MINGGU
BIASA XXX - B: 28 Oktober 2012
Yer 31:7-9; Ibr 5:1-6; Mrk 10:46-52
Yer 31:7-9; Ibr 5:1-6; Mrk 10:46-52
Kisah
penyembuhan Bartimeus dari kebutaanya ini sangat menarik dan ispiratif bagi
kita. Yesus sedang dalam perjalanan menuju ke Yerusalem (Mrk 10:32). Jarak antara
Yerikho ke Yerusalem sekitar 20 km. Yesus keluar dari kota Yerikho, tidak hanya
bersama kelompok para murid, tetapi juga bersama banyak orang lain yang hendak
berziarah ke Yerusalem dan merayakan Paskah di sana (ay.46). Adalah wajar
ketika banyak peziarah, banyak pula pengemis
yang duduk di pinggir jalan mengharapkan uluran belas kasih dari para peziarah.
Bartimeus, seorang pengemis buta merupakan salah satu dari antara mereka itu (ay.46).
Rupanya,
Bartimeus pernah mendengar tentang Yesus yang telah menyembuhkan banyak orang
sakit. Ternyata ia mampu mengenali bahwa di antara sekian banyak orang yang
berjalan melewatinya itu, ada Yesus. Maka, ia berseru, “Yesus, Anak Daud,
kasihanilah aku!” (ay.47). Orang-orang yang berjalan bersama Yesus melarangnya.
Namun, ia justru semakin keras berteriak, “Anak Daud, kasihanilah aku” (ay.48).
Yesus mendengar seruannya dan menghendaki agar ia dipanggil mendekat (ay.49). Ketika
hendak mendekat, Bartimeus menanggalkan jubahnya (ay.50). Setelah berdekatan
dengan Yesus terjadilah dialog antara keduanya sehingga semakin jelas apa yang dikehendaki
Bartimeus (ay.51). Akhirnya, karena imannya kepada Yesus, terjadilah mukjizat
penyembuhan yang diharapkannya. Bartimeus bisa melibat, kemudian ia mengikuti
Yesus (ay.51)
Di
sini, ada beberapa hal menarik yang menunjukkan kepada kita betapa Bartimeus
itu seorang yang beriman mendalam. Pertama,
di tengah keramaian banyak orang, ia mampu mengenali Yesus. Kendati matanya
buta, hatinya mampu melihat kehadiran Tuhan. Hendaknya, kita pun demikian. Di tengah
keramaian, kesibukan, dan berbagai macam hal yang kita alami, hendaknya kita tetap
peka menangkap kehadiran Tuhan yang senantiasa menyertai kita (bdk. Mat 28:20).
Ketika kita melihat keindahan alam, orang lain yang harus kita layani, pekerjaan-pekerjaan
yang harus kita selesaikan hendaknya hati kita mampu melihat kehadiran Tuhan dalam
diri mereka.
Kedua, Bartimeus berseru-seru kepada
Yesus, juga ketika banyak orang menghalanginya. Ia yakin, bahwa Yesus pasti
menaruh belas kasih kepadanya. Yesus pasti akan memberikan lebih dari sekedar
yang diberikan para peziarah yang lain. Yesus pasti akan membuatnya bisa
melihat sehingga ia menjadi orang normal yang tidak lagi tergantung orang lain.
Semantara itu, peziarah yang lain hanya memberinya uang namun ia selamanya ia tetap tergantung uluran orang
lain. Keyakinannya itulah yang mendorongnya untuk berseru-seru kepada Tuhan. Hendaknya,
kita pun demikian. Dalam beriman, seringkali, kita juga mengalami berbagai
macam hambatan. Bisa jadi ada orang lain, atau kesibukan dan pekerjaan kita
yang menghalangi kita untuk menghayati iman kita. Namun, kalau kita percaya
penuh kepada Tuhan seperti Bartimeus ini, kita akan tetap menghayati iman kita,
apa pun hambatannya. Sesibuk apa pun kita, kita akan tetap meluangkan waktu
untuk (berseru kepada) Tuhan. Secantik atau seganteng apa pun pacar saya, kalau
ia menghalangi saya berjumpa dengan Tuhan, akan saya tinggalkan supaya saya
tetap dapat beriman kepada Tuhan.
Ketiga, kendati dalam keramian, Yesus
mendengar seruan Bartimeus dan memintanya untuk mendekat. Kita pun percaya
bahwa Tuhan juga selalu mendengarkan kita setiap kali kita berseru kepada-Nya. Namun,
Tuhan menghendaki agar kita tidak hanya berseru-seru saja, tetapi mau semakin mendekat
kepada-Nya. Maka, kita juga diundang oleh Tuhan supaya semakin mendekatkan diri
kepada-Nya.
Kempat, usaha Bartiemus untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan itu disertai dengan kerelaan menanggalkan jubahnya. Bagi pengemis
seperti Bartimeus ini, jubah merupakan satu-satunya milik yang berharga. Jubah adalah
pakaian serba guna: bisa untuk pakaian, selimut, alas tidur, sekaligus alas
duduk untuk menerima uang dari para penderma. Jubah juga bisa digadaikan untuk
mendapatkan uang. Nah, di sini, satu-satunya barang berharga yang dimiliki itu,
ditanggalkan untuk mendapatkan Yesus dan kesembuhan dari-Nya. Bagi Bartimeus, jubah
yang menurut ukuran umum sangat berharga itu, kalah jauh berharganya
dibandingkan dengan Yesus. Kita pun hendaknya demikian. Iman kepada Tuhan
hendaknya kita jadikan yang paling berharga di atas semua yang kita miliki di
dunia ini.
Akhirnya,
buah dari iman Bartimeus yang mendalam itu adalah ia mendapatkan kesembuhan dan
keselamatan. Setelah sembuh, ia pun semakin beriman. Ketika Yesus memintanya
untuk pergi, ia justru mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya (ay.52).
Marilah
kita hayati iman kita seperti Bartimeus ini. Kita latih terus-menerus kepekaan
kita untuk mampu melihat kehadiran Tuhan di tengah keramaian dan kesibukan kita
setiap hari. Kita bangun sikap percaya penuh kepada Tuhan yang pasti memberikan
pertolongan tepat pada waktunya. Kita tidak hanya berseru-seru kepada Tuhan
tetapi juga semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Dan, kita jadikan iman kepada Yesus
sebagai yang paling berharga dalam hidup kita, jauh melebihi segala hal lain yang
kita miliki.
Dengan
penghayatan iman yang demikian, Yesus pun akan berkata kepada kita, “Imanmu
telah menyelamatkan engkau”
RD. Ag. Agus Widodo