Senin, 08 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 1:6-12; Mzm 111:1-2.7-8.9.10c; Luk 10:25-37.
Si ahli Taurat bertanya: “Siapakah sesamaku?” Lalu Yesus mengisahkan tentang seorang yang dirampok dalam perjalanan dari Yeriko ke Yerusalem. Dua orang terhormat di masyarakat Yahudi (imam dan orang Lewi) tidak memberikan pertolongan, tetapi menyingkir karena kuatir najis; sedangkan seorang Samaria (yang tidak bergaul dengan orang Yahudi) mengulurkan tangan dan menolong secara tuntas. Orang Samaria itu telah bertindak sebagai sesama bagi orang yang sedang sekarat. Jadi, ketimbang bertanya ‘Siapakah sesamaku?’, Yesus malah mengundang diri kitalah yang harus bertindak menjadi sesama bagi orang yang sedang menderita, lemah dan tak berdaya. Jelas di sini, Yesus menginginkan iman bukan saja berpusat pada altar, tetapi berbuah dalam tuntutan “pasar” di kehidupan nyata. Orang Samaria itu lebih berarti ketimbang imam dan orang Lewi yang sibuk dengan ibadah tapi lepas dari kehidupan nyata.
Selasa, 09 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 1:13-24; Mzm 139:1-3.13-14ab.14c-15; Luk 10:38-42.
Marta menerima Yesus di rumahnya. Saudara Marta, yaitu Maria, duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku,” ujar Marta kepada Yesus. Jawab Yesus: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Seringkali kita lebih sibuk dengan berbagai pelayanan, tetapi lupa 'mendengarkan' Yesus. Yesus memang butuh tangan-tangan untuk melayani, tetapi pelayanan itu harus bersumber dari sabda-Nya. Kalau tidak, bisa jadi unsur manusia dalam pelayanan lebih menguasai, lalu jadi mudah kecewa atau pun berselisih.
Rabu, 10 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 2:1-2.7-14; Mzm 117:1.2; Luk 11:1-4.
Yesus mengajarkan murid-murid-Nya berdoa dengan menyapa Allah sebagai Bapa. Ia juga mengajarkan supaya kita terlebih dahulu mengutamakan perkara-perkara Allah sebelum perkara-perkara kita. Inilah yang harus selalu kita ingat dalam doa-doa yang kita panjatkan, supaya kita tidak dikuasai oleh keinginan-keinginan diri yang mencelakakan. Ya, datanglah kepada Bapa kita, mohonlah pada-Nya, tetapi dasarkanlah segala permohonan itu pada perkara-perkara Bapa: pada Kerajaan-Nya, pada kehendak-Nya. Bukan sekedar pada apa yang aku mau.
Kamis, 11 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 3:1-5; MT Luk 1:69-70.71-72.73-75; Luk 11:5-13.
Jangan pernah lelah untuk terus meminta kepada Bapa kita sendiri. Yesus sendiri mengajarkan kepada kita untuk selalu berdoa tidak jemu-jemu, menjalin relasi dengan Bapa, mengetuk pintu hati-Nya. Dia adalah Bapa kita yang pasti mendengar apa yang kita sampaikan. Tak ada satu pun doa yang kita panjatkan dengan sungguh-sungguh akan sia-sia. Dia pasti memenuhinya. Mungkin sekarang, mungkin nanti. Mungkin juga tak selalu sesuai dengan harapan kita. Yang pasti, indah dan baik buat kita. Dia adalah Allah yang peduli dan datang tepat pada waktunya untuk memberi yang kita butuhkan untuk sebuah kehidupan yang sesungguhnya.
Jumat, 12 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 3:7-14; Mzm 111: 1-2.3-4.5-6; Luk 11:15-26.
Bila kita menyediakan tempat dalam hidup kita untuk bercokolnya iblis, maka iblis akan mengajak teman-temannya untuk pesta di dalam diri kita dan mereka akan semakin menguasai kita. Maka, berhati-hatilah terhadap tawaran-tawaran iblis dengan segala kemasan duniawinya. Sekali terjerumus, bersiaplah untuk tenggelam. Pun pula, jika “suara Tuhan” yang bergema dalam batin kita selalu kita matikan, niscaya suara itu akan kehilangan kekuatannya. Jadi, sekecil apa pun tawaran iblis, kita harus berjuang keras untuk menolaknya. Tidak gampang memang! Tapi, inilah suatu bentuk “menyangkal diri” yang dituntut oleh Yesus untuk menjadi murid-Nya demi tidak “kehilangan nyawa”.
Sabtu, 13 Oktober: Hari Biasa Pekan XXVII (H).
Gal 3:22-29; Mzm 105:2-3.4-5.6-7; Luk 11:27-28.
Orang yang hanya digerakkan oleh keinginan-keinginan pribadinya adalah orang yang sedang merintis jalan menuju hutan belantara penuh kegelapan. Jangan biarkan diri kita tersesat! Pegang kompas Firman Allah dan ikuti, maka kita pasti akan sampai pada tempat yang terang, damai dan sukacita. Jangan menunggu “tanda-tanda” baru untuk sungguh percaya dan hidup di dalam Tuhan, karena tanda-tanda itu sesungguhnya sudah diberikan-Nya dalam sabda-Nya, dalam ciptaan-Nya, dalam sejarah kehidupan kita sendiri.
Minggu, 14 Oktober: Hari Minggu Biasa XXVIII (H).
Keb 7:7-11; Mzm 90:12-13.14-15.16-17; Ibr 4:12-13; Mrk 10:17-30 (Mrk 10:17-27).
Uang dan harta adalah sesuatu yang memang dibutuhkan untuk dapat hidup di tengah dunia. Namun, jika orientasi hidup dan ukuran penilaian terhadap segala sesuatu melulu berpusat pada uang dan harta, orang akan sulit untuk mendapatkan kelimpahan hidup dalam arti sebenarnya. Keterikatan seperti itu menjadi penghalang untuk mendekatkan diri dengan Allah dan hidup dalam ajaran-Nya. Maka menjadi murid Yesus berarti menempatkan Kerajaan Allah dan semua ajaran-Nya di atas segalanya. Inilah sikap yang berani “menjual harta” yang dituntut Yesus dari orang muda yang kaya itu.
Oleh: M. Muliady Wijaya - Paroki Regina Caeli, PIK