1Raj 17:7 Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu.
1Raj 17:8 Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia:
1Raj 17:9 "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan."
1Raj 17:10 Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: "Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum."
1Raj 17:11 Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: "Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti."
1Raj 17:12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."
1Raj 17:13 Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu.
1Raj 17:14 Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi."
1Raj 17:15 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya.
1Raj 17:16 Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.
Perikop yang diangkat untuk mendalami sub tema ke-2 ini berkisah tentang Tuhan yang memerintahkan Elia untuk pergi ke Sarfat saat sungai Kerit kering. Di tempat itu, Tuhan telah mempersiapkan seorang janda untuk memberi nabi Elia makan.
Benar saja, di Sarfat Elia bertemu dengan seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu api. Elia meminta air kepada janda itu dan permintaan tersebut dituruti sang janda karena memang tidak ada kesulitan untuk mendapatkan air di situ. Namun, ketika Elia meminta roti, janda itu tak dapat memberikan karena ia hanya mempunyai segenggam tepung dan sedikit minyak untuk diolah menjadi sedikit roti bagi dirinya dan anaknya.
Lalu Elia meminta janda itu untuk tidak takut dan segera membuat sepotong roti kecil untuk terlebih dahulu diberikan kepada nabi Elia, baru kemudian bagi dirinya dan anaknya. Untuk itu, Elia meneguhkan dengan Firman Tuhan bahwa tepung dalam tempayan itu tak akan habis dan minyak pun tak kan berkurang. Luar biasa! Janda itu berbuat seperti yang diperintahkan Tuhan dan janji Tuhan menjadi kenyataan.
Percaya pada Firman Tuhan
Yang menggerakkan janda tersebut untuk berbagi roti kepada nabi Elia ialah sikap percayanya pada Firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Elia. Sikap seperti itu tentu saja didasari oleh keyakinan bahwa Tuhanlah pemilik dan penyelenggara kehidupan. Selain itu, sudah barang tentu di dalam hati janda itu sudah tertanam rasa belas kasih, sehingga menggerakkan hatinya untuk mau berbagi. Tanpa memiliki sikap percaya pada Firman Tuhan dan tanpa rasa belas kasih, sulit bagi seseorang untuk dapat menyerahkan miliknya sementara dirinya sendiri masih berkekurangan.
Bukankah kebanyakan manusia umumnya baru mau memberi jika ia merasa sudah berkecukupan ataupun berkelebihan? Sangat jarang manusia mau memberi jika yang ia punyai hanya cukup untuk kebutuhannya, apalagi kalau merasa berkekurangan. Tapi tidak demikian dengan janda itu. Sikap percayanya kepada janji Tuhan dan rasa belas kasihnya kepada orang lain telah mengalahkan segala kekuatirannya. Ya, ia mau berbagi dalam kekurangannya!
Jangan kuatir!
Yesus sendiri memuji sikap seorang janda miskin yang memberi dari kekurangannya (Mrk 12: 41-44). Yang dipuji oleh Yesus bukan besarnya jumlah uang yang dibagikan, tetapi kerelaan hati untuk berbagi di tengah kekurangan. Sikap seperti itu dapat muncul pastilah didasari oleh sikap yang percaya pada penyelenggaraan Allah, sikap yang tidak hanya dipenuhi oleh rasa kuatir bahwa dengan memberi dari kekurangan akan membuat hidup lebih susah.
Maka, perlulah kita berpegang pada kata-kata Yesus sendiri yang menegaskan supaya murid-murid-Nya jangan kuatir. “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (baca: Mat 6: 31-34).
Ingatlah peristiwa mukjizat penggandaan lima roti dan dua ikan. Meskipun yang ada cuma lima roti dan dua ikan, tetapi karena murid-murid mau berbagi, Yesus menggandakannya dan membuat orang banyak itu kenyang; dan setelah itu, ada sisa dua belas bakul (Mat 14: 13-21).
Ingatlah juga Simon yang tidak berhasil menangkap ikan semalam suntuk. Namun, karena mau membiarkan Yesus memakai perahunya, Simon mengalami mukjizat kelimpahan ikan karena Yesus tahu apa yang menjadi persoalan dan kebutuhannya saat itu (Luk 5: 1-11).
Jadi jelaslah, kita tak perlu menunggu berkelimpahan untuk dapat berbagi atau memberi. Ada sesuatu dalam diri kita yang dapat kita bagikan pada orang yang membutuhkan pertolongan. Dan orang-orang seperti itu ada di sekitar kita. Inilah KASIH yang nyata sesuai ajaran Yesus.
Maka, meskipun kita masih merasa berkekurangan, MARI BERBAGI! Jangan tunggu kita berkecukupan untuk dapat menjadi saluran berkat bagi sesama.
Sumber: Muliady Wijaya, www.reginacaeli.org
1Raj 17:8 Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia:
1Raj 17:9 "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan."
1Raj 17:10 Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: "Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum."
1Raj 17:11 Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: "Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti."
1Raj 17:12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."
1Raj 17:13 Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu.
1Raj 17:14 Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi."
1Raj 17:15 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya.
1Raj 17:16 Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.
Perikop yang diangkat untuk mendalami sub tema ke-2 ini berkisah tentang Tuhan yang memerintahkan Elia untuk pergi ke Sarfat saat sungai Kerit kering. Di tempat itu, Tuhan telah mempersiapkan seorang janda untuk memberi nabi Elia makan.
Benar saja, di Sarfat Elia bertemu dengan seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu api. Elia meminta air kepada janda itu dan permintaan tersebut dituruti sang janda karena memang tidak ada kesulitan untuk mendapatkan air di situ. Namun, ketika Elia meminta roti, janda itu tak dapat memberikan karena ia hanya mempunyai segenggam tepung dan sedikit minyak untuk diolah menjadi sedikit roti bagi dirinya dan anaknya.
Lalu Elia meminta janda itu untuk tidak takut dan segera membuat sepotong roti kecil untuk terlebih dahulu diberikan kepada nabi Elia, baru kemudian bagi dirinya dan anaknya. Untuk itu, Elia meneguhkan dengan Firman Tuhan bahwa tepung dalam tempayan itu tak akan habis dan minyak pun tak kan berkurang. Luar biasa! Janda itu berbuat seperti yang diperintahkan Tuhan dan janji Tuhan menjadi kenyataan.
Percaya pada Firman Tuhan
Yang menggerakkan janda tersebut untuk berbagi roti kepada nabi Elia ialah sikap percayanya pada Firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Elia. Sikap seperti itu tentu saja didasari oleh keyakinan bahwa Tuhanlah pemilik dan penyelenggara kehidupan. Selain itu, sudah barang tentu di dalam hati janda itu sudah tertanam rasa belas kasih, sehingga menggerakkan hatinya untuk mau berbagi. Tanpa memiliki sikap percaya pada Firman Tuhan dan tanpa rasa belas kasih, sulit bagi seseorang untuk dapat menyerahkan miliknya sementara dirinya sendiri masih berkekurangan.
Bukankah kebanyakan manusia umumnya baru mau memberi jika ia merasa sudah berkecukupan ataupun berkelebihan? Sangat jarang manusia mau memberi jika yang ia punyai hanya cukup untuk kebutuhannya, apalagi kalau merasa berkekurangan. Tapi tidak demikian dengan janda itu. Sikap percayanya kepada janji Tuhan dan rasa belas kasihnya kepada orang lain telah mengalahkan segala kekuatirannya. Ya, ia mau berbagi dalam kekurangannya!
Jangan kuatir!
Yesus sendiri memuji sikap seorang janda miskin yang memberi dari kekurangannya (Mrk 12: 41-44). Yang dipuji oleh Yesus bukan besarnya jumlah uang yang dibagikan, tetapi kerelaan hati untuk berbagi di tengah kekurangan. Sikap seperti itu dapat muncul pastilah didasari oleh sikap yang percaya pada penyelenggaraan Allah, sikap yang tidak hanya dipenuhi oleh rasa kuatir bahwa dengan memberi dari kekurangan akan membuat hidup lebih susah.
Maka, perlulah kita berpegang pada kata-kata Yesus sendiri yang menegaskan supaya murid-murid-Nya jangan kuatir. “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (baca: Mat 6: 31-34).
Ingatlah peristiwa mukjizat penggandaan lima roti dan dua ikan. Meskipun yang ada cuma lima roti dan dua ikan, tetapi karena murid-murid mau berbagi, Yesus menggandakannya dan membuat orang banyak itu kenyang; dan setelah itu, ada sisa dua belas bakul (Mat 14: 13-21).
Ingatlah juga Simon yang tidak berhasil menangkap ikan semalam suntuk. Namun, karena mau membiarkan Yesus memakai perahunya, Simon mengalami mukjizat kelimpahan ikan karena Yesus tahu apa yang menjadi persoalan dan kebutuhannya saat itu (Luk 5: 1-11).
Jadi jelaslah, kita tak perlu menunggu berkelimpahan untuk dapat berbagi atau memberi. Ada sesuatu dalam diri kita yang dapat kita bagikan pada orang yang membutuhkan pertolongan. Dan orang-orang seperti itu ada di sekitar kita. Inilah KASIH yang nyata sesuai ajaran Yesus.
Maka, meskipun kita masih merasa berkekurangan, MARI BERBAGI! Jangan tunggu kita berkecukupan untuk dapat menjadi saluran berkat bagi sesama.
Sumber: Muliady Wijaya, www.reginacaeli.org