| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

MINGGU BIASA XXVI/B - 16 SEPTEMBER 2012

MINGGU BIASA XXVI/B - 16 SEPTEMBER 2012
Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18; Mrk 8:27-35

"Engkau adalah Mesias ....."
Itulah jawaban Petrus atas pertanyaan Yesus, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawaban Petrus ini tepat namun masih harus diperdalam maknanya. Orang Yahudi pada waktu itu, termasuk para murid, memahami bahwa Mesias sebagai tokoh politik yang di diutus Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel dari penjajahan bangsa lain. Apakah ini mesianitas Yesus? Bukan.

Yesus memang diutus Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Namun, Ia sama sekali tidak tertarik pada kekuasaan politis. Ia juga tidak mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Maka, Yesus bukanlah Mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa lain dengan cara merebut kekuasaan politis dan kemudian memerintah di atas tahta.

Yesus membebaskan dan menyelamatkan bangsa manusia bukan dari penjajahan bangsa lain tetapi dari penjajahan setan dan perbudakan dosa. Caranya adalah dengan "Menanggung banyak penderitaan ... ditolak oleh tua-tua, oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari". Salib adalah tahta Yesus, Sang Mesias, untuk menyelamatkan umat manusia.

Gambaran penderitaan Mesias ini disharingkan dengan amat gamblang dalam nubuat Yesaya (bac. pertama). Seorang Hamba Yahwe rela menderita demi keselamatan umat. Ia tidak melakukan kesalahan apa pun tetapi rela menanggung penderitaan untuk membebaskan umat dari hukuman. Tokoh Hamba Yahwe ini biasa dipahami sebagai antisipasi akan kehadiran Yesus yang rela menderita dan mati di salib untuk menyelamatkan kita.

Demikianlah iman kita akan Mesianitas Yesus. Selanjutnya, bagaimana kita menghayati iman kita. Tidak cukup hanya mengatakan bahwa Yesus adalah mesias. St. Yakobus (bac. kedua) menegaskan bahwa "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya mati". Maka, iman harus diwujudkan dalam perbuatan.

Perbuatan macam apakah itu? "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikuti Aku." Karena Yesus telah menderita dan menanggul salib-Nya demi keselamatan kita, maka kita juga harus menunjukkan kesetiaan kita untuk mengikuti dan mengimani-Nya dengan berani menderita dan memanggul salib kita masing-masing.
Nah, sekarang perlu dijernihkan makna penderitaan dan salib. Penderitaan Yesus di salib adalah penderitaan sebagai konsekuensi atas kerelaan-Nya untuk berkorban demi keselamatan kita. Maka, penderitaan salib itu bukanlah penderitaan karena kesalahan, kecerobohan, dan kesembronoan kita tetapi merupakan risiko yg harus kita tanggung karena kita mengikuti Yesus dan/atau karena kita menyelamatkan (menolong, membantu, mengasihi) sesama. Inilah perwujudan iman kita sesuai permintaan Yesus, untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya.

Pada bagian akhir Injil, Yesus menyampaikan bahwa penderitaan yang ditanggung sebagai konsekuensi mengikuti dan mengimani Yesus mempunyai perspektif masa depan, yakni kehidupan abadi. Penderitaan dan kematian di dunia ini, asal itu merupakan konsekuensi dari kesetiaan kita mengikuti dan mengimani Yesus serta pengorbanan kita untuk mengasihi sesama akan membuahkan keselamatan abadi. Maka, Yesus mengajak kita untuk berpikir, bersikap, dan berbuat, "tak apalah di dunia ini menderita karena mengikuti Yesus dan mengasihi sesama, karena akan mendapatkan keselamatan dalam kehidupan kekal".

RD. Ag. Agus Widodo

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy