| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Bersukacitalah atas karya penyelamatan Allah pada kita

Minggu, 18 Maret 2012
Hari Minggu Prapaskah IV/B

BERSUKACITALAH ATAS KARYA PENYELAMATAN ALLAH PADA KITA

Minggu Prapaskah IV merupakan Minggu Laetare atau Minggu Sukacita. Maka, Antifon Pembuka mengajak kita “Bersukacitalah, hai Yerusalem dan berhimpunlah, kamu semua yang mencintainya; bergembiralah dengan sukacita, hai kamu yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak-sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu” (bdk. Yes 66:10-11).

Ada dua alasan, mengapa kita pantas bersukacita. Pertama, melalui masa Prapaskah, Tuhan menunjukkan kasih setia-Nya yang tanpa batas kepada kita. Meskipun kita orang yang lemah dan mudah/sering berbuat dosa, Tuhan selalu mengampuni dan membantu kita untuk memperbaiki diri. Kedua, kita sudah separoh jalan menghayati masa Prapaskah dengan meningkatkan doa, puasa/pantang dan amal kasih. Jika sudah baik, kita syukuri dan kita tingkatkan, jika masih kurang, kita masih mempunyai waktu untuk menghayatinya dengan lebih sungguh.

Minggu Laetare mengingatkan kita bahwa Masa Prapaskah merupakan simbol perjuangan kita di dunia untuk mencapai sukacita abadi yang dilambangkan dengan Paskah. Sukacita abadi kita peroleh berkat kehidupan, wafat, dan kebangkitan Kristus. Penderitaan dan kesulitan dalam perjuangan kita untuk menghayati masa Prapaskah ini tidak sebanding dengan sukacita abadi, yaitu sukacita Paskah, yang akan kita peroleh. Kata Paulus, “Penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Ibr 8:18).

Ajakan dan suasana sukacita semakin tampak dalam bacaan-bacaan hari ini. Bacaan pertama dari Kitab Tawarikh mewartakan kerahiman Allah yang dinyatakan lewat pembebasan. Kita diajak bersukacita karena Allah yang maharahim membebaskan bangsa Israel dari pembuangan. Kepada kita, Allah juga berkenan menerima usaha pertobatan kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Dalam Bacaan kedua, St. Paulus mewartakan iman akan keselamatan yang kita peroleh berkat kasih karunia Allah. Kita diajak bersukacita karena Allah yang maha pengasih berkenan menyelamatkan kita. Kita semua adalah orang berdosa yang seharusnya binasa, tetapi karena kasih karunia Allah, kita diselamatkan. Keselamatan bukanlah hasil usaha dan kerja kita melainkan pemberian dan kasih karunia Allah.

Melalui bacaan Injil, kerahiman dan kasih karunia Allah yang membebaskan dan menyelamatkan kita semakin diperjelas. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal. Sebab, Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya” (Yoh 3:16-17). Bukankah kita pantas bersukacita kalau kita yang seharusnya dihukum dan dibinasakan karena dosa-dosa kita tetapi kita justru dibebaskan dan diselamatkan? Apalagi, itu semua diberikan kepada kita, bukan karena usaha, jasa dan kerja kita tetapi karena kasih karuni dan belas kasih Allah kepada kita.

Sebagai orang yang dikasihi: diampuni, dibebaskan dan diselamatkan, tentu kita tidak cukup hanya menerimanya dengan sukacita. Kita juga harus ngrumangsani sebagai orang yang dikasihi Tuhan kemudian berusaha menata hidup yang lebih pantas di hadapan Tuhan. Bagaimana caranya? Menurut bacaan Injil, paling tidak ada 2 hal: percaya kepada Tuhan dan mencintai terang.

Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Percaya kepada Tuhan menyangkut segi lahir maupun batin. Secara lahir, kita mengatakan bahwa “Aku Percaya kepada Allah … dst”. Namun, kepercayaan itu juga harus dihayati lebih mendalam. Kalau kita percaya kepada seseorang, maka kita akan mengikuti dan melaksanakan apa yang dikatakan atau diperintahkan orang tersebut. Demikian pula, kalau kita percaya kepada Tuhan, tentunya kita juga menuruti dan melaksakakan kehendak Tuhan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. … Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:37.39).

Barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah. Kepada kita masing-masing, Tuhan telah menganugerahkan pelita hati nurani, yang membuat kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dengan terang pelita hati itu, kita tentu diarahkan untuk memilih dan melakukan yang baik dan benar.

Semoga, dengan semakin percaya kepada Tuhan dan dengan mencintai serta menjadi terang, kita semakin dapat merasakan sukacita yang sejati. Sukacita karena dicintai Tuhan. Sukacita karena mencintai Tuhan dan sesama. Sukacita karena selalu mengusahakan apa yang baik dan benar.


Rm. A. Agus Widodo, Pr

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy