HARI
RAYA HATI YESUS YANG MAHAKUDUS
Hos
11: 1.3-4.8c-9; Ef 3:8-12.14-19; Yoh 19:31-37
Pengantar
Hari ini kita
merayakan Hati Yesus Yang Mahakudus. Penghormatan kepada Hati Yesus Yang
Mahakudus sudah mulai berkembang sejak abad VII dan semakin tersebar luas
setelah penglihatan-penglihatan Santa Margareta Maria Alacoque (1647-1690). Pada
tahun 1856, Paus Pius IX memasukkan Pesta Hati Kudus Yesus dalam penanggalan
liturgi. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk menghormati dan mensyukuri cinta
serta belas kasih Allah yang memancar dari Hati Yesus yang Mahakudus seraya
memohon agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan hati-Nya sehingga kita
pun mempunyai kasih yang berkobar kepada Tuhan dan sesama.
Homili
Bacaan-bacaan pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus ini
menegaskan bahwa cinta dan belaskasih Allah kepada kita itu kekal dan tanpa
batas. Meskipun kita adalah manusia berulang kali jatuh ke dalam dosa,
membangkang dan meninggalkan Allah, tetapi Ia tetap setia dan hati-Nya penuh
belas kasih.
Bacaan pertama dari Kitab Hosea menegaskan kesetiaan dan
cinta kasih Allah kepada manusia yang tanpa batas itu. Hosea adalah seorang
lelaki yang diutus Allah untuk memperistri Gomer, seorang perempuan sundal (Hos
1:2-9). Hal ini menggambarkan betapa Allah begitu setia dan mencintai Israel
yang tidak setia karena berpaling kepada allah-allah lain (Hos 3:1). Allah berbalik
dari murka-Nya dan belas kasih-Nya mengatasi segala-galanya. Ia yang telah
membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir dengan tali kesetiaan dan ikatan
kasih tetap mengasihi mereka kendati umat-Nya tidak setia (Hos 11:4.8c).
Cinta dan belas kasih Allah itu mencapai puncak dan kepenuhannya
dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi
keselamatan kita. “Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan menghadap
kepada tahta Allah” (Ef 3:12). Pengorbanan diri Yesus yang didasari oleh cinta
dan belas kasih-Nya membuka jalan keselamatan bagi kita. Maka, kita diajak
untuk “memahami betapa lebar dan
panjangnya, dan betapa tinggi dan dalamnya kasih Kristus; juga supaya dapat
mengenal kasih Kristus itu, sekalipun melampaui segala pengetahuan”
(Ef 3:18-19).
Pada saat Yesus mengorbankan diri-Nya di kayu salib, ketika
lambungnya ditikam dengan tombak, mengalirlah darah dan air (Yoh 19:34). Peristiwa
ini begitu penting dan ditekankan oleh Yohanes sampai ia mengatakan, “Orang
yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan
kesaksiannya benar, dan ia tahu bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya
kamu juga percaya" (19:35). Peristiwa ini menjadi lambang yang menyatakan
arti wafat Yesus di kayu salib, yang dapat dimengerti dengan baik kalau kita
dapat menangkap lambang-lambang yang dipakai.
Dalam perayaan Ekaristi, saat persiapan persembahan, Imam
mencampurkan air ke dalam anggur yang akan dikosekrir menjadi Darah Kristus. Pada
saat pencampuran itu, Imam berdoa, “Sebagaimana
dilambangkan oleh pencampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil
bagian dalam keallahan Kristus yang telah menjadi manusia seperti kami”. Melalui
tindakan simbolis ini, kita diajak menghayati penjelmaan Kristus, Sang Putera
Allah, yang menjadi awal karya penyelamatan-Nya. Dengan penjelmaan-Nya itu, Ia
tinggal di tengah-tengah kita sampai akhirnya Ia wafat bagi kita. Wafat-Nya
itulah yang menjadikan kita dapat mengambil bagian dalam keallahan-Nya sehingga
kita “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef 3:19). Artinya, dengan
wafat-Nya, Kristus menebus kita dan menganugerahi kita kehidupan kekal, yaitu
kehidupan abadi bersama Allah sepenuhnya dan selama-lamanya.
Perayaan Hati Kudus Yesus mengajak kita untuk merenungkan pengalaman
hidup kita yang sungguh diper-hati-kan
oleh Allah dengan kasih-Nya yang tanpa batas. Ia rela mengorbankan diri demi kesalamatan kita. Semoga,
dengan iman akan kasih Tuhan yang tanpa batas itu, kita berani mengarungi
samudera kehidupan yang penuh liku dan perjuangan ini. Kasih itu juga mendorong
dan menggerakkan hati kita untuk selalu siap membagikan kasih kepada
sesama kita.
Yesus yang lembut dan murah hati, jadikanlah hati kami
seperti hati-Mu! Amin
Rm. Ag. Agus Widodo, Pr
(diinspirasi dari Renungan Mgr. I. Suharyo dalam Inspirasi Batin 2012)