HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS/B – 10 JUNI 2012
Kel 24:3-8; Ibr 9:11-15; Mrk 14:12-16.22-26
Pengantar
Hari ini, seminggu setelah HR Tritunggal Mahakudus, kita merayakan HR
Tubuh dan Darah Kristus. Hari Raya ini diawali, pada tahun 1230, oleh St. Yuliana,
seorang biarawati Agustinan di Liege-Belgia, yang mempunyai semangat devosi
kepada Sakramen Mahakudus. Pada tahun 1246, Mgr. Robert de Thorete (Uskup Liege) mengadakan sinode dan melembagakan
perayaan ini. Dari Liège, perayaan itu mulai menyebar dan akhirnya pada tanggal 8 September 1264, Paus
Urbanus IV menerbitkan bulla “Transiturus de hoc mundo” untuk meresmikan Hari Raya Tubuh dan
Darah Kristus sebagai perayaan universal Gereja.
Melalui perayaan
Tubuh dan Darah Kristus ini, kita diajak untuk mensyukuri kehadiran Krsitus
yang istimewa dalan Ekaristi sekaligus menjadikan hidup kita semakin Ekaristis.
Kita menyerahkan diri kita kepada Tuhan untuk diambil, diberkati, dipecah dan
dibagikan kepada sesama.
Pada Hari Raya
Tubuh dan Darah Kristus ini, sebagian dari anak-anak kita akan menerima komuni
untuk pertama kalinya. Dengan demikian, mulai hari ini, mereka sudah dapat
terlibat dan mengambil bagian secara penuh dalam Perayaan Ekaristi. Maka, para
orangtua sangat diharapkan untuk semakin tekun mendampingi anak-anak ini dalam
hal iman sehingga mereka dapat semakin menghayati Ekaristi, baik dalam Perayaan
Ekaristi di gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Homili
Setiap Minggu/Sabtu, bahkan ada yang setiap hari, kita
merayakan Ekaristi. Meskipun mungkin ada juga yang hanya sebulan sekali atau
dua kali, malahan ada pula yang hanya setiap Natal dan Paskah.
Dalam setiap
Perayaan Ekaristi Yesus sungguh-sungguh hadir secara istimewa dalam rupa roti
dan anggur. Sebab, saat imam yang bertindak secara in persona
Christi (dalam pribadi Kristus) mengucapkan Doa Syukur Agung, roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan
Darah Kristus berkat
kuasa Allah dan daya Roh Kudus. Dalam DSA itu, imam antara lain berdoa
demikian, “Kuduskanlah persembahan ini
dengan daya Roh-Mu, agar menjadi bagi kami, Tubuh dan Darah, Putera-Mu
terkasih, Tuhan kami, Yesus Kristus”(DSA II). Karena roti dan anggur telah berubah menjadi Tubuh dan Darah
Kristus, maka pada saat elevasi (roti
dan anggur di angkat), imam mengatakan “Inilah Tubuh-Ku” … “Inilah Darah-Ku”
(bdk. Mrk 14:22.24).
Perubahan roti dan
anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus ini disebut “transubstansiasi”. Yaitu berubahnya substansi roti dan
anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, kendati rupa, rasa, dan bentuknya tetap roti dan anggur (lih. KGK 1376). Dalam hal ini, Paus
Yohanes Paulus II, dengan mengutip St. Cyrilus, menegaskan bahwa, “dalam roti
dan anggur, janganlah hanya melihat unsur alamiah, sebab Tuhan telah tegas
menyatakan bahwa itu adalah Tubuh dan Darah-Nya. Iman memastikan bagimu,
kendati indera menunjuk yang lain” (EE 15).
Dalam setiap bagian dari roti dan dalam setiap tetes anggur, Kristus hadir. Maka, kita dapat menerima Kristus di dalam rupa roti saja, atau anggur saja,
atau keduanya bersama-sama (lih. KGK 1390). Maka, meskipun dalam komuni kita hanya menerima Tubuh
Kristus, bahkan hanya secuil saja, kita tetap menerima Kristus secara penuh. Sebab,
melalui komuni suci, kita menerima seluruh Yesus Kristus: Diri-Nya, Sabda-Nya,
Karya-Nya, nasib-Nya (penderitaan-wafat-kebangkitan-Nya), dan tentu saja karya penyelamatan-Nya
bagi kita.
Karena Yesus sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi, maka kita harus menghormati Sakramen Mahakudus, entah
yang akan kita terima saat komuni, yang disimpan di tabernakel, yang diarak dalam prosesi atau yang
ditahtakan untuk adorasi. Pada waktu hendak menyambut komuni, kita harus mempersiapkan
diri dengan doa secukupnya
dalam hati. Bila dirasa perlu, sangat
dianjurkan untuk menerima sakramen tobat terlebih dahulu sebelum merayakan
Ekaristi. Bukankah kita terlebih dahulu mencuci tangan dan piring yang kotor sebelum
kita makan? Tubuh Kristus adalah makanan bagi jiwa kita yang hendaknya kita
terima dengan hati dan jiwa yang sudah dibersihkan.
Dalam tradisi Yahudi
di Timur Tengah pada zaman Yesus, roti dan anggur adalah makanan sehari-hari. Makanan
merupakan tanda nyata kasih dan berkat Allah karena dengan memberikan makanan berarti
Allah menjamin agar manusia tetap dan terus hidup. Nah, melalui roti dan anggur
yang sudah dikonsekrir menjadi Tubuh dan Darah-Nya, Yesus berkenan menjadi
santapan rohani bagi kita dan dengan demikian, Ia menjamin kehidupan dan
keselamatan kita sampai selama-lamanya.
Jaminan keselamatan
dan kehidupan abadi berkat santapan Tubuh (dan Darah) Kristus ini dipertegas
oleh bacaan kedua. “Kristus telah datang
sebagai Imam Agung demi kesejahteraan masa yang akan datang. … supaya mereka
yang telah terpanggil dapat menerima kebahagiaan kekal yang dijanjikan, sebab
Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan” (Ibr
9:11.15). Dengan demikian, iman dan pengharapan kita semakin diteguhkan bahwa
berkat Kurban Kristus di Kayu Salib yang kita kenangkan dalam Ekaristi, kita
memperoleh jaminan akan kehidupan abadi di surga.
Kalau masa depan
kita yang penuh kedamaian dan kesejahteraan sudah dijamin oleh Kristus, lantas
bagaimana kita harus menghayati hidup kita saat ini? Belajar dari umat Israel
yang kisahnya kita dengarkan dalam bacaan pertama, kita berkata, “Segala Firman Tuhan akan kami laksanakan dan
taati” (Kel 24:7). Firman Tuhan yang mana? Salah satunya adalah Firman yang
disampaikan-Nya pada saat Ia menetapkan Ekaristi pada Perjamuan Malam Terakhir,
“Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”
(1Kor 11:24.25).
Perintah Tuhan, “Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”
ini mengandung 2 makna sekaligus. Pertama,
kita diajak untuk tekun dan setia merayakan Ekaristi. Namun, merayakan Ekaristi
dengan tekun dan setia saja belum cukup. Maka, yang kedua, kita juga diajak hidup secara Ekaristis. Bagaimana hidup secara
Ekaristis itu? Mari kita perhatikan apa yang dilakukan Yesus atas roti dan
anggur dalam bacaan Injil tadi. “Yesus mengambil roti, mengucap berkat, membagi-bagi
roti itu dan memberikan-nya kepada
para murid. … Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada para murid”
(Mrk 14:22.23). Hidup secara Ekaristis, berarti kita menjadi seperti roti dan anggur
Ekaristi yang diambil, diberkati,
dipecah-pecah dan dibagikan. Kita membiarkan diri kita diambil dan diberkati, kemudian
dipecah-pecah untuk dibagikan kepada sesama. Dengan demikian, kita diajak untuk
berbagi: tenaga, waktu, pemikiran, ilmu, ketrampilan, harta benda, dll sebagai
wujud pelayanan dan kasih kepada Tuhan dan sesama.
Untuk mengakhiri
renungan ini, mari kita bernyanyi bersama: “Maukah kau jadi roti yang terpecah bagi-Ku; Maukah kau jadi anggur yang tercurah
bagi-Ku; Maukah kau jadi saksi memb'ritakan injil-Ku; Melayani mengasihi lebih sungguh. Aku mau jadi roti yang terpecah bagi-Mu; Aku mau jadi anggur yang tercurah bagi-Mu; Aku mau jadi saksi memb'ritakan injil-Mu; Melayani mengasihi lebih sungguh.”
Rm. Ag. Agus Widodo, Pr