menjeratnya. Tetapi ia mengembalikan permasalahannya kepada yang menanyainya dan tidak terperosok perangkap mereka
Mengapa orang tadi tidak mendapat hak warisannya? Boleh jadi saudara orang itu memang mengakangi seluruh warisan. Suatu keadaan yang tidak jarang terjadi di dalam keluarga yang baik-baik sekalipun. Ketamakan sang saudara? Boleh jadi. Tapi peristiwa ini sebaiknya tak perlu dijadikan bahan menuduh pihak-pihak tertentu. Perkara warisan di sini memang tidak dimaksud untuk menjerat Yesus. Malah jelas orang-orang menghormati wibawanya. Namun apa tanggapan Yesus? Ia menolak ikut serta dalam sengketa mengenai warisan. Mengapa? Boleh jadi latar belakang di atas membantu memahami. Soal sengketa itu bisa diurus dengan pihak yang lebih berwenang, khususnya dalam urusan hukum. Dengan demikian penyelesaiannya akan lebih terjamin.
NASEHAT BERJAGA-JAGA
Sudah menjadi kebiasaan bahwa orang yang datang ke pada orang yang dihormati, seorang guru, tidak akan pulang dengan tangan hampa meskipun permintaannya tak dikabulkan atau permasalahannya tidak mendapat penyelesaian. Begitu pula Yesus yang dalam ayat 13 disapa sebagai "Guru" itu tidak menyuruh orang pergi tanpa bekal. Dan yang diberikannya ialah ajaran sikap hidup yang jauh lebih berharga daripada penyelesaian urusan warisan. Diberikannya nasehat agar berhati-hati dalam berurusan dengan harta, agar jangan kemaruk (ayat 15). Nasehat ini kemudian dijelaskan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (ayat 16-21). Ada banyak kemiripan dengan cara yang dipakai Yesus dalam menjawab masalah yang diajukan seorang ahli Taurat mengenai cara terbaik memperoleh hidup kekal yang menjadi dasar bagi perumpaan orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37). Dalam kesempatan itu Yesus tidak mengupas hukum Taurat yang sudah dikenal baik sang ahli Taurat, tetapi ia mengajarkan hal yang baru dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati: apa artinya menjadi "sesama bagi orang lain" dan bukan terpaku pada gagasan siapa "sesama-ku" itu. Dalam peristiwa hari ini, suatu masalah dalam pembagian kekayaan beralih menjadi pengajaran hidup agar menjadi kaya di hadapan Allah.
Kepada siapa ditujukan nasehat agar berhati-hati terhadap sikap tamak akan harta (ayat 15)? Dapat diperiksa dari perubahan kata ganti. Dalam ayat sebelumnya, pembicaraan hanya terjadi antara Yesus dan orang yang datang membawa perkara warisan. Dalam ayat 15 Yesus berbicara kepada "mereka", yaitu kepada orang-orang yang ikut mendengarkan bagaimana sang Guru memecahan perkara tadi. Para pendengar kasus sengketa warisan itu kini menjadi murid ilmu kehidupan. Nasehatnya bukan celaan kepada orang yang datang kepadanya minta bantuan masalah warisan Bukan pula anjuran tersirat kepada lawan orang tadi agar tidak tamak. Tetapi ia membantu semua orang melihat akar permasalahan yang dibawa kepadanya dengan memakai sebuah perumpamaan.
PERUMPAMAAN ORANG KAYA YANG BODOH
Bila dibaca dari awal hingga akhir, akan terasa betapa kosongnya kehidupan orang kaya dalam perumpamaan ini. Ia tidak mempunyai teman bicara. Ia hanya berbicara dengan diri sendiri. Ia bahkan tidak minta keringanan Allah yang berfirman kepadanya bahwa malam itu jiwanya akan diambil. Mungkin orang itu tak lagi dapat mendengar peringatan itu. Bahkan harta miliknya yang menjadi berkah dari atas itu tidak bisa menjadi barang hidup baginya. Tanah, penenan, lumbung, barang-barang yang dipunyai itu hanyalah obyek belaka. Semuanya itu dibawahkan kepada gagasan "dipunyai dan ditata" belaka, tidak pernah diupayakan berkembang agar makin "terasa ada dan berguna". Orang itu tidak tahu bagaimana mengisi kesepian hidupnya. Ia justru makin mengisolasi dirinya dengan membangun lumbung yang makin luas dan yang akhirnya malah menguburkannya hidup-hidup. Ia bahkan tak sempat menjadi kawan bagi dirinya sendiri. Ia memperbudak diri dengan tidak mendengarkan yang sayup-sayup masih ada dalam nalarnya, yaitu untuk mengamalkan pada orang lain. Kita dapat tahu ini karena ini nanti dikatakan Allah dalam ayat 20 "...untuk siapakah itu nanti?" Suara hatinya sedemikian tertimbun kekayaannya sendiri. Orang kaya itu sebetulnya ingin rujuk dengan dirinya sendiri dulu, ia ingin menikmati istirahat, makan-minum, dan bersenang-senang (ayat 19) Bukan hal buruk. Tak perlu hal ini dilihat dari sudut pandang askese penyangkalan diri dari zaman kemudian. Dalam kesadaran religius umum waktu itu harta ialah berkat ilahi yang mesti dikembangkan seperti talenta dan tidak dipendam atau dijauhi. Yang mempunyai bisa makin menikmatinya dengan mengajak orang banyak. Ini penalaran yang pintar. Kebodohan mulai pada kemalasan untuk mengamalkan. Di situlah mulai ketamakan - "pleonexia" - yang disebut dalam ayat 15. Sikap penuh dengan diri sendiri dan tak butuh berbuat apa-apa lagi kecuali memiliki, memiliki, memiliki. Entah harta, entah pangkat, entah keahlian.... Tapi gaya hidup itu nanti akan membuat orang yang bersangkutan tak berarti apa-apa. Perumpamaan itu ditutup dengan pernyataan "Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah". Ajaran yang mau disampaikan: jadilah kaya di hadapan Allah!
Dengan perumpamaan itu Yesus menuntun setapak demi setapak orang yang "salah alamat" pergi kepada Yesus sang Guru minta dibela dalam perkara warisan. Ia tidak disuruh pergi begitu saja. Ia dibekali ajaran hidup. Bukan hanya orang itu sendiri, melainkan semua orang yang ikut datang mendengarkan ajaran ilmu untuk menjadi kaya di hadapan Allah.
Ajaran tadi disampaikan dalam ujud perumpamaan, dengan sebuah cerita yang membuat orang berpikir dan menemukan sendiri mana yang paling cocok bagi dirinya. Penekanan terletak pada ajakan agar orang tidak mengubur diri dengan harta milik atau apa saja yang diperlakukan sebagai harta milik. Orang-orang yang mengitari orang seperti ini sering dianggap sebagai milik belaka. Meskipun mereka menemani pesta dan mengawani bercanda, tetapi mereka jarang berperan sebagai pribadi-pribadi. Hanya sebagai milik yang bisa disimpan di lumbung. Awal mula perpecahan persahabatan dan kerontokan hidup keluarga sering mulai dari sana. Sebaliknya bila orang pandai-pandai membuat harta sebagai bagian kehidupan, dapat mengembangkan kemanusiaan dengannya, maka harta membuat orang lepas dari kecenderungan kemaruk. Malah bisa menjadi jalan menjadi kaya di hadapan Allah. Memperlakukan saudara, anak, istri, suami, orang lain bukan sebagai "barang milik" juga akan memecahkan isolasi diri, tentu dengan segala konskuensinya, termasuk ikut berbagi penderitaan. Ikut menanggung kesusahan, juga dengan diam-diam ini harta semacam itu.
PRIBADI PENGINJIL
Siapa yang sudah benar-benar tampil sungguh kaya di hadapan Allah? Di mata penulis Injil orang itu ialah Yesus. Keilahian ia pasrahkan kepada kemanusiaan sehingga kemanusiaan sedikit-sedikit menemukan kembali yang sudah hilang daripadanya. Bukan tanpa penderitaan, bahkan penderitaan itu namanya mati di salib. Bukan kebetulan bila Lukas menaruh episode hari ini dalam untaian kisah perjalanan ke Yerusalem, ke salib, tapi sekaligus ke tempat kemuliaannya. Di sana ia terlihat kaya di hadapan Allah dan kekayaannya itu dibagikan kepada orang-orang dalam ujud kegembiraan paskah para murid pertama dan semua orang lain harta yang paling besar yang dibagikannya itu adalah Rohnya. Inilah kekuatan yang membangun hidup bersama para pengikut Yesus di sepanjang zaman.
Makin dibaca, cerita orang kaya itu makin menjadi cerita yang menimbulkan rasa iba. Maka boleh diharapkan homili hari ini tidak bernada sindiran atau kecaman. Cerita itu tidak menyarankan umpatan "tahu rasa lu!" kepada orang kaya yang bodoh tadi. Pembaca dan pendengar malah dapat merasakan rasa kasihan penulisnya tertuang di sana. Lukas menjumpai dan hidup bersama orang-orang seperti itu. Dan dia yang makin kita kenal sebagai Luc sahabat kita itu sebenarnya juga orang yang terpandang dan kaya tetapi bisa bergaul dengan siapa saja. Ia mengajak orang menjadari agar milik dan kekayaan jangan sampai mencelakan diri. Ia membantu orang menemukan yang tak bakal bisa lenyap: harta di hadapan Allah. Terngiang kata-kata Yesus kepada Marta mengenai Maria bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak bakal hilang - yang tak bakal diambil daripadanya. Ini juga ajakan bagi kita semua untuk membuat makin banyak orang menemukan kekayaan seperti itu.
Salam,
A. Gianto
Bagikan