| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

MINGGU, 5 AGUSTUS 2012 - MINGGU BIASA XVIII/B


MINGGU, 5 AGUSTUS 2012 - MINGGU BIASA XVIII/B
Kel 16:2-4.12-15; Mzm 78:3.4bc.23-25.54; Ef 4:17.20-24; Yoh 6:24-35.

Kita biasanya lebih memilih barang-barang baru daripada barang lama atau bekas. Sebab, secara naluriah kita memang lebih menyukai hal-hal yang baru, yang lagi ngetrend. Bukan hanya barang, dalam hal penampilan pun kita juga lebih suka yang baru, yang sesuai mode. Kita malu kalau dikatakan kuna atau jadul. Lebih-lebih ini adalah tahun ajaran baru. Biasanya, anak-anak akan lebih bersemangat untuk sekolah kalau barang-barangnya serba baru: buku baru, tas baru, sepatu baru, seragam baru, dll.  

Bacaan-bacaan hari ini juga menyatakan bahwa Tuhan pun menghendaki agar kita senantiasa hidup secara baru. “Hendaknya kamu mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah; hendaklah kamu hidup di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef 4:24). Namun, sebagai orang beriman, tentu saja tidak cukup kita mempunyai hal-hal dan barang-barang baru, bahkan itu semua cenderung tidak perlu. Yang penting dan yang pokok adalah hidup kita sendiri yang harus baru. Tuhan menghendaki agar kita mengenakan manusia baru. Apa artinya?

Mengenakan manusia baru berarti mengenakan pola dan cara pikir, sikap, dan tingkah laku yang baru, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan menjadi pengikut dan murid-murid Kristus, kita sebenarnya telah dianugerahi hidup baru, yaitu hidup sebagai anak-anak Allah. Namun, apakah hidup baru itu selalu kita kenakan? Hari ini kita diingatkan oleh St. Paulus supaya selalu mengenakan hidup baru yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. 

Sekarang, manusia atau hidup baru macam apa yang hendaknya kita kenakan? Marilah kita mengambil inspirasi dari bacaan pertama dan Injil hari ini! 

Pertama, hidup baru berarti kesadaran baru bahwa Tuhan berkenan memberikan kepada kita roti kehidupan yang menjadi jaminan kehidupan dan keselamatan kita. Anugerah roti yang memberi kehidupan itu dialami sejak zaman dahulu oleh bangsa Israel. Melalui peristiwa turunnya manna di padang gurun, Tuhan menjamin umat-Nya dalam hal makanan sebagaimana dinyatakan oleh Musa, “Inilah roti yang diberikan Tuhan kepadamu menjadi makananmu” (Kel 16:15). Dengan roti yang diberikan Tuhan melalui Musa, bangsa Israel tetap hidup dan dapat melanjutkan perjalanan mereka menuju Tanah Terjanji dengan selamat.

Anugerah roti kehidupan yang merupakan tanda dan sarana bahwa Tuhan menjamin kehidupan dan keselamatan umat-Nya, terus-menerus dialami oleh umat beriman sepanjang zaman. Roti kehidupan itu juga dianugerahkan kepada kita sampai sekarang dan tentu juga sampai selama-lamanya. Sekarang ini, roti kehidupan itu tidak diberikan melalui Musa, tetapi dalam diri Yesus Kristus sendiri. “Akulah roti hidup”, demikianlah Yesus menegaskan kepada kita (Yoh 6:35). Yesus adalah Putera Allah, yang turun dari surga dan berkenan menjadi manusia yang tinggal di tengah-tengah kita. 

Secara istimewa, kita diperkenankan mengalami dan merasakan kehadiran Kristus dalam rupa roti pipih kecil, yang berkat Doa Syukur Agung Gereja berubah menjadi Tubuh Kristus. Mata indrawi kita memang melihat bahwa roti itu tetap roti, tetapi mata iman kita memastikan bahwa roti itu adalah Tubuh Kristus, yang bagi kita menjadi jaminan kehidupan abadi. Inilah iman Gereja, iman kita bersama, yang semoga mampu memperbarui hidup kita

Kedua, kesadaran akan Tuhan yang senantiasa menjamin kehidupan kita, bahkan sampai kehidupan kekal, hendaknya memperbarui pula iman kepercayaan kita. Kita semakin percaya kepada Allah dan kepada Yesus Kristus Putera-Nya. Inilah yang dikehendaki oleh Allah dan dinyatakan oleh Yesus, “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” (Yoh 6:29). Maka, marilah kita terus-menerus memperbarui iman kepercayaan kita kepada Tuhan. Kita perbarui pula komitmen kita untuk mengikuti Kristus dan menjadi anak-anak Allah yang baik. 

Ketiga, pada bagian akhir Injil, Yesus menegaskan, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, Ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6:35). Sekarang, Yesus Kristus, Sang roti hidup itu selalu kita alami dan kita terima dalam Perayaan Ekaristi. Sebab, dalam setiap Ekaristi, Yesus sendiri hadir dalam rupa roti yang setelah dikonrekrir berubah menjadi Tubuh Kristus. Inilah roti hidup, yakni hidup Kristus sendiri yang dibagikan kepada kita supaya kita pun juga mempunyai hidup abadi. Maka, sabda Tuhan ini mengundang kita untuk semakin rajin, tekun dan setia datang merayakan Ekaristi, di mana kita akan menerima roti hidup. Kalau kita tekun dan setia datang ber-Ekaristi dengan disertai kepercayaan penuh kepada Tuhan, kita tidak akan lapar dan haus lagi secara rohani karena kelaparan dan kehausan kita akan selalu dipuaskan oleh Sabda Tuhan dan roti hidup, yakni Tubuh Kristus sendiri. 

Keempat, kesetiaan dan ketekunan kita untuk datang kepada Tuhan, mencari dan menemukan Dia, juga harus kita hayati secara baru. Kita datang kepada-Nya, bukan sekedar karena kita butuh untuk mendapatkan sesuatu. Inilah kritikan Yesus kepada orang banyak yang mencari-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kenyang” (Yoh 6). Melalui sabda ini, motivasi kita untuk datang kepada Tuhan diperbarui. Kita datang kepada-Nya, bukan pertama-tama karena kita membutuhkan sesuatu dan ingin memohon kepada-Nya tetapi karena kita mengasihi Tuhan dan rindu dengan-Nya. Tuhan lebih dahulu mengasihi kita dan Ia selalu merindukan kita datang kepada-Nya. Maka, hendaknya kita tekun dan setia datang kepada Tuhan, pertama-tama untuk bersyukur atas anugerah-Nya dan untuk memuliakan nama-Nya. Inilah yang berkenan kepada Tuhan dan dengan demikian, Tuhan pasti semakin berkenan memberikan berkat-Nya kepada kita. 

Rm. Ag. Agus Widodo, Pr

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy