Surat Keluarga Bulan Juli 2010


Jakarta, 10 Juli 2010.

Kepada keluarga-keluarga kristiani
Se-Keuskupan Agung Jakarta
di tempat

Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat telpon dari seorang kawan yang menanyakan apakah orang boleh menerima sakramen perkawinan pada hari Minggu Palma? Meski bukan ahli liturgi, saya memberikan jawaban mengacu pada Pedoman Umum Misale Romawi yang baru. Disana dikatakan,”Misa ritual adalah Misa yang dirayakan dalam kaitan dengan dengan sakramen dan sakramentali. Misa ritual DILARANG pada hari-hari Minggu selama Masa Adven, Pra-Paskah, dan Paska, pada hari-hari raya, pada hari-hari dalam oktaf Paskah, pada Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, pada Rabu Abu, dan selama Pekan Suci. Disamping itu, hendaknya diindahkan kaidah-kaidah khusus yang diberikan dalm buku-buku rituale atau dalam rumus Misa yang bersangkutan” (PUMR 372).

Kepada kawan tersebut, saya menegaskan lagi jawaban terhadap pertanyaan itu dengan berkata,”merayakan misa ritual pada Minggu Palma menurut ketentuan liturgi, DILARANG”. Tetapi jawaban itu terasa kurang memuaskan saya. Saya pun bertanya ingin tahu mengapa merencanakan menikah pada hari Minggu Palma? Sangat menarik jawaban yang disampaikan oleh kawan saya itu. Dia menyampaikan dua alasan. Pertama, setelah dilihat hari dan tanggal berdasarkan perhitungan adat-budaya yang cermat, maka tanggal itu dipandang cocok dan membawa berkat bagi kedua pasangan. Kedua, keluarga besar kedua calon mempelai merasa hari itu cocok untuk pesta.

Barangkali ini hanya salah satu kenyataan dari sekian banyak contoh bagaimana orang mempersiapkan Perayaan Perkawinan. Ketika mempersiapkan Perayaan Perkawinan, kadang-kadang perhatian orang terfokus pada perhitungan hari dan tanggal-tanggal yang menurut perhitungan adat-budaya dipandang membawa berkat bagi pasangan. Tambah lagi dengan hebat dan meriahnya pesta perkawinan yang disiapkan sedemikian rupa agar nuansa romantisnya tampak kentara. Jika tidak hati-hati, orang bisa melupakan arti perkawinan itu sendiri.

Menurut saya, apa yang terkandung dalam adat-budaya terkait dengan perhitungan hari dan tanggal yang dipandang cocok dan membawa berkat bagi pasangan yang akan menikah tentu saja pada dasarnya baik. Di balik perhitungan itu sebenarnya ada harapan dan kerinduan – dalam arti tertentu keyakinan dan doa – bahwa pasangan yang akan melangsungkan perkawinan itu hidup dalam berkat Tuhan. Dijauhkan dari segala macam bahaya yang mengancam. Singkatnya, ada harapan akan keselamatan dibalik perhitungan-perhitungan itu.

Nah, bagaimana jika perhitungan hari dan tanggal menurut adat-budaya bersinggungan dengan Perayaan Iman Kristiani? Menurut saya, disini adat-budaya dimurnikan dan Perayaan Iman Kristiani diperkaya olehnya dengan menegaskan bahwa: adat-budaya dengan membuat perhitungan sebenarnya merindukan perkawinan yang mendatangkan berkat. Tetapi perhitungan tak boleh menjadi begitu mutlak sehingga mengabaikan Perayaan Iman Kristiani. Sebab yang paling pokok ialah arti dari perkawinan itu sendiri. Sebuah perkawinan mendatangkan berkat atau tidak sangat tergantung oleh komitmen janji setia pasangan yang ikut membangunnya. Dan bukan pada perhitungan hari dan tanggal berdasarkan adat-budaya apalagi jika terlalu memusatkan perhatian pada hari baik untuk sebuah pesta.

Perkawinan yang baik bukan terletak pada hari dan tanggal melainkan pada pribadi yang berjanji untuk setia “dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, diwaktu sehat maupun sakit”. Cinta suami terhadap isterinya itulah yang menentukan kebahagiaan perkawinan. Kesetiaan dan kerelaan untuk berkorban itulah yang membuat sebuah perkawinan bahagia. Berusaha berdamai setelah konflik suami-isteri terjadi itulah yang membuat sebuah pekawinan bertahan. Mengampuni pasangan itulah yang memulihkan perkawinan dari luka-luka dosa. Mencintai pribadi pasangan lebih daripada mencintai uang itulah yang membawa damai. Hidup bersama pribadi laki-laki dan perempuan yang cinta dan kesetiaannya diabdikan untuk uang tentu saja melelahkan. Tetap memberi waktu untuk keluarga di tengah-tengah kesibukan dan kepadatan kerja itulah yang membuat keluarga rukun bersatu.

Menurut saya, tak ada yang lebih membahagiakan selain daripada pribadi pasangan itu sendiri. Rahasia sebuah perkawinan yang bahagia sama sekali bukan terletak pada perhitungan hari dan tanggal yang menurut adat-budaya dipandang cocok, melainkan pada pribadi pasangan. Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berjanji membangun kebersamaan dalam perkawinan merupakan pokok kebahagiaan perkawinan.

Sampai jumpa pada edisi mendatang.
Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep

Rm. Ignas Tari, MSF
Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta





Forum Katolik Webgaul



Bagikan

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy