| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

HARI MINGGU PASKAH VII/B - 20 Mei 2012


HARI MINGGU PASKAH VII/B - 20 Mei 2012
Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46
Kis 1:15-17.20a.20c-26; 1Yoh 4:11-16; Yoh 17:11b-19

Pengantar
Minggu Paskah VII, sekaligus juga merupakan Hari Komunikasi Sosial Sedunia dan Novena ke-5 dalam rangka Persiapan Kongres Ekaristi Keuskupan II. Pada Hari KomSos yang ke-46 ini, Paus Benediktus XVI mengajak kita merenungkan tema: “Keheningan dan Kata: Jalan Evangelisasi”. Keheningan dan kata adalah dua aspek komunikasi yang harus seimbang, diterapkan secara bergantian dan diintegrasikan satu sama lain agar terwujud komunikasi yang berkualitas. Sebab, keheningan menjadikan kita mampu mendengar dan memahami diri kita sendiri sehingga apa yang kita katakan mempunyai kedalaman makna. Dengan keheningan, kita menghindarkan diri terkungkung pada kata-kata dan gagasan kita sendiri untuk memberi kesempatan orang lain berbicara dan mengungkapkan diri mereka sehingga terwujud komunikasi timbal-balik yang mempererat persatuan. Dengan demikian, terciptalah “Komunikasi yang Membangun Paguyuban. Inilah tema dari Novena persiapan KEK II di hari yang ke-5 ini.
Homili
Komunikasi merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting. Kehidupan kita, lebih-lebih kehidupan bersama, hanya akan berjalan dengan baik kalau terjadi komunikasi yang baik pula. Sementara itu, kalau komunikasi tidak ada atau ada tetapi tidak baik terjadilah kesalahpahaman yang dapat merusak bahkan menghancurkan kehidupan bersama.
Kata komunikasi berakar dari kata Latin, communio (communis) yang berarti persekutuan dan kebersamaan. Dengan demikian, hendak ditekankan bahwa komunikasi adalah unsur yang paling pokok dalam persekutuan dan kebersamaan. Kita semua ini adalah persekutuan paguyuban murid-murid Yesus Kristus sehingga sudah semestinya menjadikan komunikasi sebagai hal yang pokok dalam kehidupan kita.
Bacaan-bacaan hari ini memberikan inspirasi bagi kita, bagaimana kita dapat membangun komunikasi yang baik sehingga persekutuan dan kebersamaan kita semakin berkualitas. Pada zaman sekarang ini, kemajuan alat-alat komunikasi sangat pesat. Setiap saat keluar porduk baru yang semakin canggih. Kita belum punya atau belum menguasai yang lama, eee sudah keluar yang baru. Namun, pertanyaannya adalah: mengapa di era komunikasi modern yang didukung dengan semakin canggihnya alat-alat komunikasi ini, masih sering terjadi kesalahpahanan, konflik, tawuran, perang? Mengapa pula alat-alat komunikasi modern seringkali malah menyebabkan keluarga broken? Salah satu jawabannya adalah: karena banyak orang berkomunikasi dan menggunakan alat-alat komunikasi lebih untuk kepentingan dan kesenangan sendiri, bukan atas dasar kasih dan untuk semakin membangun cinta-kasih satu sama lain demi terwujudnya komunitas kasih.
Oleh karena itu, di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ini, kita diingatkan akan tugas perutusan kita untuk membangun komunitas kasih, baik dalam keluarga, pastoran, biara, lingkungan, RT/RW, tempat kerja, dll. Komunitas kasih ini hanya akan terwujud jika kita saling mengasihi secara tulus sebagaimana ditegaskan oleh St. Yohanes. “Allah begitu mengasihi kita! Maka, haruslah kita saling mengasihi. … jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita” (1Yoh 4:11.12). Demikianlah, dalam komunitas kasih, yang dibangun atas dasar saling mengasihi satu sama lain, setiap orang mampu mengalami kehadiran Allah yang mengasihi mereka. Sebab, kasih Allah itu menjadi semakin konkret kita alami melalui kasih yang kita berikan kepada sesama sekaligus yang kita terima dari sesama. Dengan saling mengasihi, kita menghadirkan kasih Allah sehingga Allah tinggal di dalam kita.
Salah satu wujud kasih Allah kepada kita adalah pemeliharaan-Nya atas diri kita masing-masing. Inilah yang dilakukan Yesus dan didoakan-Nya kepada Bapa untuk kita semua sebagaimana kita dengarkan dalam bacaan Injil tadi. “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu … supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu. … Aku telah menjaga mereka… Aku meminta supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat.” (Yoh 17:11.12.15). Karena begitu besar kasih Tuhan kepada kita, Ia selalu memelihara, menjaga dan melindungi kita supaya kita tetap hidup, tumbuh dan berkembang.
Yesus juga mendoakan agar kita bersatu. “Supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh 17:11). Kita semua mempunyai banyak sekali perbedaan. Namun justru perbedaan itu harus dijadikan sebagai sumber kekuaran untuk bersatu dalam kebersamaan (bukan kesamaan!). Inilah paradoks kehidupan komunitas. Justru karena dirasa ada perbedaan, semakin pula dirasa kebutuhan untuk bersatu. Bukanlah perbedaan belaka atau keseragaman belaka tidak ada artinya. Perbedaan dan kesamaan baru berarti bila dipadukan dan di situlah muncul kekuatan, keindahan dan harmoni. Begitulah doa Yesus bagi kita.
Sekarang, bagaimana kita dapat menjadikan komunikasi, apa pun medianya untuk membangun komunitas kasih baik dalam keluarga, pastoran, biara, lingkungan, RT/RW, tempat kerja, dll?
Pertama, komunitas kasih hanya akan terwujud kalau didasari oleh kesatuan kita dengan Tuhan. Maka, menjadi penting bagi kita untuk selalu menjalin komunikasi kasih dengan Tuhan melalui doa-doa kita. Yesus telah memberi teladan berdoa, bahkan Ia mendoakan kita. Demikian pula para rasul juga tekun berdoa agar kehidupan bersama mereka dibimbing, dilindungi dan diberkati oleh Tuhan. Mereka berdoa saat memilih pengganti Yudas Iskariot untuk bersatu dengan kelompok para rasul (Kis 1:24-25). Kesimpulannya, komunitas kasih akan terwujud kalau kita tekun dan setia berdoa serta saling mendoakan.
Kedua, Tuhan selalu mengasihi kita. Ia memelihara, menjaga dan melindungi kita. Maka, marilah kita juga saling mengasihi dengan saling memelihara, saling menjaga, dan saling melindungi. Kita mempunyai banyak sekali perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu tidak perlu dihilangkan dan disamakan/diseragamkan. Biarkan setiap orang menjadi dirinya sendiri dengan segala keunikannya. Biarlah sebuah kelompok menghayati kekhasan kelompoknya sendiri. Asalkan kita semua saling memelihara, menjaga, dan melindungi pasti akan terwujud kebersamaan, kerukunan dan keharmonisan.
Ketiga, marilah kita perhatikan ajakan dari Paus Benedictus XVI dalam pesannya di Hari Komunikasi Sosial ke-46 ini. Kita seimbangkan antara keheningan dan kata dalam komunikasi kita. Keheningan menjadikan kita mampu mendengar dan memahami diri kita sendiri sehingga apa yang kita katakan mempunyai kedalaman makna. Dengan keheningan, kita menghindarkan diri terkungkung pada kata-kata dan gagasan kita sendiri untuk memberi kesempatan orang lain berbicara dan mengungkapkan diri mereka. Sebelum berbicara, diam berarti kita mengolah apa yang hendak kita katakan dan bagaimana kita akan mengatakannya. Setelah berbicara, diam berarti mendengarkan orang lain berbicara dan mengendapkannya.
Dengan katiga hal ini, kita percaya kalau komunikasi kita akan menjadi lebih baik dan kehidupan bersama (komunio/komunitas) kita juga akan semakin harmonis sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, Supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh 17:11). Inilah wujud pewartaan kita akan kabar gembira, yakni memberi kesaksian mengenai hidup dalam komunitas kasih.

Rm. Ag. Agus Widodo, Pr

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy