Homili Hari Raya Natal (Rm Agus Widodo, Pr)

Saudari dan saudaraku yang terkasih dalam Kristus,

Setiap tahun, kita selalu merayakan Natal. Mungkin, ada di antara Anda yang sudah merayakan natal lebih dari 50x karena Anda menjadi Katolik sudah 50 tahun lebih dan setiap natal pasti merayakannya. Saya sendiri, merayakan natal belum ada 30x dan memimpin Misa Malam Natal baru 3x. Pertanyaan saya: Anda bosan tidak merayakan Natal setiap tahun? ……. Pasti tidak. Mengapa? Karena Natal adalah kesempatan yang istimewa. Begitu istimewanya, beberapa orang yang jarang ke Gereja pun, selalu menyempatkan diri untuk mengikuti Misa Natal. Maka, kalau Minggu biasa, Gereja tidak pernah penuh tetapi setiap kali Natal (dan Paskah) selalu penuh, bahkan mbludag.

Sekarang, pertanyaan saya kembangkan: apa sih istimewanya Natal sampai-sampai kita rela mengurbankan banyak hal untuk merayakannya? Natal adalah peristiwa lahir dan hadir-Nya Yesus, Sang Putera Allah, ke dalam dunia, sekitar 2000 tahun silam. Pada waktu itu, Ia sungguh-sungguh lahir secara historis. Hal ini dibuktikan dengan data-data sejarah, termasuk yang disampaikan oleh Lukas dalam Injil (Luk 2:1-14). Pemerintahan kaisar Augustus, peristiwa sensus di Betlehem dan pemerintahan Kirenius sebagai wali negeri adalah data-data sejarah. Artinya, kehadiran Yesus sungguh-sungguh terjadi dalam ruang dan waktu, bukan hanya dongeng atau rekaan semata. Bukankah ini istimewa karena dalam diri Yesus Kristus, Putera-Nya, Allah berkenan hadir dan tinggal di tengah-tengah kita secara nyata?

Keistimewaan itu semakin bertambah ketika kita menyadari untuk apa Yesus hadir dan tinggal di tengah-tengah kita? Untuk apa “seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera diberikan untuk kita?” (Yes 9:5). Dia hadir di tengah-tengah kita untuk menganugerahkan damai sejahtera sehingga, “damai sejahtera tidak akan berkesudahan … karena ia mendasarkan dan mengokohkan dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (Yes 9:6). Natal adalah perayaan hadirnya Sang Raja Damai. Ia datang tidak untuk menghukum dan membinasakan kita, orang-orang berdosa yang seharusnya memang dihukum dan dibinasakan, tetapi untuk memperdamaikan kita dengan Allah. Itulah makanya, St. Paulus mengatakan, “sudah nyatalah kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia” (Tit 2:11). Bukankah ini istimewa, kalau Putera Allah hadir dan tinggal di tengah-tengah kita untuk memberikan damai sejahtera dan menyelamatkan kita?

Dan yang paling istimewa adalah peristiwa hadirnya Yesus itu terjadi pada hari ini. “Hari ini, telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan” (Luk 2:11). Jadi, Yesus hadir dan tinggal di tengah-tengah umat-Nya tidak hanya 2000 tahun silam tetapi juga hari ini dan di sini, tidak hanya di dalam gereja ini atau di gua natal di samping itu tetapi di hati kita masing-masing. Istimewa bukan?

Hati adalah simbol pusat pikiran, perasaan dan rohani manusia. Maka hati juga merupakan pusat hidup dan tindakan kita. Di dalam hati pula, kita bertemu dan berbicara dengan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan yang mulia namun juga memiliki banyak kelemahan dan kerapuhan, dalam hati kita selalu bercampur antara kebaikan dan kejahatan, antara berkat dan dosa. Kadangkala hati kita baik sehingga menghasilkan kata-kata, sikap dan tindakan yang baik. Namun, tidak jarang hati kita jahat sehingga menghasilkan kata-kata, sikap dan tindakan yang jahat pula. Nah, dalam suasana hati kita yang demikian itulah Tuhan Yesus berkenan hadir dan tinggal. Oleh karena itu, kehadiran Yesus di dalam hati kita digambarkan dengan kelahiran-Nya dalam palungan.

Hati, sebagai pusat hidup kita selalu berubah, selalu baru. Selama kita hidup, kita selalu bergerak dan berubah, tidak pernah diam dan tetap. Maka, suasana hati kita pun juga selalu baru dan berubah seiring dengan peristiwa dan pengalaman yang terjadi dalam hidup kita. Natal tahun ini, usia kita sudah bertambah satu tahun dari natal tahun lalu. Natal tahun lalu masih kita rayakan dengan suami atau istri tercinta tetapi natal tahun ini suami/istri sudah natalan di surga. Natal tahun lalu anak tidak ada yang pulang, sekarang pulang semua; atau sebaliknya. Natal tahun lalu, belum dianugerahi anak, sekarang sudah. Natal tahun lalu dirayakan bersama pacar tercinta, sekarang bersama mantan pacar alias suami atau istri tecinta. Natal tahun lalu ikut misa natal di Gereja …, dipimpin oleh Romo …, sekarang …. Dan sebagainya … dan sebagainya.

Begitulah, hidup kita selalu bergerak dan berubah. Suasana hati kita juga selalu berubah. Namun, dalam situasi apa pun, natal tetap bermakna. Sebab, dengan merayakan natal berarti kita merayakan dan mesyukuri kehadiran dan penyertaan Tuhan “hari ini” dan “setiap hari” dalam peristiwa apapun, di mana pun kita berada dan bersama siapa pun kita merayakannya. Dan, apa pun situasi hidup dan hati kita, kehadiran Yesus membawa misi yang sama, yaitu keselamatan dan damai sejahtera bagi semua orang.

Itulah keistimewan-keistimewaan natal yang luar biasa kalau kita bisa menghayatinya dengan sungguh-sungguh. Untuk itu, agar natal ini sungguh menjadi istimewa, tidak sekedar rutinitas: pergi ke gereja dengan baju baru, sepatu baru, gigi palsu baru, dengan rambut yang disemir warna-warni, habis misa salam-salaman mengucapkan selamat natal, pulang ke rumah, pesta atau makan-makan, tukar-menukar kado, ngantuk, tidur … lalu selesai ….

Marilah kita hayati betul-betul bahwa natal sebagai perayaan kelahiran Yesus dalam hati kita ini sungguh merupakan kasih karunia. “Kasih karunia itu mendidik kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi, dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadah, di dunia sekarang ini, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia, dan penyataan kemuliaan Allah yang mahabesar dan Penyelamat kita Yesus Kristus.” (Tit 1:12-13).

Marilah, Tuhan Yesus Kristus yang hadir dan tinggal di dalam hati kita, kita beri kesempatan untuk mendidik kita agar kita dapat meninggalkan kejahatan dan keinginan-keinginan duniawi yang membuat kita jatuh dalam dosa. Kita persilakan Tuhan Yesus menerangi hidup kita agar kita menjadi bijaksana, setia mengusahakan keadilan dan semakin tekun beribadah. Menjadi bijaksana berarti, kita – dengan diterangi oleh Tuhan – mampu membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk; serta selalu memilih untuk memikirkan dan melakukan yang baik dan benar, yaitu cinta kasih, damai sejahtera, keadilan dan kerukunan dengan semua orang tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, status sosial, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, natal ini akan menjadi sungguh-sungguh istimewa karena kita memiliki hati yang baru. Hati yang senantiasa terbuka untuk menjadi palungan tempat Tuhan hadir dan tinggal. Hati yang senantiasa dibimbing dan diterangi oleh Tuhan sendiri sehingga kita menjadi bijaksana: semakin terampil menghindari kejahatan; hanya memikirkan, memilih dan melakukan yang baik dan benar; serta semakin tekun beribadah.


Rm Agus Widodo, Pr. Rata Penuh

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy