Minggu Adven
IV/C – 23 Desember 2012
Mi 5:1-5a; Ibr
10:5-10; Luk 1:39-45
Saudara-saudari
terkasih,
Hari
ini, kita sudah memasuki Minggu Adven IV, Minggu terakhir bagi kita untuk
persiapan Natal. Apalagi, Minggu Adven IV ini jatuh pada tanggal 23 Desember.
Itu berarti, besuk sudah tanggal 24 Desember dan sore/malam harinya kita sudah
akan merayakan Ekaristi Malam Natal. Pada persiapan akhir menjelang perayaan
Natal ini, kita diajak untuk belajar dari tokoh-tokoh iman: Maria, Elisabeth,
dan Yohanes Pembaptis.
Pertama, Bunda Maria. Maria,
setelah menerima kadatangan Malaikat Gabriel bergegas mengunjungi Elisabet saudarananya
(Luk 1:39). Jarak yang ditempuh paling sedikit 150 km di daerah perbukitan.
Bayangkan, seorang gadis harus naik-turun perbukitan menempuh jarak sejauh itu,
seorang diri lagi! Tentu, ada semangat yang luar biasa dalam diri Maria. Dari
manakah datangnya semangat itu?
Tentu
saja dari kunjungan Malaikat Gabriel yang membawa kabar gembira baginya. Baru
saja, ia menerima kasih karunia Allah (Luk 1:28). Berkat kuasa Allah dan karunia
Roh Kudus yang turun atasnya, ia dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus,
Sang Anak Allah Yang Mahatinggi (Luk 1:30-35). Mungkin, ia tidak sepenuhnya
memahami kehendak Allah atas dirinya itu. Namun, keterbukaan dan kepasrahannya
untuk melaksanakan kehendak Allah menjadikan ia mempunyai semangat baru. Ia
telah menerima warta gembira, maka dengan penuh semangat hendak berbagi
kegembiraan kepada Elisabet, saudaranya. Dari sini, kita belajar bahwa warta
gembira, berkat dan kasih karunia yang kita terima, tidak untuk kita simpan bagi
diri kita sendiri tetapi untuk kita bagikan kepada sesama. Maka, marilah kita
saling berbagi berkat, kasih karunia dan sukacita.
Untuk
berbagi berkat, kasih karunia dan sukacita, Maria harus mau berlelah-lelah,
mengorbankan waktu dan tenaga, juga siap menghadapi resiko di perjalanan. Jarak
150 km kemungkinan hanya ditempuh dengan jalan kaki. Kalau kecepatan rata-rata
5 km/jam, paling tidak memakan waktu 30 jam (sehari semalam lebih). Pasti
melelahkan dan berisiko, apalagi pada malam hari. Namun, ia berani menghadapi
semua itu karena ia percaya penuh bahwa Tuhan selalu menyertainya (Luk 1:28). Maka,
dalam berbagi berkat, kasih karunia dan sukacita, hendaknya kita juga berani
berkorban, berani berjerih lelah, dan berani menghadapi risiko karena yakin
bahwa Tuhan selalu menyertai kita.
Kedua, Elisabet.
Sebagai tanggapan atas kehadiran Maria yang membawa sukacita dan berkat,
Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus sehingga hatinya bersukacita dan mulutnya mengucapkan
berkat (Luk 1:42). Dengan demikian, perjumpaan antara Maria dan Elisabet
merupakan perjumpaan yang membuahkan sukacita dalam Roh Kudus. Juga merupakan
perjumpaan yang saling berbagi berkat. Mari kita belajar dari Elisabet untuk
menerima kehadiran setiap orang dengan penuh sukacita. Kalau kita selalu
menerima kehadiran setiap orang – keluarga (suami/istri, anak, saudara/i),
tetangga, rekan kerja, dll – dengan penuh sukacita, apa pun keadaan mereka,
pasti perjumpaan-perjumpaan dan hidup bersama kita akan diwarnai sukacita.
Dalam suasana itulah, kita tidak akan saling memaki dan mengutuk, mencaci dan
membenci, tetapi saling memberkati, memuji, menghormati, dan menghargai.
Ketiga, Yohanes
Pembaptis. Sewaktu Maria berkunjung ke rumah Elisabet, usia Yesus dalam
rahimnya, baru beberapa waktu (Luk 1:39). Sementara itu, usia Yohanes di rahim
Elisabet sudah 6 bulan lebih. Janin berusia 6 bulan sudah mampu mendengarkan suara-suara dari luar, dan
mampu merasakan apa yang dirasakan oleh sang ibu. Artinya, Yohanes sudah bisa
mendengarkan suara dari luar, yaitu percakapan Maria dan Elisabet yang saling
berbagi salam dan berkat. Ia juga bisa ikut merasakan kegembiraan dan sukacita
ibunya sehingga melonjak kegirangan (Luk 1:44). Namun, yang lebih penting dari
semua itu adalah, Yohanes melonjak kegirangan karena ia mampu menangkap
kehadiran Tuhan yang tidak kelihatan karena tersembunyi dalam rahim Maria. Maka,
belajar dari Yohanes Pembaptis, kita pun diharapkan peka dan mampu
menangkap/menyadari kehadiran Tuhan yang tidak kelihatan dan tersembunyi
dibalik berbagai macam peristiwa yang kita lihat, kita dengar dan kita alami.
Saudara-saudari
terkasih,
Besuk
malam, kita sudah akan merayakan Natal. Marilah, pesan-pesan bacaan hari ini
kita bawa dan kita satukan dengan sukacita Natal untuk kemudian kita wujudkan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Pertama,
kita diundang untuk saling berbagi berkat, kasih karunia dan sukacita,
sekalipun harus disertai pengorbanan, kelelahan dan berbagai macam risiko yang
harus kita tanggung. Kita percaya bahwa Tuhan selalu menyertai kita. Kedua, kita diajak untuk berani menerima
setiap orang dengan penuh sukacita, apa pun keadaan mereka. Dengan demikian,
kehidupan bersama kita akan mengalami damai sejahtera karena tidak ada lagi saling
memaki dan mengutuk, mencaci dan membenci, tetapi saling memberkati, memuji,
menghormati, dan menghargai. Ketiga,
kita diajak untuk semakin peka menyadari kehadiran Tuhan yang tidak kelihatan dan tersembunyi
dibalik berbagai macam peristiwa yang kita lihat, kita dengar dan kita alami.
Kalau Natal berarti “Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yakni Kristus
Tuhan” (Luk 2:11), maka sebenarnya Yesus setiap hari hadir dalam kehidupan
kita. Semoga, kita semakin peka untuk menyadari dan merasakannya.
Ag. Agus Widodo, Pr