| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Kepercayaan dan Ketekunan: Sebuah Kualitas Seorang Utusan Perutusan

Minggu, 15 Juli 2012
Hari Minggu Biasa XV

Pada Hari Minggu Biasa XV, bacaan Injil berkisah tentang Yesus mengutus murid berdua-dua. Berkenaan dengan itu, tema yang akan kita renungkan adalah kepercayaan dan ketekunan menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk menjadi seorang utusan Kristus. Bagaimana tema tersebut mau kita renungakan?

Pertama-tama mari kita merenungkan bahwa, sebagai orang Katolik dipanggil untuk berpartisipasi dalam tugas perutusan Kristus. Dasar panggilan tersebut adalah Sakramen Baptis. Dengan baptis, kita dipersatukan dengan Kristus. Dipersatukan dengan Kristus berarti dipersatukan dengan seluruh hidup, cita-cita dan tugas perutusan-Nya. Tugas perutusan Kristus adalah mewartakan Kerajaan Allah. Yesus memberitakan kabar sukacita kepada banyak orang. Kabar sukacita itu dialami dan dirasakan secara nyata; orang tuli mendengar, orang buta melihat, orang mati dibangkitkan, orang kusta disembuhkan, pendosa diampuni.

Itulah tugas perutusan Yesus. Kemudian Yesus memberikan tugas itu kepada para rasul. Yesus mengutus para rasul untuk mewartakan kabar baik penyelamatan-Nya. Dari akar katanya saja, “rasul” berarti yang diutus. Maka panggilan menjadi rasul adalah panggilan untuk menjadi utusan. Utusan yang mampu membawa banyak orang kepada Allah. Dengan demikian, baik para rasul maupun kita yang dibaptis memiliki panggilan yang sama. Setiap orang yang sudah dibaptis diutus untuk menjadi saksi Kristus.

Oleh karena itu, tugas perutusan yang Yesus berikan kepada para rasul berlaku juga untuk kita semua sebagai pengikut-Nya. Demikian juga, pesan-pesan dalam menjalankan tugas perutusan yang Yesus sampaikan kepada para rasul, juga berlaku untuk kita. Dan pesan itu kalau mau diringkas dalam dua kata adalah: kepercayaan dan ketekunan. Kepercayaan dan ketekunan menjadi sikap dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan. Darimanakah dua sikap itu disimpulkan sebagai pesan Yesus?

Pada waktu Yesus memanggil keduabelas murid dan mengutusnya berdua-dua, Ia memberi mereka kuasa atas roh roh jahat dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan kecuali tongkat, alas kaki dan pakaian yang melekat di tubuh. Sementara bekal-bekal yang lain tidak diperbolehkan. Sungguh sebuah tugas perutusan yang tidak mudah. Hanya seorang yang memiliki kepercayaan besarlah yang mampu menjalankan tugas perutusan ini dengan baik. Kepercayaan bahwa selebihnya adalah Allah yang melengkapi. Keyakinan bahwa setiap kebutuhan yang mereka perlukan akan terpenuhi dalam perjalan waktu.

Nyatanya, kepercayaan itu terjadi dalam diri para murid. Buktinya mereka melaksanakan tugas dengan baik. Mereka pergi memberitakan pertobatan, mengusir banyak setan dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka. Kepercayaan teguh menjadikan segala sesuatu yang menurut ukuran dan kalkulasi manusiawi tidak mungkin, menjadi mungkin karena Allah berkarya. Maka seberapa besar karya Allah terjadi dalam perutusan para murid, juga sangat tergantung dari berapa besar kepercayaan dan keyakinan itu mereka bangun. Kepercayaan para murid terbukti kokoh.

Selain itu, dalam pesan dikatakan bahwa para murid boleh membawa tongkat dan memakai alas kaki. Tongkat dan alas kaki merupakan lambang tekad untuk terus maju, untuk terus bertekun dalam menemukan kehendak Allah. mereka tidak boleh menyerah, meskipun harus mengalami penolakan, sambutan yang dingin dalam tugas perutusan mereka. Para murid dalam hal ini juga memiliki ketekunan yang luarbiasa. Bila para murid mampu menjalankan tugas perutusan dengan baik karena memiliki kualitas kepercayaan dan ketekunan, maka kepercayaan dan ketekunan menjadi dua kualitas kunci seorang utusan.

Sekali lagi, sebagai orang-orang yang sudah dibaptis, kita adalah utusan. Diutus untuk menghadirkan kabar sukacita, menjadi berkat bagi keluarga dan bagi sesama. Kita diutus untuk menjadi penyembuh atas banyak hati yang terluka, dengan kasih yang nyata, dengan maaf yang tanpa syarat. Kita diutus untuk berbagi tanpa tendensi untuk dipuji dan dihargai. Tugas perutusan ini sangat membutuhkan kepercayaan dan ketekunan. Mengapa? Karena harus siap dengan penolakan, tidak dihargai, disambut dingin, dianggap sok suci dan sok bersih.

Namun membangun kepercayaan dan ketekunan tersebut tidak mudah. Musuh utamanya adalah ketakutan. Siapa sih yang tidak takut ditolak, disambut dingin? Rasa kemanusiaan kita takut. Siapa sih yang tidak ingin disanjung-puji, dihargai, diperlakukan sebagai orang yang hebat? Rasa kemanusiaan kita inginkan itu semua. Namun ketakutan yang demikian harus disirnakan. Bagaimana menyirnakannya? Dengan menyadari bahwa kita tidak sendirian, Allah bersama kita. Allah memberikan kasih karunia. Kasih karunia itu adalah kuasa atas roh-roh jahat. Kuasa ini juga diberikan kepada para murid. mengapa kuasa atas roh jahat sebagai kasih karunia? Karena ketakutan ketakutan yang menghalangi tugas perutusan berasal dari si jahat yang terus menggunakan kelemahan manusiawi kita untuk gagal dalam melaksanakan tugas perutusan mulia Tuhan.

Sesulit apapun dalam membangun kepercayaan dan ketekunan, tetap ada cara bagi kita. Cara itu sering kita dengar, mudah kita ucapkan tapi tidak mudah dan tidak sering kita praktekkan, yakni doa. Para kudus dalam banyak tulisan, sangat menyetujui bahwa doa adalah cara membangun kepercayaan dan ketekunan, sehingga persahabatan kita dengan Kristus terus terbangun. Dalam doa, mari kita mohon, agar kita sebagai utusan-Nya, memiliki kepercayaan dan ketekunan sebagai kualitas diri.

Tuhan berkati.

Rm. Antonius Purwono, SCJ

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy