MINGGU BIASA XXV-B / 23 September 2012



MINGGU BIASA XXV-B / 23 September 2012
Keb 2:12.17-20; Yak 3:16-4:3; Mrk 9:30-37

Berdasarkan Kisah Penciptaan (Kej 1), kita mengimani bahwa segala sesuatu diciptakan dalam keadaan baik. Setiap kali selesai menciptakan, selalu dikatakan, “Allah melihat bahwa semuanya itu baik” (ay.4.10.18.21.25). Bahkan, setelah manusia diciptakan, ditegaskan bahwa “Allah melihat segala sesuatu yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik” (ay.31). Jadi, Tuhan menciptakan kita dan segala sesuatu di dunia ini dalam keadaan yang baik, bahkan sungguh amat baik. Namun, ….. mengapa saat ini kita mengalami banyak sekali hal tidak baik? Salah satu jawabannya adalah karena nafsu yang dikuasai oleh roh jahat.

Rupanya, kejahatan itu sudah masuk dalam kehidupan manusia tidak lama setelah Tuhan menciptakannya.  Peristiwa jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa (Kej 3) menunjukkan bahwa mereka dipengaruhi roh jahat yang mewujud dalam bentuk ular sehingga berani melanggar larangan Tuhan. Anak mereka, Kain, membunuh Habel, adiknya, karena iri hati (Kej 4). Selanjutnya, semakin manusia bertambah banyak, kejahatan semakin meraja-lela (Kej 6). Kitab Maleakhi, sebagai kitab terakhir dari Perjanjian Lama masih berkisah tentang kejahatan manusia yang mendatangkan murka Tuhan (Mal 1-2).

Bacaan pertama (Keb 2:12.17-20) yang berasal dari tradisi peralihan dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru (Intertestament) mengisahkan tentang rencana kejahatan yang dirancangkan oleh orang-orang jahat. “Marilah kita menghadang orang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan, serta menentang pekerjaan kita” (ay.12). Mereka ini menjadi jahat dan memusuhi orang-orang baik karena dikuasai oleh hawa nafsunya. Nafsu yang seharusnya dikuasai, dikendalikan dan dikelola tetapi malah sebaliknya yang terjadi.

Kejahatan manusia masih berlanjut sampai Perjanjian Baru. St. Yakobus, dalam bacaan kedua (Yak 3:16-4:3) menyampaikan refleksinya bahwa akar dari kejahatan adalah iri hati dan mementingkan diri sendiri. “Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala perbuatan jahat” (ay.16). Sampai sekarang, aneka macam kejahatan karena iri hati dan mementingkan diri sendiri masih terjadi. Karena iri akan kekayaan, jabatan dan prestasi orang lain, banyak orang rela melakukan kecurangan, seperti misalnya tampak dengan maraknya kasus-kasus korupsi dan suap. Tidak sedikit orang menghalalkan segara cara untuk memperjuangkan kepentingan sendiri dan kelompok, entah itu kepentingan politik, ekonomi, bahkan kepentingan agama.

Di tengah situasi yang demikian ini, apa yang dapat kita lakukan? Setidaknya ada 3 hal, kalau kita mau mengambil inspirasi dari bacaan-bacaan hari ini. Pertama, kita harus tetap yakin pada pertolongan Allah. Kita semua adalah anak-anak Allah, dan kalau kita sungguh hidup secara benar sebagai anak-anak Allah, niscaya Allah akan menolong kita serta melepaskan kita dari tangan lawan-lawan kita (bdk.Ken 2:18). Jadi, kesulitan hidup dan tantangan serta hambatan untuk menjadi orang baik jangan sampai melemahkan iman kita tetapi sebaliknya justru semakin menjadikan kita beriman tangguh dengan mempercayakan diri sepenuhnya pada pertolongan Tuhan.

Kedua, sesuai ajakan St. Yakobus, kita harus berdoa dengan benar supaya doa-doa kita dikabulkan. Memang, hal pengabulan doa itu merupakan hak Allah secara mutlak. Namun, dari pihak kita harus selalu berupaya untuk berdoa secara benar. St. Yakobus tidak menjelaskan doa yang benar itu seperti apa, namun dengan menyebut bahwa doa yang salah adalah doa yang isinya permintaan untuk memuaskan hawa nafsu, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria doa yang benar adalah memohon bukan untuk kepentingan diri sendiri, apalagi untuk memuaskan hawa nafsu. Maka, kalau kita berdoa, pertama-tama memohon supaya Tuhan dimuliakan dalam hidup kita dan supaya kita dapat mengabdi Tuhan serta melayani sesama dengan baik. Kita mohon kesehatan, rezeki yang cukup, umur panjang, keluarga sejahtera, dll supaya dengan itu semua kita semakin mengabdi Tuhan dan melayani sesama.

Ketiga, sebagai murid-murid Kristus, kita harus tetap setia mengikuti jejak Sang Guru, yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Dalam bacaan Injil (Mrk 9:30-37), Yesus menegaskan, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan bagi semuanya (ay. 35b). Mengikuti Yesus dan menjadi murid-Nya berarti mau merendahkan diri dan menjadi pelayan. Oleh karena itu, apa pun profesi, jabatan, dan pekerjaan kita, marilah kita maknai dan kita hayati sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan dan pelayanan kepada sesama. Kita bekerja bukan pertama-tama dan melulu untuk mendapatkan upah dan nafkah – meskipun penting – tetapi lebih dari itu, kita bekerja untuk mengabdi Tuhan dan melayani sesama.

Melalui ketiga hal ini, kita dapat bertahan sebagai orang benar. Di tengah arus kehidupan yang tidak semuanya baik, kita bisa ngeli ning ora keli, bahkan kita bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan bersama. Dengan demikian, semoga suasana kehidupan kita bisa kembali menjadi baik seperti pada saat Tuhan menciptakan segala sesuatu adalah baik adanya. 

RD. Ag. Agus Widodo

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy