Hari Raya Kabar Sukacita
Allah menjelmakan Sabda-Nya di tengah-tengah manusia. Dia jugalah yang membuat kediaman yang pantas untuk Putera-Nya itu. Roh Kudus yang melakukan hal itu. Pewartaan Malaikat Tuhan dan kesediaan Santa Perawan menjadi puncak pelaksanaan karya agung ini.
Doa Renungan
Allah Bapa yang kekal dan kuasa, Engkau mengenal kami masing-masing dan selalu dekat dengan kami. Engkau menyatakan kehadiran-Mu kepada kami dalam diri Yesus Kristus. Bukalah hati kami dengan sabda-Mu agar kami dapat mengenal tanda-tanda yang Kaugunakan untuk menyatakan maksud-Mu. Bangkitkanlah kepercayaan kami kepada-Mu bahwa Engkaulah Allah yang beserta kami dalam diri Yesus Kristus, Sang Emanuel, Dialah Juruselamat terjanji, Tuhan kami, sekarang dan selama-lamanya. Amin.
Pembacaan dari Kitab Yesaya (7:10-14; 8:10)
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = f, 4/4, PS 850
Ref. Ya Tuhan, aku datang melakukan kehendak-Mu.
Ayat. (Mzm 40:7-8a.8b-9.10-17, Ul: 8a.9a)
3. Aku mengabarkan keadilan di tengah jemaat yang besar, bibirku tidak kutahan terkatup; Engkau tahu itu, ya Tuhan.
4. Keadilan-Mu tidaklah kusembunyikan dalam hatiku, kesetiaan dan keselamatan-Mu kubicarakan, kasih dan kebenaran-Mu tidak kudiamkan, tapi kuwartakan kepada jemaat yang besar.
Pembacaan dari Surat kepada orang Ibrani (10:4-10)
Saudara-saudara, tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa. Karena itu ketika Kristus masuk ke dunia, Ia berkata, “Kurban dan persembahan tidak Engkau kehendaki. Sebagai gantinya Engkau telah menyediakan tubuh bagiku. Kepada kurban bakaran dan kurban penghapus dosa Engkau juga tidak berkenan. Maka Aku berkata: Lihatlah, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allahku.” Jadi mula-mula Ia berkata, “Engkau tidak menghendaki kurban dan persembahan; Engkau tidak berkenan akan kurban bakaran dan kurban penghapus dosa – meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat. – “ Dan kemudian Ia berkata, “Lihat, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Jadi yang pertama telah Ia hapuskan untuk menegakkan yang kedua. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. (Yoh 1:14ab)
Firman telah menjadi manusia, dan diam di antara kita dan kita telah melihat kemuliaan-Nya.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (1:26-38)
"Engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
APA YANG TERJADI DI SANA?
Rekan-rekan yang budiman!
Dikisahkan dalam Luk 1:26-38 (Injil Hari Raya Kabar Sukacita) bagaimana malaikat Gabriel diutus ke sebuah kota kecil di Galilea - di sebelah utara Tanah Suci - kepada Maria yang diperkenalkan dalam Injil sebagai "perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud". Setelah mengucapkan salam damai, Gabriel memberitakan bahwa seorang anak lelaki akan lahir dari Maria, dan hendaknya ia dinamai Yesus. Ia akan menjadi besar dan dinamakan Anak Allah Yang Maha Tinggi dan akan dikaruniai kekuasaan tanpa akhir. Bagaimana ini mungkin, ia kan belum bersuami? Tak ada yang mustahil bagi Allah, Gabriel menjelaskan, Elisabet yang sudah lanjut usia pun kini sudah enam bulan mengandung. Yang terjadi sekarang lebih besar. Anak yang akan dilahirkan Maria itu akan disebut kudus, Anak Allah, karena Maria akan dinaungi kuasa Allah dan Roh Kudus akan turun ke atas dirinya.
SAAT-SAAT YANG MENENTUKAN
Marilah sejenak berhenti pada ay. 27 sebelum mendengarkan jawaban Maria nanti. Dapat kita rasa-rasakan, inilah saat-saat yang paling menegangkan dalam seluruh peristiwa itu. Memang kita tahu apa jawaban Maria. Juga orang dulu sudah tahu. Ia mengucapkan kesediaannya dengan tulus (Luk 1:38 "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."). Tapi marilah bayangkan, apa yang bisa terjadi seandainya malaikat Gabriel datang ke pada orang lain? Atau, bagaimana seandainya jawaban Maria bukan seperti itu? Tentu kelanjutan kisah ini amat berbeda. Tetapi juga tak akan ada cerita kunjungan Gabriel, dan Injil pun takkan pernah ditulis. Seluruh warta Injili yang kita kenal sekarang sebenarnya berawal sebagai kelanjutan kisah ini. Bahkan sejarah kemanusiaan setelah itu akan amat berbeda. Memang semua "andaikata" di atas itu tidak ada dasarnya samasekali. Tetapi cara itu membantu untuk menyadari bahwa yang terjadi di Nazaret dua ribu tahun silam itu bukan perkara yang biasa-biasa saja. Dari saat itu kemanusiaan mengambil arah baru sampai ke zaman ini. Juga Yang Ilahi masuk ke dalam kemanusiaan dan belajar merasakan apa itu menderita, apa itu bergembira, apa itu bergaul dengan orang lain, apa itu "dulu", "kini" dan "nanti", pendek kata, bisa menyelami bagaimana hidup sebagai manusia yang katanya semula diciptakanNya sebagai gambar dan rupaNya. Kalau gambar ini belum sepenuhnya cocok, kini Ia boleh mencoba memperbaikinya sendiri dan bukan asal menuntut. Dan semua ini karena seorang gadis di Nazaret itu? Mari kita lihat dari dekat siapa Maria dalam kisah Lukas ini.
MARIA
Mengapa Lukas menyebutkan dengan lengkap bahwa malaikat Gabriel datang kepada "seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud. Nama perawan itu Maria." (ay. 27)? Boleh jadi ia merasa perlu menampilkan profil Maria sebagai tunangan Yusuf, orang keturunan Daud. Dengan demikian bagi pembaca zaman dulu jelas bahwa berkat kedua orang itulah nanti Yesus menjadi keturunan Daud dan dengan demikian memang berhak mendapat kepenuhan janji Tuhan kepada nenek moyang dahulu. Hal ini akan ditegaskan kembali dalam silsilah Yesus, lihat Luk 3:23-38, khususnya ay. 31. Dengan menyebut Maria dalam kedudukan ini, Lukas ingin mengajak pembaca melihat bahwa Gabriel memang diutus mendatangi seorang yang memungkinkan Yesus nanti lahir dalam garis keturunan Daud. Ini yang pokok.
Maria kemudian berkata, bagaimana mungkin ini terjadi, karena ia "belum bersuami" (ay. 34). Tidak usah kita sangkal bahwa waktu itu Maria memang masih berpikir dalam ukuran-ukuran yang tidak dipakai Gabriel, atau lebih tepat, oleh Dia yang mengutusnya. Dan Gabriel pun akan meluruskan pemikiran Maria. Keterbukaan Maria untuk menerima penjelasan, itulah yang menjadi kekuatannya. Bukan kesediaan buta mengatakan aku ini cuma hamba dan menurut saja. Bila hanya itu maka pernyataan dalam ay. 38 tidak akan bertahan lama. Tak bakal Maria berani menyimpan dalam hati kata-kata Simeon (Luk 2:35) nanti mengenai pedang yang akan menembus dirinya sendiri ("jiwamu") sendiri "supaya nyata pikiran hati orang banyak." Maksudnya, Maria akan memperoleh pemahaman batin yang mendalam - bagai ditembus pedang - juga dengan rasa nyeri dan dengan demikian bisa memahami pula pemikiran orang banyak. Tentunya bukan untuk asal mengetahui, melainkan membantu sebisanya. Selanjutnya, bila kesediaan Maria itu hanya sebatas antusiasme sesaat saja, ia takkan dapat menimbang-nimbang terus apa maksud kata-kata Yesus kecil yang diketemukan kembali di Bait Allah (Luk 2:51). Di situ Yesus berkata, "...bukankah ia harus berada dalam rumah Bapaku?", maksudnya, memikirkan urusan Allah yang semakin bisa dialami sebagai Bapa itu. Memang arti kata-kata itu masih gelap. Tetapi Maria tetap menyimpannya dalam hati, memikir-mikirkan, tidak mendiamkannya begitu saja. Jawaban dalam Luk 1:38 itu dalam bahasa sekarang akan disebut komitmen terhadap Allah. Ikut mengusahakan agar yang dikerjakanNya bisa berhasil. Dan dalam pandangan penginjil, ini dijalankannya dengan menerima kehadiran Roh Kudus di dalam dirinya. Kehadiran itu nanti mengambil ujud sebagai anak yang namanya sudah diberikan dari atas, seperti dikatakan Gabriel (ay. 31), yakni Yesus, harfiahnya "Tuhan itu jaya", pertanda ia menjadi penyelamat.
KEJUTAN
Siapa yang tidak terkejut bila tiba-tiba didatangi malaikat? Dan bukan sebarang malaikat, melainkan Gabriel - pembawa berita ilahi yang namanya saja sudah menggetarkan: "Allah itu Perkasa". Imam yang bukan sebarangan imam seperti Zakharia tak terkecuali. Dan itu terjadi di Bait Allah, tempat yang paling wajar bagi malaikat menampakkan diri dan menyampaikan berita dari atas sana. Dan toh pengalaman ini mengejutkan baginya. Lebih lanjut seperti diceritakan Lukas, Zakharia "...terkejut dan menjadi takut" (Luk 1:12). Bagaimana dengan Maria? Ia juga terkejut. Lukas mencatat bahwa setelah mendengar salam damai dari Gabriel, "Maria terkejut ... , lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu." Tidak sama dengan Zakharia, yang ketika terkejut malah melingkar ketakutan dan hanya melihat kesulitan belaka. Kali ini Gabriel berhadapan dengan seorang gadis yang meskipun terguncang batinnya tetap berpijak di bumi dengan dua kaki. Ia berani bertanya pada diri sendiri, memikirkan apa gerangan yang hendak disampaikan malaikat Allah Perkasa - Gabriel - yang menggetarkan itu? Dan kita patut berterima kasih kepada Lukas yang menjajarkan dua reaksi yang berbeda itu dalam bentuk kisah dan membantu kita semakin mengerti apa yang sebetulnya terjadi. Terkejut memang bagian dari diri kita, tetapi tak usah kita biarkan menjadi rasa takut. Lebih positif bila diolah menjadi pemikiran proaktif, seperti gadis pemberani dari Nazaret itu.
Maria mulai memikirkan dan mencari makna kata-kata sang malaikat. Dan kita tahu kehidupannya memang kehidupan menemukan arti salam damai Gabriel kepadanya sekalipun tak selalu gampang jalannya bahkan ada banyak penderitaan. Dan kemauannya memahami kedatangan Yang Ilahi kepadanya itu menjadi kekuatannya. Boleh kita bayangkan bahwa Yesus nanti akan banyak belajar dari seorang ibu seperti itu. Dengan caranya yang khas dan halus Lukas juga menyebutkannya. Setelah mengatakan bahwa Yesus tetap hidup dalam asuhan orang tuanya dikatakannya (Luk 2: 52) bahwa Yesus - yang waktu itu berumur 12 tahun - "makin dewasa dan bertambah hikmatnya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia".
WARTA
Kepada Maria malaikat Gabriel berkata "Jangan takut...". Kata-kata ini juga pernah ditujukannya bagi Zakharia. Tapi kepadanya ditambahkan, "sebab doamu telah dikabulkan" (Luk 1:13; tentunya keinginan Zakharia mendapat keturunan). Tetapi kepada Maria dijelaskan, "sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah." Gabriel mengajar Maria agar semakin berani hidup menurut jalan yang tak tersangka-sangka tapi bukan asal-asalan. Dengan demikian Maria akan menemukan anugerah "yang ada di hadapan Allah", yakni pemberian yang diperhatikan Allah sendiri, yang menjadi kesayangan-Nya sendiri. Seakan-akan belum cukup. Gabriel menambahkan bahwa wujudnya ialah anak lelaki dan yang namanya sudah ditentukan dari sana, yakni Yesus. Kini semua jadi lebih jelas. Karena berada di hadapan Allah, maka sang anugerah itu juga akan menjadi besar dan dikenal sebagai Anak Allah Yang Maha Tinggi, artinya orang yang amat dekat denganNya. Gabriel, kendati penampakannya yang menggentarkan, ialah kekuatan yang dapat membimbing di jalan kehidupan. Sejak saat itu Maria hidup menyongsong kelahiran Dia yang bakal datang dalam ujud manusia. Maria adalah "adven" yang hidup.
Uraian Lukas mengenai kedatangan Gabriel kepada Maria bisa dipakai untuk membaca kembali pengalaman hidup kita masing-masing. Kehadiran yang sering membuat terkejut itu juga dapat membuat kita makin menyadari dan mendekat kepada Yang Ilahi sendiri - tentunya bila kita mau mencari tahu dan menyelami artinya. Seperti Maria.
Salam hangat,
A. Gianto.
DARI BACAAN PERTAMA
Rekan-rekan,
[Berikut ini saya teruskan tulisan seorang kenalan lama - semoga berguna, A.G.] Pembaca bisa jadi heran kok orang dari Perjanjian Lama ikut-ikutan mengisi milis Internosnya para Romo Yesuit abad-21 ini. Jangan dikira kami dari dunia lama terkurung dalam waktu lampau dan terpisah di tempat yang jauh. Kalian kan punya naskah dari zaman kami yang bahkan terbaca dalam bahasa kalian. Dan kalau terampil, kalian tentu bisa berinteraksi dengan kami lewat jalur-jalur yang bisa kita bangun bersama. Kalian toh juga ada ekseget yang bisa memendekkan jarak dari situ ke sini kan? Malah saya diminta oleh Gus agar menerangkan sendiri episode "Imanuel" dalam Yes 7:1-14. Katanya dia hanya akan menerangkan Mat 1:18-24 yang menggemakan episode itu.
Begini duduk perkaranya. Waktu itu, abad 8 seb. Masehi, saya tinggal di Yerusalem, jadi penasihat raja untuk urusan kehidupan politik dan agama. Tak usah heran, saya teolog, tapi juga paham masalah-masalah hubungan internasional. Dan spesialisasi saya justru berteologi mengenai hubungan internasional. Apa ada teolog zaman kalian yang juga berminat ke situ? Eh, dengar-dengar belakangan ini beberapa Romo Yesuit kalian gemar berteologi mengenai agama-agama, khususnya agama kalian di hadapan agama orang lain ya? Apa tidak juga suka melancarkan teologi mengenai masyarakat luas, mengenai, eh, global warming, atau mengenai suasana geopolitik. Perkara-perkara itu kan keprihatinan semua orang, bukan kelompok kalian sendiri. Dulu di Yerusalem saya bicara mengenai perkara yang relevan bagi semua, bukan kelompok kami saja. Begitu maka bisa jadi bahan pembicaraan rasional dengan pihak-pihak lain.
Ada beberapa orang seperti saya di kalangan istana di Yerusalem. Kami mencoba mendampingi para pemimpin negara dengan pemikiran teologis kami. Waktu itu sedang ada krisis. Terasa ancaman kekuatan militer Asiria dari utara. Kerajaan utara - ibukotanya Samaria - sudah menjadi wilayah pengaruh adikuasa mereka, dengan maksud menyetop pengaruh negara kuat lain, yakni Mesir. Karena itulah penguasa negeri utara, waktu itu raja Pekah (737-732) bersekutu dengan penguasa bangsa Aram di Damaskus, namanya Rezin. Mereka berdua bermaksud mengajak raja di Yehuda di Yerusalem, waktu itu Yotam (742-735) dan anaknya Ahaz (735-715) untuk ikut serta. Tapi kerajaan kami di selatan tidak mau. Hal ini membuat Pekah dan Rezin membuat rencana menyerang Yerusalem ketika Ahaz baru setahun jadi raja. Bila berhasil, mereka akan menurunkan Ahaz dan menggatikannya dengan si Tabeel yang bersimpati pada orang Aram. Kekuatan gabungan Pekah dan Rezin itu besar dan membuat keder Ahaz. Ini semua ada dalam Yes 7:1-9 yang mendahului petikan yang kalian dengarkan kali ini. Nah dalam keadaan gawat seperti ini, Ahaz jadi keruh pikirannya, ciut hatinya. Ia tubruk sana tabrak sini. Saya mencoba menenangkannya dan mengajaknya memeriksa alternatif-alternatif sambil berpikir ke depan dan memilih tindakan yang paling bagus. Kita musti tenang khususya dalam saat-saat gawat. Ahaz ada maksud mengirim utusan minta balabantuan dari raja Asiria yang sudah mengancam kerajaan utara dan Aram. Alternatif ini memang akan menyelamatkan Yerusalem dari kepungan dua musuh dekat itu. Tapi akibatnya mesti dibayar mahal. Ini berarti mendekatkan pasukan Asiria di gerbang Yerusalem dan dengan cepat nanti mereka akan menelan kami. Ini tidak bijaksana.
Pendapat saya lain. Pasti Asiria tak tinggal diam melihat persekutuan Pekah dan Rezin. Cepat atau lambat pasukan Asiria akan menumpas mereka. Asiria juga tak suka melihat mereka nanti dapat sekutu baru bila mereka menguasai Yerusalem seperti dikawatirkan Ahaz. Maka saya nasihati dia supaya tenang-tenang saja. Malah saya minta Ahaz agar ingat kepada Yang Mahakuasa yang bakal menyelamatkan kota suciNya ini.
Ahaz itu raja yang lemah, kurang berwawasan luas dan membiarkan diri dihantui waswas. Ia mestinya belajar dari sejarah dan lebih mendengarkan kami para penasihatnya. Ia sebetulnya tahu bahwa Tuhan akan membela Yerusalem dengan caraNya sendiri. Yang perlu ialah membuat strategi atas dasar keyakinan ini. Itu keyakinan orang banyak. Dan bila Ahaz memanfaatkannya, ia pasti akan mendapat dukungan rakyat. Tapi sayang ia ragu-ragu. Ia sudah kehabisan akal. Ia berpikir untuk apa pakai alasan teologis untuk urusan militer dan politik. Benar begitu. Tapi ia kan pemimpin. Tak boleh ia memperlihatkan kelemahan. Ia mestinya membangkitkan semangat orang banyak. Inilah yang kucoba agar disadarinya. Kusampaikan kepadanya, kalau ia tak mau "meminta pertanda" dari Tuhan - ini ungkapan yang berarti mengajak rakyat melihat bahwa Tuhan tetap ada di pihak kita, maka Ia sendirilah yang akan memberikan pertanda - Ia sendiri akan membuat rakyat dan orang banyak tahu bahwa Tuhan tetap ada di pihak kita! Amat saya upayakan agar Ahaz mengerti. Pemimpin mesti berpolitik juga dengan kepercayaan, dengan bijaksana, demi ketenangan umum dan inilah kekuatannya. Ini juga kekuatan moral Yerusalem. Tetapi ah, Ahaz, ia tak berhati baja dan tidak encer pemikirannya. Ia mau bersembunyi di balik sikap seakan-akan tak mau menguji kesetiaan Tuhan. Huh, Ahaz tak punya nyali kepemimpinan. Munafik suci-sucian. Orang yang begitu itu biasanya malah bikin kesalahan lebih besar. Lihat, ia malah nekat minta mengirim utusan minta bantuan raja Asiria. Inilah latar yang membuatku menyampaikan nubuat yang kemudian kalian kenal juga: "Sesungguhnya seorang perempuan muda akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan dia Imanuel..." (Yes 7:14).
Tentunya tidak langsung jelas siapa anak yang sedang yang dibicarakan. Juga rada gelap kan siapa itu perempuan muda tadi. Baiklah saya beri gambaran lebih luas. Begini, dalam segala urusan ini hendaknya kalian jangan terpancang pada keinginan menemukan "rujukannya". Tak usah menghabiskan tenaga mencari-cari siapa yang dimaksud. Ini kan bahasa nubuat kami para nabi zaman dulu. Dan nubuat memakai bahasa "sejarah", seakan-akan bicara tentang peristiwa yang bakal terjadi, tetapi maksud sesungguhnya ialah menguatkan hati orang dan menumbuhkan harapan. Nubuat itu kusampaikan karena diberikan oleh Yang Maha Kuasa sendiri. Ada wibawanya. Orang sebaiknya menerimanya dengan tulus ikhlas. Baru begitu bisa lega dan berpikir jernih. Ahaz tidak begitu. Sayang! Ia sebenarnya tidak bisa mempercayai kekuatan yang ada di kalangan rakyat Yerusalem dan Yehuda sendiri, yakni kepercayaan mereka akan lindungan Tuhan! Inilah yang sebenarnya dimaksud dalam urusan ini. Bagi kami Yang Maha Kuasa ialah Tuhan kita yang menghidupi umat, melindungi rakyat, serta tidak melupakan orang-orang yang menyembah-Nya. Maka mempercayai Dia ialah menaruh kepercayaan pada umat-Nya, pada kekuatan yang ada di dalamnya. Tapi Ahaz, ah ia malah menyandarkan diri pada tentara Asiria. Ia buta akan potensi di kalangan umat, ia tuli akan Dia yang ada bersama umat-Nya!
Ungkapan "mengandung dan akan melahirkan" itu ialah cara mengatakan kekuatan yang akan jadi nyata. Imanuel yang dikandung dan akan lahir itu ialah kekuatan yang sungguh ada di dalam umat. Kalian tentu bisa mengerti. Dan "perempuan muda", ah, ini cara untuk mengatakan siapa saja yang bisa membiarkan kekuatan dari atas tadi menjadi kenyataan di bumi. Kata Ibrani yang kupakai, 'almah, artinya anak dara yang secara fisik sudah bisa nikah dan mengandung. Kata itu kupakai untuk menyebut siapa saja yang mulai bisa mengandung dan melahirkan. Separo dari kemanusiaan begitu kan? Ini sumber kekuatan yang nyata-nyata ada. Dan yang bakal lahir daripadanya akan dinamakan, Ibraninya, Immanuel, artinya El, yakni Allah, bersama kita, 'imma-nu. Kekuatan ilahi yang bisa mengujud dalam kemanusiaan itu akan menyertai kita. Ini pernyataan kepercayaan yang amat dasar. Apa saya nanti yang kalian sebut tentang Dia tak akan berarti bila tidak didasarkan pada kepercayaan bahwa Ia ada menyertai kita-kita manusia. Begitu kan?
Barusan Gus cerita ke sini, bahwa di kalangan kalian ada penerapan turun temurun oleh seorang teolog Perjanjian Baru, namanya Matt, bahwa perempuan muda yang dimaksud ialah seorang perawan di Nazaret yang akan melahirkan kenyataan "Allah ada menyertai kita" itu dalam ujud tokoh Yesus yang kalian ikuti dan percayai sebagai Kristus itu. Senang mendengar penerapan seperti ini. Nubuat yang disampaikan ke Ahaz itu memang mesti diterapkan dalam kehidupan. Yang penting kalian orang percaya bisa menemukan kesungguhan apa itu "Allah menyertai kita". Tanpa itu seperti saya katakan tadi, pernyataan-pernyataan kepercayaan tak ada kekuatannya. Dan kekuatan yang dimaksud ialah berharap.
Salam dari
Y.S.Aya