Minggu, 01 April 2012 Hari Minggu Palma - Mengenangkan Sengsara Tuhan

Minggu, 01 April 2012
Hari Minggu Palma - Mengenangkan Sengsara Tuhan

 Minggu Palma yang kita rayakan hari ini, menjadi saat untuk memasuki Pekan Suci. Dari namanya saja sudah mencerminkan isinya. Hari-hari yang selanjutnya menjadi saat yang suci. Suci berarti sesuatu yang disisihkan untuk Allah, sesuatu yang dipersembahkan untuk Tuhan. Dengan demikian, apa yang akan disisihkan atau dipersembahkan selama pekan suci? Yakni seluruh akal budi, pusat perhatian kita tertuju pada sengsara Tuhan Yesus. Kita ingin merenungkan, betapa dosa yang terus menerus kita nikmati, yang melenakan kita, ujung-ujungnya membawa maut. Namun, berkat kesengsaraan Yesus, kita yang adalah manusia berdosa diselamatkan. Kita ingin bersyukur atas keselamatan itu. Rasa syukur atas keselamatan tersebut diwujudkan dengan kemauan dan kerja keras kita menjadi pribadi yang sudah tertebus. Caranya?

Cara hidup Yesus adalah cara hidup yang dipersembahkan, dibagikan, dikurbankan, diberikan untuk kebahagiaan, keselamatan orang lain. Dalam buku pendalaman Iman APP, yang terdiri dari lima kali pertemuan membahas cara hidup yang demikian. Pada pertemuan pertama dibahas tema: “Temukan Tuhan yang hadir”. Melalui tema ini, kita diajak untuk menemukan bahwa Tuhan hadir dalam diri Zakheus (sosok orang berdosa), yang mau bertobat setelah mengalami perjumpaan dengan Yesus. Kehadiran Tuhan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, Zakheus bukan hanya bertobat, tapi lalu menunjukkan bentuk pertobatan itu dengan berbagi. Maka permenungan untuk kita adalah bagaimana saya sebagai pribadi merasakan Tuhan yang hadir dalam situasi konkret hidupku? Apakah Tuhan yang hadir dalam diriku juga mengubahku untuk berani berbagi? Apakah aku menemukan Tuhan dalam diri orang-orang yang kujumpai dalam hidup?

Pertemuan kedua, bertema: “Tuhan melayani dengan kasih”. Bentuk paling nyata dari pelayanan kasih adalah pelayanan yang menyentuh sisi hati dan kemanusiaan. Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus adalah bentuk nyata pelayanan kasih itu. Ia melayani dengan kerendahan hati. Dengan pembasuhan kaki, Ia ingin membersihkan diri para murid dari dosa. Ia ingin betapa pembasuhan kaki yang mestinya dilakukan oleh seorang hamba, ia lakukan, supaya para pengikut-Nya meneladan sikap-Nya. Artinya, pelayanan Yesus yang rendah hati itu diperuntukkan bagi para murid sendiri agar memperoleh keselamatan. Kesombongan dalam hal ini adalah musuh paling utama. Pelayanan apapun, hanya akan membawa keselamatan bila dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih dan dengan kerendahan hati? Itulah cara hidup Yesus dalam melayani, yang juga harus menjadi cara hidup kita.

Pertemuan ketiga, “Berkorban dan berbagi”. Melalui tema ini, kita diajak untuk mendasarkan diri pada tindakan Yesus dalam berkorban dan berbagi melalui mukjizat penggandaan roti. Bahwa berbagi itu mungkin. Bahwa dengan berbagi tidak ada yang hilang dan kurang dari diri si pem”bagi”. Melainkan berkelimpahan. Lima roti dan dua ikan yang dibagikan untuk 5000 orang lebih dan sisa 12 bakul adalah bukti nyata betapa berbagi itu mendatangkan kelimpahan. Maka benarlah ungkapan; setinggi-tingginya martabat manusia itu kalau hidupnya berguna bagi orang lain, menjadi berkat bagi banyak orang. Itulah makna berbagi.

Pertemuan keempat, yang bertemakan syarat mengikuti Yesus, semakin menyadarkan bahwa tindakan berbagi, tindakan pelayanan, kadang membutuhkan sebuah pengorbanan. Pengorbanan yang membuat sakit bila dipertanyakan; mengapa harus berkorban? Ajakan Yesus untuk menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Dia, adalah cara bagaimana tetap bertahan dalam pelayanan, dalam pengorbanan, dalam berbagi yang kadang tidak dihargai dan mendapat penolakan, atau diri sendiri tidak terperhatikan. Itulah ajakan Yesus bagi semua pengikut-Nya, untuk menjadikan cara hidup-Nya diikuti. Pertemuan kelima adalah penutup. Kita diajak merenungkan : “Ekaristi: Perayaan Kehidupan”. Ini merupakan rangkuman atas tema-tema sebelumnya; bahwa menemukan Allah yang hadir, mengalami Allah yang melayani kita dengan kasih dan meneladan Dia dalam berkorban dan berDia adalah cara hidup yang ekaristis.

Dengan persiapan panjang di atas, seyogyanya kita siap untuk memasuki pekan Suci. Sikap hidup yang sudah dibangun selama masa prapaskah menjadikan kita bisa menempatkan diri sebagai pribadi yang harus bersyukur atas karya keselamatan Allah. Bersyukur karena kita disadarkan, bahwa kita seperti orang banyak yang juga mengelu-elukan Yesus yang masuk ke Yerusalem sebagai Raja. Tapi tidak lama kemudian bisa saja kemudian menghujat, mengejek, mencemooh dan menyalibkan Yesus karena harapan dan keinginan tidak terpenuhi.

Pada perayaan Minggu Palma kita ingin berjalan di belakang Yesus, yang mendapat sorak sorai. Dari situ kita ingin belajar semakin mengenal diri: sosok macam apakah diriku? Apakah diriku sama dengan beberapa orang diantara sekian banyak orang yang hanya ikut-ikutan bersorak, tanpa tahu tujuan? Apakah diriku sama seperti keledai yang ditunggangi Yesus, yang merasa bangga dan bahagia karna orang-orang banyak bersorak-sorai, mengelu-elukan, padahal bukan untuk dia tapi untuk yang berada di atasnya, yakni Yesus? Apakah kita merasa seolah-solah keberhasilan tertentu adalah hasil kerja keras kita semata, lalu membuat kita menjadi sombong? Tentu masih banyak pertanyaan yang bisa ditambahkan sendiri, untuk mengungkapkan realitas: sejauh mana kita sudah menjadikan cara hidup Yesus adalah cara hidupku?

SELAMAT MEMASUKI PEKAN SUCI, TUHAN MEMBERKATI

Pastor Antonius Purwono, SCJ


Baca juga renungan Minggu Palma dari Pastor Frans de Sales, SCJ (klik disini)

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy