Belum lama ini di TV sering diberitakan tentang adanya ‘kunjungan
mendadak’ yang dilakukan oleh bapak gubernur DKI Jakarta, Bp. Jokowi, ke
tempat-tempat tertentu di ibukota. Umumnya kunjungan dimaksudkan agar
bapak gubernur mengetahui keadaan yang riil di lapangan, dan keadaan ini
kemudian dievaluasi untuk dapat diperbaiki ataupun ditingkatkan, jika
itu berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Menarik untuk disimak
bahwa dalam kunjungan yang mendadak itu, adakalanya terlihat bahwa yang
dikunjungi tidak siap, atau bahkan tidak ada di tempat.
Sesungguhnya, dari liputan sederhana ini kita dapat menarik suatu
pelajaran tertentu. Sebab hal ‘kedatangan mendadak’ tersebut dapat
terjadi dalam kehidupan rohani kita. Ya, Tuhan Yesus dapat datang
kembali di saat yang tidak kita duga. Sudahkah kita siap menyambut
kedatangan-Nya? Di akhir tahun liturgi, Gereja Katolik merenungkan
tentang kematian dan akhir zaman yang mengarahkan pandangan kita akan
kedatangan Kristus yang kedua kalinya bagi kita, sambil mempersiapkan
hati untuk menyambut perayaan kedatangan Kristus yang diperingati setiap
hari Natal.
Pengertian Adven
Kata “Adven” berasal dari kata Latin ‘adventus, advenio‘ (bahasa Yunani-nya parousia),
artinya ‘kedatangan’. Maka fokus masa Adven adalah kedatangan Mesias,
yaitu Yesus Kristus. Maka doa- doa penyembahan dan bacaan Kitab Suci
tidak saja mempersiapkan kita secara rohani akan kedatangan-Nya (untuk
memperingati kedatangan-Nya yang pertama) tetapi juga mempersiapkan
kedatangan-Nya yang kedua. Itulah sebabnya bacaan Kitab Suci pada masa
Adven diambil dari Perjanjian Lama yang mengharapkan kedatangan Mesias
dan Perjanjian Baru yang mengisahkan kedatangan Kristus untuk menghakimi
semua bangsa. Demikian juga, tentang Yohanes Pembaptis, sang perintis
yang membuka jalan bagi kedatangan Kristus Sang Mesias.
Masa Adven adalah masa empat minggu sebelum hari Natal, ketika Gereja
merayakan kedatangan Kristus yang pertama dan mengharapkan
kedatangan-Nya yang kedua. Hari pertama Adven dapat jatuh antara tanggal
27 November sampai 3 Desember.
Makna masa Adven
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan tentang makna masa Adven sebagai berikut:
KGK 524 Ketika Gereja merayakan liturgi Adven setiap
tahunnya, ia menghadirkan kembali pengharapan di jaman dahulu akan
kedatangan Mesias, sebab dengan mengambil bagian di dalam masa penantian
yang panjang terhadap kedatangan pertama Sang Penyelamat, umat beriman
memperbaharui kerinduan yang sungguh akan kedatangan-Nya yang kedua.
Dengan merayakan kelahiran sang perintis [Yohanes Pembaptis] dan
kematiannya, Gereja mempersatukan kehendaknya: “Ia harus makin besar,
tetapi aku harus makin kecil.”(Yoh 3:30)
Dengan demikian masa Adven merupakan masa menantikan kelahiran
Kristus/ penjelmaan-Nya menjadi manusia. Masa Adven ini bukan bagian
dari masa Natal, tetapi merupakan persiapannya. Oleh karena itu, masa
Adven merupakan masa pertobatan (menyerupai masa Prapaska), sebab memang
pertobatan-lah yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis agar kita dapat
menyambut Kristus Sang Penyelamat. Ciri- ciri perayaan masa Adven adalah
tenang dan sederhana, tidak semeriah masa biasa, sebab penekanannya
adalah pertobatan yang diwarnai oleh pengharapan akan kedatangan Tuhan.
Budaya sekular di sekitar kita dan juga banyak gereja- gereja non-
Katolik merayakan hari Natal yang berdiri sendiri, terlepas dari masa
Adven dan masa oktaf Natal sampai Epifani. Namun sesungguhnya hari Natal
tidak dimaksudkan sebagai hari yang berdiri sendiri, tetapi sebagai
perayaan yang tidak terlepas dari penanggalan tahunan liturgis. Natal
sebagai perayaan Inkarnasi Tuhan Yesus perlu dipersiapkan terlebih
dahulu pada masa Adven. Sebab masa Adven merupakan masa peringatan akan
penghiburan yang diberikan Tuhan dan kesempatan di mana kita
menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan, seperti halnya ketika para
patriarkh, para nabi dan raja menanti dengan penuh pengharapan akan
janji Allah yang akan mengutus Putera-Nya menjadi manusia.
Latar belakang Kitab Suci
Perjanjian Baru menyatakan Yesus sebagai Mesias bangsa Yahudi,
meskipun Yesus bukanlah Mesias yang diharapkan oleh kebanyakan orang
Yahudi pada saat itu. Sebab bangsa Yahudi saat itu menantikan Mesias
yang dapat mengusir bangsa Romawi yang menjajah mereka. Injil dengan
jelas menyatakan bahwa Kristus tidak datang untuk mendirikan Kerajaan di
dunia atau untuk membebaskan orang- orang Yahudi dari penjajahan
Romawi; tetapi Ia mewartakan Kerajaan Surga bagi bangsa Yahudi dan
bangsa non- Yahudi. Meskipun jemaat perdana mengakui bahwa Yesus telah
berjaya di dalam Gereja-Nya namun mereka mengakui bahwa segala hal belum
sepenuhnya takluk kepada-Nya, sehingga masih ada penggenapan
Kerajaan-Nya di masa mendatang (lih. KGK 680). Oleh karena itu, para
jemaat perdana menantikan dengan rindu kedatangan Kristus yang kedua
dalam kemuliaan-Nya, untuk mencapai kemenangan sempurna kebaikan atas
kejahatan, ketika Kristus akan mengadili semua orang, baik yang hidup
dan yang mati (lih. KGK 681, 682) dengan keadilan dan kasih yang
sempurna. Maka bacaan Kitab Suci inilah yang mendasari masa Adven.
Kitab Suci mengajarkan agar kita mempersiapkan diri menyambut
kedatangan Tuhan. Persiapan diri yang dimaksud adalah ‘berjaga-jaga’,
karena memang inilah yang diperintahkan oleh Kristus untuk menyambut
kedatangan-Nya (lih. Mat 24:42. Mat 25:13; Mrk 13:33). ‘Berjaga- jaga’
di sini maksudnya adalah untuk mengarahkan pandangan kita kepada hal-
hal surgawi, dan bukan kepada hal- hal duniawi, pesta pora, dan dosa,
seperti yang dilakukan orang banyak pada jaman nabi Nuh (lih. Mat
24:37-39, Kej 6:5-13). Dengan demikian masa Adven merupakan masa
pertobatan, di mana kita dipanggil Allah untuk kembali ke jalan Tuhan.
Adven adalah kesempatan untuk menumpas gunung dan bukit kesombongan hati
kita, maupun menimbun lembah kekecewaan dan luka-luka batin kita, agar
semua yang berliku diluruskan dan yang berlekuk diratakan (lih. Luk
3:5-6) agar kita siap menyambut Kristus. Dengan demikian kita akan
melihat keselamatan yang dari Tuhan.
Latar Belakang Sejarah
Referensi pertama tentang perayaan Adven terjadi pada abad ke-6.
Sebelumnya, terdapat perayaan- perayaan dan puasa yang menyerupai masa
Adven kita saat ini. St. Hilarius dari Poitiers (367) dan Konsili
Saragossa di Spanyol (380) menjabarkan tentang tiga minggu masa puasa
sebelum Epifani. Paus St. Leo Agung banyak berkhotbah tentang ‘masa
puasa pada bulan kesepuluh (yaitu bulan Desember)’ sebelum hari Natal. Gelasian Sacramentary
(750) memberikan bacaan liturgi bagi lima Minggu sebelum hari Natal,
juga Rabu dan Jumat. Akhirnya Gereja Barat memutuskan untuk menentukan 4
Minggu pada masa Adven, yang dimulai dari akhir November atau awal
Desember sampai hari Natal.
Gereja- gereja Timur juga melakukan puasa untuk menyambut Natal. Masa
puasa ini lebih panjang dari masa Adven yang dirayakan oleh Gereja
Barat, yaitu dimulai pada pertengahan bulan November. Maka Adven, atau
masa puasa pada Gereja- gereja Timur ini dirayakan baik oleh Gereja
Katolik, maupun gereja- gereja Orthodox.
Pada masa Reformasi, beberapa tokoh Protestan menolak masa
peringatan/banyak hari perayaan dalam kalender liturgi Gereja, dan
dengan ini memisahkan gereja mereka dari ritme perayaan liturgis yang
dirayakan Gereja Katolik setiap tahunnya (kecuali gereja Lutheran yang
kini mempunyai kalender liturgi yang kurang lebih sama dengan kalender
liturgi Gereja Katolik). Namun demikian beberapa gereja Protestan
mempertahankan masa Adven, seperti gereja Anglikan. Kemungkinan karena
gerakan liturgis, ataupun sebagai reaksi akan perayaan Natal yang
cenderung semakin dikomersialkan di kalangan dunia sekular, maka
perayaan Adven sekarang ini menjadi semakin populer di kalangan gereja-
gereja non- Katolik dan non- Orthodox. Gereja- gereja Lutheran,
Anglikan, Methodis dan Presbytarians dan kelompok- kelompok evangelis
telah memasukkan juga tema Adven ke dalam ibadah penyembahan mereka,
walau dengan derajat yang berbeda- beda.
Mari menyiapkan hati
Maka, walaupun masa Adven tidak secara eksplisit tertulis dalam Kitab
Suci, namun bukan berarti masa Adven ini tidak ada dasar Alkitabnya.
Bahwa Allah selalu menginginkan umat-Nya untuk mempersiapkan diri
menyambut kedatangan-Nya, itu bukan merupakan ‘ide baru’; tetapi memang
sudah diajarkan dalam Kitab Suci. Perayaan Adven itu merupakan
peringatan akan masa persiapan menyambut kelahiran Kristus dalam
kedatangan-Nya yang pertama, dan penegasan masa penantian akan
kedatangan Kristus yang kedua. Tidak ada yang salah jika kita
mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus, malah itu adalah
keharusan, seperti diserukan oleh Yohanes Pembaptis, ataupun oleh Yesus
sendiri, seperti telah dijabarkan di atas.
Kembali ke kisah kunjungan Bapak gubernur kepada pihak yang tidak
siap dan tidak hadir pada saat dikunjungi. Walau liputan tidak
melaporkan kejadian seluruhnya, namun dapat dimengerti jika pihak yang
dikunjungi tersebut, jika diberi kesempatan kedua, tentu tidak akan
mengulangi kesalahan ini. Mengapa? Karena memang selayaknya ia tidak
bersikap demikian. Jika untuk kedatangan bapak gubernur saja, orang-
orang layak mempersiapkan diri dengan sungguh- sungguh dalam banyak hal,
apalagi kita dalam menyambut Kristus, Sang Raja di atas segala raja di
bumi. Sudah sepantasnya kita sebagai umat Kristiani tidak memandang
hari raya Natal sebagai hari yang berdiri sendiri, yang dapat dirayakan
tanpa persiapan hati yang cukup sebelumnya. Jika kita mengamini Kristus
sebagai Raja Semesta alam yang mengatasi semua pemimpin negara di dunia,
tentulah Ia layak menerima penghormatan melebihi para pemimpin di
dunia. Mari kita lakukan hal yang sama, mempersiapkan rumah hati kita
sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan Kristus Tuhan dan Juru Selamat
kita!
Oleh: Stefanus Tay dan Ingrid Listiati
www.katolisitas.org