MINGGU, 19 AGUSTUS 2012 – MINGGU BIASA XX
Am 9:1-6; Ef 5:15-20; Yoh 6:51-58
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang khas dan istimewa karena
diberi akal budi yang memanpukannya untuk berpikir dan mengerti banyak hal. Oleh
karena itu, sangat diharapkan agar kita menggunakan akal budi kita untuk
mengembangkan diri demi kehidupan yang lebih baik, termasuk dalam kehidupan
beriman. Sebab, dengan bantuan akal budi, kita akan terbantu untuk mengerti dan
menghayati iman kita. Inilah yang dipesankan oleh bacaan-bacaan hari ini,
khususnya bacaan pertama dan bacaan kedua.
Kitab Amsal mengingatkan kita, “Buanglah kebodohan, maka kamu
akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian” (Am 9:6). Menurut Kitab Amsal ini,
pengertian itu penting agar kita tetap hidup. Kiranya tidak sulit memahami
pesan ini. Misalnya, pengertian mengenai suatu makanan itu sehat dan tidak; pengertian
mengenai cara berjalan dan cara mengendarai motor atau mobil yang benar; pengertian
mengenai sesuatu sebagai obat atau racun, dll. Itu semua amat penting supaya
kita tetap hidup dan selamat. Sebab, kalau kita tidak mengerti, kita akan melakukan
kesalahan. Kesalahan dalam hal makan, berjalan atau berkendara, bisa berakitan fatal
bagi keselamatan kita. Demikian pula, dalam hal beriman. Kita juga harus
mempunyai pengertian iman yang baik dan benar, supaya kita tetap hidup dan
selamat.
Oleh karena itu, bacaan kedua, yang dikutip dari Surat Paulus
kepada Jemaat Efesus, menegaskan kepada kita, “Perhatikanlah dengan seksama
bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.
… berusahalah mengerti kehendak Allah” (Ef 5:15.17). Nah ini dia! Sebagai orang
beriman dan berakal budi, hal utama yang harus kita mengerti adalah kehendak
Allah. Sebagai orang beriman, di atas segala-galanya dan di atas semua hal yang
baik dan perlu kita mengerti, kita harus mengerti terlebih dahulu kehendak
Allah. Bukankah dalam doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan agar kita berdoa “…
jadilah kehendak-Mu …”. Maka, supaya kita bisa taat kepada kehendak Allah, kita
pertama-tama harus tahu mana kehendak Allah dan mana yang bukan.
Gereja mengimani dan mengajarkan bahwa kehendak Allah yang
paling utama adalah bahwa Ia berkenan menyelamatkan semua orang. Hal ini ditegaskan
dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen
Gentium,
“Atas keputusan
kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang
kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat
manusia untuk ikut serta menghayati hidup ilahi. Ketika dalam diri Adam umat
manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka
supaya selamat, demi Kristus Penebus” (LG 2).
Jadi, Allah Bapa yang menciptakan kita menghendaki agar kita
semua selamat. Meskipun kita seharusnya binasa akibat dosa-dosa kita, namun karena
Allah telah menetapkan bahwa kita selamat, maka Ia menjamin keselamatan kita. Apa
dan siapa jaminan keselamatan kita itu? Jaminannya adalah Yesus Kristus (Ibr
7:22). Sebab, “Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai ‘manusia
kepada manusia’, ‘menyampaikan sabda Allah’ (Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya
penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (Yoh 5:36; 17:4).
Dalam Injil hari ini, Yesus sendiri menegaskan bahwa Dialah
jaminan keselamatan bagi kita.
“Akulah roti hidup
yang turun dari surga. Jikalau seseorang makan dari roti ini, ia akan hidup
selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan
Kuberikan untuk hidup dunia. … Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku,
ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan Dia pada akhir zaman.
… Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan
Aku di dalam dia. … Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya”
(Yoh 6:51.54.56.58).
Seluruh pewartaan dalam Injil ini sebenarnya berbicara
mengenai Ekaristi. Dalam setiap Perayaan Ekaristi, Yesus hadir secara khas dan
istimewa. Ia sendiri memberikan tubuh dan darah-Nya menjadi santapan bagi kita
dalam rupa roti dan anggur Ekaristi. Meskipun indra kita melihat dan merasakan
warna, bentuk dan rasa roti-anggur, namun im an kita mampu mengerti bahwa itu
adalah tubuh dan darah Kristus. Mengapa bisa demikian? Karena Yesus sendiri
yang mengatakan-Nya, “roti yang Kuberikan ialah daging-Ku”.
Melalui komuni suci, kita makan tubuh Kristus (dan minum
darah-Nya) sehingga kita tinggal dan Kristus dan Kristus tinggal dalam kita. Komuni
mempersatukan kita dengan Kristus. Dengan demikian, menjadi semakin nyatalah
bahwa Kristus senantiasa menyertai peziarahan hidup kita. Nah, kalau peziarahan
hidup kita selalu disertai oleh Kristus, pastilah kita terjamin. Makanan dan
minuman rohani selalu tersedia karena Ia telah memberikan tubuh dan darah-Nya
sebagai santapan kita. Arah perjalanan juga tidak mungkin salah karena
Kristuslah jalan, kebenaran dan kehidupan.
Oleh karena itu, hendaknya kita semakin beriman akan Yesus
Kristus yang menjamin keselamatan kita. Iman itu hendaknya juga semakin kita
hayati dengan tekun dan setia. Salah satu caranya yang pokok adalah kita
semakin mencintai Ekaristi dengan semakin tekun merayakannya dengan penuh
hikmat dan hormat. Sebab, di dalam Ekaristi itu lah kita menerima Kristus, sang
roti hidup yang menjadi jaminan keselamatan kita.
Selain itu, karena melalui komuni, Kristus tinggal dalam kita dan kita dalam Dia, maka kita menjadi tabernakel hidup. Dalam situasi apa pun, Kristus menyertai kita. Ke mana kita pergi dan di mana pun kita berada, kita membawa Kristus. Maka, pikiran, perkataan, sikap, dan tindakan kita hendaknya selalu dijiwai oleh Kristus yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasih.
Selain itu, karena melalui komuni, Kristus tinggal dalam kita dan kita dalam Dia, maka kita menjadi tabernakel hidup. Dalam situasi apa pun, Kristus menyertai kita. Ke mana kita pergi dan di mana pun kita berada, kita membawa Kristus. Maka, pikiran, perkataan, sikap, dan tindakan kita hendaknya selalu dijiwai oleh Kristus yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasih.
Rm. Ag. Agus Widodo, Pr