Homili Minggu Adven 2-A (4/5 Desember 2010 Rm A. Dadang Hermawan, Pr)

Saudari-saudara,

Tidak terasa kita sudah memasuki Minggu Adven II. Itu berarti, Perayaan Natal sudah semakin dekat. Berkaitan dengan Perayaan Kelahiran Yesus Kristus, kita diajak oleh Gereja untuk mempersiapkannya secara rohani melalui bacaan-bacaan ekaristis, termasuk hari ini minggu ini.

Dalam bacaan Injil, dikisahkan bahwa Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan untuk menyambut Kerajaan Allah yang sudah dekat. Siapa yang ingin bertobat perlu dibaptis. Baptisan Yohanes menandai pertobatan untuk menerima Kedatangan Kerajaan Allah dalam diri Yesus. Pertobatan itu berarti mengubah arah hidup dari cuek terhadap Allah menjadi berbalik kepada Allah. Baptisan ini menggunakan air. Siapa pun yang bertobat dan dibaptis berarti siap menerima kedatangan Kerajaan Allah, berbalik arah untuk menyambut Allah. Sementara itu, baptisan Yesus menandai peneguhan sebagai anak-anak Allah agar mampu mengemban tugas perutusan. Yesus membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api.

Ketika merenungkan bacaan Injil, saya tertarik terhadap pernyataan Yohanes Pembaptis, “hasilkanlah buah sesuai dengan pertobatan” (lih Mat 3:8). Pernyataan ini keras sekaligus radikal. Orang yang sungguh ingin bertobat harus menunjukkan hasil dari pertobatannya itu. Buah-buah pertobatan menjadi kesaksian nyata dari usaha-usaha pertobatan. Pertanyaannya adalah, buah atau hasil pertobatan seperti apa yang bisa diusahakan dan diperjuangkan. Terhadap pertanyaan tersebut, saya menemukan jawabannya dalam bacaan kedua hari ini, yakni Surat Paulus. Dalam suratnya kepada Jemaat di Roma, Paulus menginginkan agar jemaat Roma hidup rukun, saling menerima satu sama lain seperti Kristus menerima setiap orang untuk kemuliaan Allah (bdk Rom 15:5-7).

Keinginan Paulus bagi Jemaat Roma itu rupanya masih relevan bagi hidup sekarang. Hidup rukun menjadi cita-cita dan kerinduan setiap orang. Dalam kenyataan harian, membangun hidup rukun itu tidak mudah. Kerapkali perbedaan latar belakang budaya dan pendikan, cara berfikir dan bersikap turut mempengaruhi hidup harmoni tersebut. Contoh-contoh nyata dapat mudah kita temukan dalam hidup harian kita. Konflik begitu mudah tersulut karena perbedaan pendapat. Pertengkaran mudah terjadi karena perbedaan kemauan dan keinginan. Menerima seseorang yang berbeda pandangan dan pendapat begitu sulit dilakukan karena diri merasa paling benar.

Rasa saya, tantangan mewujudkan pertobatan sangat konkret. Membangun hidup rukun dengan saling menerima satu sama lain demi kemuliaan Allah dapat dimulai dari keluarga. Kalau mengandalkan kekuatan sendiri jelas kita akan letih. Perlulah kita mengandalkan rahmat Allah. Dalam hal ini, saya juga teringat akan salah satu penggalan doa di Puji Syukur no 141, yaitu Doa Kerendahan Hati..”Semoga kami tidak sakit hati kalau kami kurang dihargai atau kurang dihormati, kalau kami diabaikan atau dilupakan. Sebaliknya, semoga kami ikut bahagia kalau orang lain berhasil dan mendapat pujian serta penghargaan”. Mari kita berbenah...

Promasan, 4 Desember 2010

Antonius Dadang Hermawan, Pr

dadangpr.multiply.com

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy