| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Kebijaksanaan anak-anak Allah

Dalam suatu pertemuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, tidak jarang kita berdebat dan berdiskusi untuk menyampaikan alasan yang sebenarnya dan yang bisa dimengerti serta bisa diterima. Bisa terjadi semuanya merasa benar atau merasa dan tidak bisa mengelak lagi untuk menerima kenyataan yang ada. Kalau sudah mentok kemudian seseorang akan memohon untuk diberikan kebijaksanaan “mohon kebijaksanaan bapak atau ibu”. Dalam kaitan itu yang dimaksudkan agar diberi kemurahan, jangan dibebani dengan beban yang berat, melainkan diringankan dari beban yang harus ditanggung.

Menurut Kitab Kebijaksanaan, kebijaksanaan sendiri terletak di dalam akal budi manusia, suatu sikap dan cara yang membebaskan orang dari kesusahan, dari penderitaan, atau kebijaksanaan memberi pengertian yang sempurna menuju kebahagiaan. Menurut Tuhan Yesus, kebijaksanaan terdapat dalam pola pikir sedemikian rupa sehingga akan membawa dirinya kepada pembebasan diri. Kebijaksanaan sebagai cahaya dari keagungan dan kemurahan Allah, kebijaksanaan menuntun kepada kebahagiaan, kepada sukacita, kepada perjumpaan yang menyenangkan dan membahagiakan; kebijaksanaan berarti mengarahkan pikiran dan hati untuk menghindari atau meminimalisir kegagalan, menghindari penderitaan, menghindari hukuman. Kebijaksanaan mengarahkan pandangan ke depan (futuristik), parausia, kebahagiaan yang masih akan di capai di kemudian hari sesudah mengarahkan sikapnya sedemikian rupa kepada pikiran dan padangan yang terdapat dalan Kristus Yesus.

Perumpamaan Yesus sangat jelas, bahwa demi kebahagiaan yang akan di peroleh yang jarang dan langka itu maka gadis yang bijaksana, menyiapkan segala sesuatu supaya kebahagiaan yang diharapkan terjadi. Kebahagiaan yang diharapkan ialah bertemu dengan mempelai, dan kemudian bersama mempelai bisa masuk ruang pesta perjamuan, bisa bergembira bersama semua orang yang diundang untuk berperta dan bergembira. Supaya dia menjadi salah satu peserta yang bisa masuk. Maka mereka menyiapkan diri dengan segala kemungkinan yang paling buruk yaitu seandainya mempelai datang terlambat. Resiko pertama mereka akan kekurangan minyak. Kalau sampai kehabisan minyak mereka akan malu, bahkan bisa jadi dimarahi atau tidak diijinkan ikut masuk. Mereka harus mencari minyak dulu dengan resiko lebih jauh mereka ketinggalan dan tidak bisa masuk lagi ke dalam pesta perjamuan. Mereka yang bodoh yang tidak dengan persiapan yang cukup mereka akan gagal bergabung untuk berbahagia dalam pesta, sementara yang bijaksana mereka siap semuanya termasuk menyediakan minyak cadangan yang diperlukan.

Ketidaksiapan dalam menyediakan lampu yang memadai saja akan memungkinkan membawa bencana, bahwa kegelapan dengan tidak tersedianya lampu yang cukup, bisa mengakibatkan mempelainya jatuh sehingga bisa fatal patah tulang, bisa lebih fatal lagi sampai gegar otak dan mati, atau pakaian pengantinya menjadi kotor yang mencederai pesta atau kebahagiaan yang sudah disediakan atau disiapkan. Kebijaksanaan menuntut ketelitian, kejelian kesiapsediaan, ketersediaan bahkan harus memberikan persediaan lebih dalam, kemungkinan yang terburuk sekalipun harus mampu tetap tersedia fasilitas yang paling pokok untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan itu.

Kebijaksanaan, tidak mentolerir; kebodohan, kemalasan, kecerobohan, ketidak telitian, masa bodoh, yang akan mencederai kebahagiaan yang semestinya diraih. Oleh karena itu, siap siaga dan berjaga dari segala kemungkinan itu menjadi sangat penting untuk bisa lepas bebas dari rasa malu, gagal, ditolak, dicaci maki dan disingkirkan.

Sebagai murid yang bijaksana, kita diharapkan selalu siap siaga dan berjaga serta tidak lengah menyiapkan masa depan kita untuk bersama mempelai agung Tuhan Yesus dalam perjamuan surga kelak. Siapkah anda menyongsong Tuhan?

Selamat merenungkan

Pastor Antonius Sumardi, SCJ

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy