| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

APP KAJ Sub Tema 1: Aku Diberi, maka Aku Memberi (Ul 26: 1-15)


Ul 26:1 "Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana,
Ul 26:2 maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana.
Ul 26:3 Dan sesampainya kepada imam yang ada pada waktu itu, haruslah engkau berkata kepadanya: Aku memberitahukan pada hari ini kepada TUHAN, Allahmu, bahwa aku telah masuk ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk memberikannya kepada kita.
Ul 26:4 Maka imam harus menerima bakul itu dari tanganmu dan meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Allahmu.
Ul 26:5 Kemudian engkau harus menyatakan di hadapan TUHAN, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya.
Ul 26:6 Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat,
Ul 26:7 maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami.
Ul 26:8 Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat.
Ul 26:9 Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
Ul 26:10 Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu,
Ul 26:11 dan haruslah engkau, orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria karena segala yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu."
Ul 26:12 "Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.
Ul 26:13 Dan haruslah engkau berkata di hadapan TUHAN, Allahmu: Telah kupindahkan persembahan kudus itu dari rumahku, juga telah kuberikan kepada orang Lewi, dan kepada orang asing, anak yatim dan kepada janda, tepat seperti perintah yang telah Kauberikan kepadaku. Tidak kulangkahi atau kulupakan sesuatu dari perintah-Mu itu.
Ul 26:14 Pada waktu aku berkabung sesuatu tidak kumakan dari persembahan kudus itu, pada waktu aku najis sesuatu tidak kujauhkan dari padanya, juga sesuatu tidak kupersembahkan dari padanya kepada orang mati, tetapi aku mendengarkan suara TUHAN, Allahku, aku berbuat sesuai dengan segala yang Kauperintahkan kepadaku.
Ul 26:15 Jenguklah dari tempat kediaman-Mu yang kudus, dari dalam sorga, dan berkatilah umat-Mu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kami--suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."


Ungkapan Syukur Bangsa Israel

Bacaan yang menjadi dasar permenungan dalam sub tema 1 ini mengisahkan tentang dua tradisi ungkapan syukur umat Israel. Tradisi ungkapan syukur ini dilakukan bangsa Israel karena mereka sungguh merasakan dan mengalami kebaikan Tuhan. Dahulu, mereka hanyalah sekelompok budak di Mesir yang tidak memiliki tanah dan kebebasan, namun Tuhan memihak nenek moyang mereka untuk membebaskan mereka dari negeri itu dan membawa mereka ke Tanah Kanaan yang subur sebagai tempat tinggal baru. Mereka sadar, pemilik tanah itu adalah Tuhan; mereka menerima tanah itu dari Tuhan semata-mata karena kebaikan Tuhan. Tanpa kebaikan-Nya, mereka tidak akan menjadi bangsa yang bebas dan memiliki tanah sendiri yang kaya-raya.

Tradisi syukur umat Israel itu terwujud dalam dua upacara liturgi. Upacara pertama: membawa persembahan kepada Tuhan berupa hasil pertama dari tanah yang diberikan. Upacara kedua: berbagi kepada sesama melalui persembahan persepuluhan. Karena telah menerima berkat itu dari Tuhan, mereka pun bersyukur dengan menyalurkan berkat itu kepada sesama yang berkekurangan.

Lantas, Bagaimana Kita?

Harus diakui, apa yang menjadi milik kita sekarang ini adalah hasil jerih payah dan keringat kita. Namun, tetaplah harus diingat bahwa semua itu boleh terjadi karena Tuhanlah yang menyelenggarakan kehidupan kita. Jadi, harta milik kita yang merupakan hasil usaha manusia dan penyelenggaraan ilahi memiliki sifat sosial, bukan hak milik mutlak kita. Artinya, hak milik kita itu sebenarnya hak milik Tuhan juga, yang dipercayakan kepada kita untuk kita pelihara dan manfaatkan demi kesejahtaraan kita sendiri dan sesama, terutama yang kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan.

Maka, karena kita telah memperolehnya berkat kebaikan Tuhan, sudah selayaknya kita juga mau menyalurkan berkat itu bagi yang membutuhkan pertolongan, bagi orang-orang yang dihadirkan Tuhan di sekitar kita. Karena aku diberi, sudah selayaknya aku pun mau memberi. Inilah nafas dasar ajakan MARI BERBAGI.

Tanpa semangat BERBAGI, ajaran untuk mencintai sesama seperti orang Samaria yang baik hati yang mau berbagi (Luk 10:25-37) tidak akan dapat dipraktekkan dengan tulus. Tanpa semangat BERBAGI, menjadi sulit kita mengharapkan para murid Kristus bisa melayani saudara-saudari Yesus yang paling hina (Mat 25:36-41). Tanpa semangat BERBAGI, sulit kita memenuhi permintaan Yesus seperti yang dilakukan kepada para murid-Nya untuk orang-orang lapar, “Kamu harus memberi mereka makan!” (Mrk 6:37). Tanpa semangat BERBAGI sulit pula kita ikut serta menjadi gembala baik yang bahkan mau mengorbankan nyawanya bagi domba-dombanya (Yoh 10:1-18).

Dengan berbagi, hidup kita menjadi berbuah bagi sesama. Ingatlah, pohon yang berbuah, buahnya akan dipetik dan dimakan oleh orang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Kita ingat, Yesus akan mengutuk pohon ara yang tidak menghasilkan buah (Mat 21: 18-22). Empunya pohon anggur akan memangkas ranting yang tak berbuah dan membersihkan ranting yang berbuah supaya berbuah lebih banyak lagi (Yoh 15: 1-8). Yesus juga sudah menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah, dan buahnya itu tetap (Yoh 15: 16).

Maka, marilah kita wujudkan dengan nyata tindakan berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Orang-orang seperti itu selalu Tuhan hadirkan di sekitar kita; mungkin jadi untuk menguji kesejatian “rasa syukur” kita atas berkat-berkat yang sudah Ia alirkan kepada kita.



Sumber: M. Muliady Wijaya - www.reginacaeli.org

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy