Sharing Pelayanan
Pastor Felix Supranto, SSCC
Malam Natal yang berbeda. Aku bersama dengan Frater Rafael, Frater Rusdy, dan empat kawanku dengan antusias melangkah menuju sebuah tempat yang sederhana. Perjalanan dua jam tidak terasa melelahkan karena sejarah iman akan terukir di sana. Malam Natal pertama kalinya dirayakan di sana. Perayaan Natal dilaksanakan di bawah tenda yang di pasang di sebuah jalan yang tak rata. Kelahiran Yesus di kandang bukan sekedar kenangan, tetapi sungguh terwujud dalam kesederhanaan. Kesederhaan membuat pembaharuan kaulku dan Frater Rusdy, yaitu kaul kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan di malam Natal menjadi lebih bermakna.
Ketiga kaul itu ternyata terwujud dalam kehidupan seorang ibu yang membawa anaknya yang menderita down syndrome (kekurangan mental) ikut Misa malam. Ibu itu hidup dalam kemurnian hati, kemiskinan, dan ketaatan kepada Tuhan sehingga mengandalkan Dia dalam segala hal. Ibu itu memeluk anaknya yang berumur dua puluh tujuh tahun, tanpa malu sedikitpun. Anaknya itu merupakan hasil permohonannya kepada Tuhan selama lima tahun. Ia sempat tersentak dengan kelahiran anak satu-satunya yang menderita kekurangan mental. Anaknya yang kekurangan mental itu tentu memerlukan banyak biaya dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Suaminya hanyalah seorang buruh pabrik dan ia sendiri bekerja sebagai tukang cuci pakaian para pekerja yang kost di sekitar rumahnya. Menurut ukuran manusia, ia tidak mungkin menghidupi anaknya itu. Ia tiba-tiba merasakan ada sebuah tangan yang membimbingnya untuk berdoa: “Tuhan, Engkau menitipkan anak-Mu ini kepadaku. Engkau pasti memenuhi kebutuhannya dengan cara-Mu sendiri. Aku taat kepada perintah-Mu”. Sejak kelahiran anaknya yang cacat itu, gaji suaminya naik seratus persen dan hasil dari cucian mencapai tiga kali lipat. Ia pun memasukkan anaknya ke asrama di sekolah luar biasa agar ia mampu mandiri dalam mengurus dirinya sendiri.
Satu bulan sebelum Natal, ia mengambil anaknya itu dari asrama karena ia akan mengurusnya sendiri. Setelah satu minggu anaknya hadir di dalam keluarganya, suaminya mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena perusahaan tempatnya bekerja baru saja bangkrut. Ia tidak menganggapnya sebagai sebuah kutukan, tetapi Tuhan menghendaki suaminya saat ini mempunyai waktu untuk anaknya yang memerlukan perhatian khusus. Tak terduga anaknya yang cacat itu memberikan kejutan yang tak pernah akan terlupakan pada pagi hari menjelang malam Natal. Ia memberikan kepadanya sebuah tas kecil yang dibuatnya sendiri dari kardus bekas tempat nasi bungkus sebagai hadiah Natal dengan tulisan cakar ayam: “Bu, aku cinta padamu”. Hatinya begitu trenyuh sehingga ia tak mampu membendung deraian air matanya: “Tuhan, terimakasih karena Engkau telah memberikan kepadaku seorang anak yang sangat mencintai aku. Engkau lahir sebagai bayi yang diletakkan dalam sebuah palungan yang merupakan lambang dari kekurangan. Engkaupun datang ke dunia dan tinggal dalam diri anakku yang cacat ini. Di dalam kekurangannya, anakku mampu menjadi terang dengan mengasihi secara sempurna”.
Ibu tersebut telah menemukan Tuhan Yesus dalam diri anaknya yang kekurangan dalam mental dan menyembah-Nya dengan mengasihinya sebagai persembahan bagi-Nya seperti tiga orang majus yang membawa emas, dupa, dan mur. Emas melambangkan Yesus sebagai Raja, dupa menunjuk pada matabat ilahi-Nya, dan mur menghubungkan pada wafat-Nya nanti. Tuhan Yesus senantisasa menampakkan diri, tetapi banyak anak Tuhan tidak mampu melihat bintang/bimbingan Tuhan karena disilaukan dengan berbagai kesenangan daging sehingga tidak ada ruangan bagi Mesias. Pembenaran diri bisa menjadi balok yang menutup hati terhadap kehadiran Sang Ilahi. Karena alasan ekonomi, maka kerja tanpa mengenal waktu sehingga lupa anak dan istri. Katanya lelah melayani sana-sini sehingga memancing berhari-hari sebagai sarana untuk mengurangi beban hati, padahal banyak orang mati tanpa minyak suci. Lapangkan hati sehingga bimbingan Tuhan untuk menemukan Sang Mesias semakin terang. Ketika tanda kehadiran Tuhan mulai tampak, jangan banyak berdiskusi atau mengkritik, tetapi bergegaslah berlari menuju gua yang sunyi sebagai lambang orang yang membutuhkan kasih. Mari, membuka kado natal, yaitu Yesus sendiri yang hadir dalam orang-orang yang memerlukan kasih. Yesus datang tidak untuk dikasihani, tetapi ingin memberkati. “Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu. Jejakmu mengeluarkan lemak” (Mazmur 65:12). Tuhan memberkati.
Pastor Felix Supranto, SSCC
Malam Natal yang berbeda. Aku bersama dengan Frater Rafael, Frater Rusdy, dan empat kawanku dengan antusias melangkah menuju sebuah tempat yang sederhana. Perjalanan dua jam tidak terasa melelahkan karena sejarah iman akan terukir di sana. Malam Natal pertama kalinya dirayakan di sana. Perayaan Natal dilaksanakan di bawah tenda yang di pasang di sebuah jalan yang tak rata. Kelahiran Yesus di kandang bukan sekedar kenangan, tetapi sungguh terwujud dalam kesederhanaan. Kesederhaan membuat pembaharuan kaulku dan Frater Rusdy, yaitu kaul kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan di malam Natal menjadi lebih bermakna.
Ketiga kaul itu ternyata terwujud dalam kehidupan seorang ibu yang membawa anaknya yang menderita down syndrome (kekurangan mental) ikut Misa malam. Ibu itu hidup dalam kemurnian hati, kemiskinan, dan ketaatan kepada Tuhan sehingga mengandalkan Dia dalam segala hal. Ibu itu memeluk anaknya yang berumur dua puluh tujuh tahun, tanpa malu sedikitpun. Anaknya itu merupakan hasil permohonannya kepada Tuhan selama lima tahun. Ia sempat tersentak dengan kelahiran anak satu-satunya yang menderita kekurangan mental. Anaknya yang kekurangan mental itu tentu memerlukan banyak biaya dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Suaminya hanyalah seorang buruh pabrik dan ia sendiri bekerja sebagai tukang cuci pakaian para pekerja yang kost di sekitar rumahnya. Menurut ukuran manusia, ia tidak mungkin menghidupi anaknya itu. Ia tiba-tiba merasakan ada sebuah tangan yang membimbingnya untuk berdoa: “Tuhan, Engkau menitipkan anak-Mu ini kepadaku. Engkau pasti memenuhi kebutuhannya dengan cara-Mu sendiri. Aku taat kepada perintah-Mu”. Sejak kelahiran anaknya yang cacat itu, gaji suaminya naik seratus persen dan hasil dari cucian mencapai tiga kali lipat. Ia pun memasukkan anaknya ke asrama di sekolah luar biasa agar ia mampu mandiri dalam mengurus dirinya sendiri.
Satu bulan sebelum Natal, ia mengambil anaknya itu dari asrama karena ia akan mengurusnya sendiri. Setelah satu minggu anaknya hadir di dalam keluarganya, suaminya mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena perusahaan tempatnya bekerja baru saja bangkrut. Ia tidak menganggapnya sebagai sebuah kutukan, tetapi Tuhan menghendaki suaminya saat ini mempunyai waktu untuk anaknya yang memerlukan perhatian khusus. Tak terduga anaknya yang cacat itu memberikan kejutan yang tak pernah akan terlupakan pada pagi hari menjelang malam Natal. Ia memberikan kepadanya sebuah tas kecil yang dibuatnya sendiri dari kardus bekas tempat nasi bungkus sebagai hadiah Natal dengan tulisan cakar ayam: “Bu, aku cinta padamu”. Hatinya begitu trenyuh sehingga ia tak mampu membendung deraian air matanya: “Tuhan, terimakasih karena Engkau telah memberikan kepadaku seorang anak yang sangat mencintai aku. Engkau lahir sebagai bayi yang diletakkan dalam sebuah palungan yang merupakan lambang dari kekurangan. Engkaupun datang ke dunia dan tinggal dalam diri anakku yang cacat ini. Di dalam kekurangannya, anakku mampu menjadi terang dengan mengasihi secara sempurna”.
Ibu tersebut telah menemukan Tuhan Yesus dalam diri anaknya yang kekurangan dalam mental dan menyembah-Nya dengan mengasihinya sebagai persembahan bagi-Nya seperti tiga orang majus yang membawa emas, dupa, dan mur. Emas melambangkan Yesus sebagai Raja, dupa menunjuk pada matabat ilahi-Nya, dan mur menghubungkan pada wafat-Nya nanti. Tuhan Yesus senantisasa menampakkan diri, tetapi banyak anak Tuhan tidak mampu melihat bintang/bimbingan Tuhan karena disilaukan dengan berbagai kesenangan daging sehingga tidak ada ruangan bagi Mesias. Pembenaran diri bisa menjadi balok yang menutup hati terhadap kehadiran Sang Ilahi. Karena alasan ekonomi, maka kerja tanpa mengenal waktu sehingga lupa anak dan istri. Katanya lelah melayani sana-sini sehingga memancing berhari-hari sebagai sarana untuk mengurangi beban hati, padahal banyak orang mati tanpa minyak suci. Lapangkan hati sehingga bimbingan Tuhan untuk menemukan Sang Mesias semakin terang. Ketika tanda kehadiran Tuhan mulai tampak, jangan banyak berdiskusi atau mengkritik, tetapi bergegaslah berlari menuju gua yang sunyi sebagai lambang orang yang membutuhkan kasih. Mari, membuka kado natal, yaitu Yesus sendiri yang hadir dalam orang-orang yang memerlukan kasih. Yesus datang tidak untuk dikasihani, tetapi ingin memberkati. “Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu. Jejakmu mengeluarkan lemak” (Mazmur 65:12). Tuhan memberkati.