| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

MINGGU BIASA XXVIII/B – Minggu, 14 Oktober 2012



MINGGU BIASA XXVIII/B – Minggu, 14 Oktober 2012
Keb 7:7-11; Ibr 7:12-13; Mrk 10:17-30

Tanggal 11 Oktober 2012 kemarin, baru saja dibuka Tahun Iman dan akan terus berlangsung sampai 24 November 2013 yang akan datang. Selama Tahun Iman, kita diajak meneladan wanita Samaria untuk pergi ke sumur dan menimba air kehidupan, tidak hanya sekali namun berkali-kali. Salah satu sumur, di mana kita setiap saat bisa menimba air kehidupan adalah Kitab Suci. Setiap kali kita membaca dan merenungkan isinya, kita akan selalu mendapatkan inspirasi, terang, dan pencerahan yang menuntun kita di jalan yang benar untuk menuju dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Maka, kita diajak untuk sesering mungkin pergi ke sumur iman kita, yakni Kitab Suci dan menimba kekayaan iman di dalamnya. Pesan dan ajakan ini ditegaskan oleh bacaan-bacaan hari ini.

Bacaan kedua (Ibr 4:12-13) menegaskan bahwa Firman Tuhan itu hidup dan kuat, sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (ay.12). Dengan kata lain, Firman Tuhan adalah sumber kebijaksanaan yang harus kita cintai. Menurut bacaan pertama (Keb 7:7-11) kebijaksanaan itu harus kita kasihi dan kita “utamanakan lebih daripada tongkat kerajaan dan tahta; ... kekayaan, ... permata, ... emas, ... perak; kesehatan dan keelokan rupa” (ay. 8.9.10). Kalau kita berani seperti Salomo, yaitu mengutamakan kebijaksanaan hidup, pasti harta duniawi datang dengan sendirinya (1Raj 3:11-14).

Kebijaksanaan hidup seperti ini, kalau kita terapkan dalam hidup sehari-hari, salah satunya bermakna demikian: Kita hidup dan bekerja, bukan pertama-tama dan semata-mata untuk mendapat harta kekayaan dan menumpuknya tetapi terutama untuk mengabdi Tuhan dan melayani sesama. Sikap hidup seperti ini akan membuat kita lebih mudah bersyukur atas apa pun yang diberikan Tuhan kepada kita, entah banyak entah sedikit. Kita juga tidak akan “ngaya” untuk mendapatkan dan menumpuk harta sebanyak mungkin, sehingga terhindar dari cara-cara yang tidak benar. Kita juga tidak mudah iri hati atas apa yang diperoleh orang lain tetapi justru ikut mensyukurinya. Dan yang lebih penting, kita akan lebih mudah dan rela berbagi atas apa yang kita miliki kepada orang-orang yang membutuhkan.

Sikap berbagi inilah yang dituntut oleh Yesus dan merupakan syarat untuk masuk Kerajaan Allah dan mendapatkan harta di surga. Memang, sikap menjadi seperti anak kecil – artinya pasrah dan mengandalkan diri secara penuh kepada Tuhan, seperti seorang anak yang pasrah dan mengandalkan diri pada orangtuanya, sebagaimana diuraikan dalam Injil Minggu lalu (Mrk 10:2-16), itu penting. Hal ini harus menjadi sikap dasar iman kita. Namun, itu saja tidak cukup. Pasrah dan mengandalkan Tuhan, tidak berarti kita hanya diam saja dan tidak berbuat apa-apa, tetapi kita harus aktif dan berusaha. Maka, Yesus meminta kita, “Pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. Maka, engkau akan memperoleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan mengikuti Aku” (Mrk 10:21).

Dalam Injil hari ini, hal masuk Kerajaan Allah atau memperoleh harta di surga, dikaitkan dengan sikap lepas bebas, tidak terlekat pada harta milik tetapi rela dan mau berbagi harta milik atau kekayaan. Orang yang rela berbagi harta milik kepada orang-orang miskin adalah orang-orang yang merintis jalan ke surga dan akan memasuki Kerajaan Allah. Sebaliknya, orang yang tidak mau berbagi harta milik berarti pergi menjauh dari Kerajaan Allah seperti yang dilakukan pemuda kaya dalam Injil tadi (Mrk 10:22).

Kita masing-masing, entah banyak atau sedikit, entah besar atau kecil, pasti mempunyai harta kekayaan. Wujudnya tidak selalu uang atau barang tetapi bisa berupa bakat, keterampilan, atau keutamaan tertentu. Atas apa yang kita miliki, atau lebih tepatnya atas apa pun yang dianugerahkan Tuhan untuk menjadi milik kita, marilah kita syukuri. Bersyukur berarti kita mengarahkan pandangan ke surga. Namun, supaya kita tidak hanya memandang saja tetapi diperkenankan masuk ke dalamnya, kita harus rela berbagi. Kemauan untuk berbagi ini tidak usah menunggu sampai kita mempunyai harta melimpah. Ingat, persembahan janda yang memberi dari kekurangannya (Luk 21:2-4).

Meskipun demikian, perihal masuk Kerajaan Allah dan hidup kekal itu tidak bisa diklaim sebagai usaha kita tetapi mutlak anugerah Tuhan. Dengan usaha dan kekuatan sendiri, kita tidak mungkin mendapatkannya. Mengapa? Sedikit saja kita berbuat baik, ternyata kita lebih banyak berbuat dosa. Kita ber-amal sedikit saja, ngomel-nya jauh lebih banyak. Sedikit saja kita memberi, ternyata Tuhan jauh lebih banyak memberi kepada kita. Maka, sampai kapan pun usaha kita tidak akan cukup untuk masuk surga. Kita pun bertanya seperti para murid, “Kalau Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus pun memandang kita yang telah berusaha hidup bijaksana, penuh syukur dan rela berbagi ini sambil berkata, “Bagi manusia, hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab, bagi Allah, segala sesuatu adalah mungkin”. Termasuk membuat kita yang tidak mungkin selamat ini menjadi selamat.

Untung dan syukur, Tuhan itu mahabaik. Kalau Tuhan kita begitu baik, lantas bagaimana sikap dan tanggapan kita? 

RD. Ag. Agus Widodo

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy