Hari Raya Kabar Sukacita
Berdasarkan tradisi, Gereja merayakan Hari Raya Kabar Sukacita setiap tanggal 25 Maret (9 bulan sebelum Natal). Sesuai amanat dokumen LITTERAE CIRCULARES DE FESTIS PASCHALIBUS PRAEPARANDIS ET CELEBRANDIS no 11, yang menegaskan bahwa “Hari-hari Minggu dalam Masa Prapaskah harus diutamakan di atas semua Hari Raya Tuhan, dan semua Hari Raya yang jatuh pada salah satu dari Minggu-minggu ini, dipindah ke hari Sabtu”, maka Hari Raya Kabar Sukacita sebenarnya diajukan tanggal 24 Maret (Sabtu). Namun, Kalender Liturgi terbitan KWI (Komisi Liturgi) menuliskan bahwa Hari Raya Kabar Sukacita jatuh hari Senin tanggal 26 Maret, hari ini. Hal ini terjadi murni karena human error. Kita tidak usah mempermasalahkan tanggal. Yang penting, marilah dengan sukacita kita rayakan misteri iman yang penting untuk terlaksananya karya keselamatan bagi kita ini.
Warta dari bacaan-bacaan hari ini menguraikan tentang apa isi kabar sukacita itu dan bagaimana hal itu terjadi. Mengenai isi, jelas bahwa kabar sukacita itu berupa dimulainya karya keselamatan Allah bagi kita. “Seorang perempuan muda akan mengandung” (bac I). Siapa yang akan mengandung dan siapa yang dikadung? Injil memberi jawab bahwa yang akan mengandung adalah “seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria”. Sedangkan yang dikandung adalah Yesus, Anak Allah. Nama “Yesus” berarti “Allah/Yahwe menyelamatkan”. Jadi, isi kabar sukacita itu adalah Maria (akan) mengandung Yesus, Sang Juru Selamat kita. Jelas, hal ini merupakan kabar sukacita karena kita yang mendamba keselamatan mendapatkan anugerah Sang Juru Selamat yang hadir dan tinggal di tengah-tengah kita.
Bagaimana kabar sukacita itu terjadi? Dari pihak Allah, ia memilih Maria untuk mengandung Sang Juru Selamat. Ia mengutus Gabriel untuk menyampaikan kehendak-Nya itu kepada Maria. Sementara itu, dari pihak Maria, kabar sukacita sungguh terjadi karena ia bersedia menerima tugas perutusan itu. Kesediaan Maria ini amat penting. Seandainya Maria menolak? Tentu kelanjutan kisah ini amat berbeda. Mungkin tidak ada kabar sukacita karena rencana keselamatan gagal terlaksana. Sebab, karya keselamatan sebagaimana diwartakan dalam Injil yang kita kenal sekarang sebenarnya berawal dari kesediaan Maria ini.
Tuhan Allah telah memilih Maria untuk menerima kabar sukacita sekaligus ikut serta menjadi pelaksana karya keselamatan-Nya. Dengan penuh ketaatan, Maria menerima tugas perutusan itu sehingga terlaksanalah karya keselamatan Allah. Marilah kita bersyukur karena kita mempunyai Bunda Maria sekaligus kita ikuti jejaknya. Pada zaman sekarang, sesuai dengan peran dan tugas kita masing-masing, baik dalam keluarga, Gereja maupun masyarakat, kita pun juga dipilih Tuhan untuk menerima kabar sukacita dan diutus untuk ikut serta melaksanakan karya keselamatan. Maka, di mana pun berada, marilah kita selalu berusaha mewartakan kabar sukacita dan menjadi alat bagi Tuhan untuk mengerjakan karya keselamatan-Nya.