Pertemuan Kedua
MENGAKUI IMAN
Tujuan:
Menyadari
kembali pengakuan iman akan Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran dan
Hidup, sehingga semakin gembira, setia dan kokoh kuat imannya sebagai
murid Kristus.
1. Lagu Pembuka
2. Tanda Salib dilanjutkan Doa Pembuka
3. Pengantar
Pada
pertemuan Adven pertama minggu yang lalu, kita telah diajak mendalami
Yesus Kristus sebagai gambaran Allah Yang Mahabaik, Allah yang hadir
dalam segala keterbatasan manusia, dan itulah sumber iman yang kita
imani. Allah sebagai yang Emanuel: Allah beserta
kita. Kini, pada pertemuan kedua, kita diajak untuk masuk lebih dalam
lagi yaitu mengakui Yesus sebagai sumber iman dan sumber hidup kita.
Bagaimana
pengalaman kita selama ini? Apakah pengenalan kita akan Yesus membawa
kita pada pengakuan yang jujur pada-Nya sebagai Jalan, Kebenaran dan
Hidup kita (Yoh 14:6) sebagaimana disabdakan-Nya sendiri. Ataukah kita
masih meragukan-Nya?
Semoga
pertemuan ini bisa membantu kita untuk semakin tulus mengakui Yesus
sebagai Tuhan kita dan sekaligus setia kepada-Nya dalam segala tantangan
dan kesulitan kita.
4. Ritus Penyalaan Lilin Korona Adven
Bacaan Mrk 8:27-30
5. Inspirasi dan Permenungan
Pengakuan Petrus akan "ke-mesias-an" Yesus
Membaca
Mrk 8:27-30, kita diajak merenungkan kembali mengenai
"pengakuan iman" kita. Pengakuan Petrus akan "ke-mesias-an" Yesus
menjadi permenungan kita, seberapa pentingkah Kristus dalam hidup kita?
Tentu setiap orang memiliki pengalamannya sendiri-sendiri mengenai
Yesus. Di antara para murid pun bisa berbeda-beda jawabannya ketika
ditanya oleh Yesus tentang siapa Diri-Nya. Masalah pokok di sini
sebenarnya bukan berhenti pada jawaban mengenai siapa Yesus tetapi harus
sampai pada pengakuan iman. Pengenalan tidak berarti apa-apa tanpa
pengakuan. Mengapa para murid dilarang dengan keras supaya jangan
memberitahukan kepada siapa pun tentang Yesus? Jawabannya karena para
murid baru sampai pada
pengenalan, belum disertai sikap batin yang menggerakkan mereka
terhadap pengenalan itu.
renunganpagi.blogspot.com
Kita
sebagai orang beriman tidak cukup hanya mengenal Yesus, tetapi harus
sampai pada pengakuan Yesus bagi kehidupan kita. Mengakui berarti
mengamini, menyatakan ya dan setuju pada yang kita akui. Mengakui
berarti melibatkan batin atau hati, tidak hanya pikiran dan akhirnya
menggerakkan sikap. Di jalan, kita tahu dan mengakui traffic light
menyala "merah", maka kita akan berhenti. Pengakuan membawa sikap.
Demikian juga dalam hal
iman.
Ada
kisah seorang bapak yang mengakui diri sebagai orang katolik, sebagai
murid Yesus. Pengakuan itu tidak hanya di bibir tetapi terungkap dalam
segala sikapnya. Ia membawa iman kemanapun ia pergi. Ia bertindak
sebagai orang beriman dalam segala situasi. Ia juga tidak malu
menunjukkan sikap imannya di hadapan orang lain.
Ignasius
Jonan adalah seorang Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI)
yang beragama Katolik. Ia termasuk orang Katolik yang mau menunjukkan
militansi imannya dalam kehidupan sehari-hari. Jonan mengawali
langkahnya dengan membenahi pelayanan dasar yang ada di PT KAI. Ia
mengubah orientasi perusahaan, dari orientasi produk ke orientasi
pelanggan. Ia berusaha mengubah bagaimana organisasi ini dapat memenuhi
keinginan para pelanggannya. Dalam menghadapi situasi yang tidak mudah
itu, ia selalu tiada hentinya menguatkan dirinya dengan doa rosario.
Ketika ditanya "Dari mana keberanian itu muncul, bukankah Anda berasal
dari keluarga yang serba aman dan
nyaman?", ia mengeluarkan Rosario dan medali dengan gambar suci dari
kantong bajunya. "Saya selalu membawa ini. Saya kalau berdoa itu:
Terjadilah padaku
menurut kehendak-Mu." Jonan mengaku lebih dari sepuluh tahun selalu
membawa Rosario dan medali pemberian ayahnya, kemanapun ia pergi. Ketika
sedang melakukan perjalanan dengan kereta api, ia selalu menyediakan
waktu untuk menggulirkan doa dengan biji-biji Rosarionya. Ketika ditanya
mengapa 'berani' melakukan perubahan dan gebrakan yang (mungkin) menuai
banyak kritikan, Jonan berkata, "Kalau dikatakan berani, sesungguhnya
tidak. Tapi, ya karena saya tidak punya interest pribadi. Saya taat pada
aturan yang sudah ada," demikian Jonan, yang juga membawa lembaran doa
Novena Tiga Kali Salam Maria dan doa-doa lain di tasnya. Jonan
menandaskan, "Kalau saya tidak punya iman, saya mungkin tidak akan
berani. Saya ini manusia kok, bukan robot. Kalau ditanya mengapa masih
di sini (kereta api, Red), saya tidak tahu. Karena Gusti Allah, saya
berada di kereta api. Saya percaya kalau yang Maha Kuasa menghendaki
saya di sini, saya tetap di sini". (Wawancara Maria Pertiwi
di HIDUPKATOLIK.com)
Sebagai
orang beriman, hidupnya menyatu dengan Yesus. Yesus harus menjadi
bagian tak terpisahkan dari hidup kita sehingga apa yang kita lakukan
semua itu karena iman kita kepada Yesus. Bila kita tidak tinggal dalam
Yesus Kristus, menyatu dan mencintai-Nya dengan sungguh, bisa jadi iman
akan Yesus pun hanya menjadi semacam riasan atau baju atau juga bersikap
angin-anginan bukan pengakuan yang mendalam. Padahal, iman bukanlah
seperti riasan (bisa dihapus dari wajah bila sudah selesai tampil) atau
baju yang kita kenakan (bisa kita
buang/ganti bila sudah tidak cocok dan tidak layak pakai).
renunganpagi.blogspot.com
6. Refleksi dan Sharing Pengalaman
Dari sharing yang telah terungkap semakin menegaskan bahwa pengakuan iman bukan hanya sebatas pada pengakuan di mulut saja. Pengakuan iman itu melibatkan seluruh hidup kita, baik pikiran, mulut, hati dan juga sikap kita. Ada beberapa point yang bisa kita renungkan kalau kita bicara soal pengakuan iman.
a. Berani dan tidak takut mengakui iman.
Kita berani dan tidak takut mengakui iman kita, baik saat kita sendiri, saat bersama umat seiman maupun saat kita bersama banyak orang lain yang beranekaragam keyakinan. Di tengah pekerjaan atau kehidupan umum, kita tidak takut untuk mengakui iman kita sendiri. Berani berdoa saat makan di restoran atau warung, kita tidak takut mengakui diri katolik di lingkungan pekerjaan; kita tidak menyembunyikan identitas baptis kita di tengah kepentingan umum. Sebaliknya dengan bangga kita akui iman kita, walaupun mungkin risiko terjadi, misalnya risiko disingkirkan, dipersulit, dijauhi atau yang lain. Namun risiko bukanlah penghalang untuk mengakui iman.
b. Mempunyai komitmen
Mengakui iman berarti komitmen. Pengakuan iman tidak untuk sementara waktu tetapi untuk seumur hidup kita. Pengakuan iman juga tidak hanya pada waktu-waktu yang mendukung dan menguntungkan, tetapi dalam waktu yang kadang-kadang menantang dan menempatkan kita pada posisi dilematis. Mengakui iman berarti kita tetap mengakui dan memilih Yesus sebagai yang utama untuk selamanya. sedangkan pilihan lain, ditempatkan sesudahnya atau dipilih sejauh sesuai dengan keyakinan iman itu. Orang yang pengakuan imannya kuat, tidak mudah untuk tergoda oleh apapun. Ia memilih hidup sederhana daripada menjadi kaya tetapi harus mengingkari imannya. Ia tetap memilih hidup sendiri daripada harus menikah dengan meninggalkan iman. Atau ada pula seperti para martir, ia memilih mati daripada harus menyangkal Tuhan.
renunganpagi.blogspot.com
c. Membiarkan hidup dibimbing oleh iman
Mengakui iman berarti membiarkan hidup dibimbing oleh kasih Kristus. Iman bukan sebatas kata-kata, tetapi menjadi gerak hidup yang membarui. Iman nampak dalam kehidupan yang diterangi oleh kehendak Tuhan. Beriman itu sama seperti orang makan durian. Kalau seseorang makan buah durian, maka tanpa orang berkata apapun, sesungguhnya semua orang akan tahu bahwa orang tersebut baru saja makan durian. Mengapa? Karena seluruh tubuhnya mengeluarkan bau durian, seolah-olah durian telah bersatu dengan seluruh tubuh dan darah dari orang itu, dan mempengaruhi aroma tubuhnya. Bagaimana kalau seseorang mengimani Kristus? Seharusnya orang tersebut harus mengeluarkan aroma Kristus, sehingga orang-orang dapat melihat bahwa ada Kristus di dalam diri orang tersebut. Pengakuan itu seharusnya tampak tidak hanya secara "kasat" mata: rohani, melainkan juga ditampakkan dengan yang lahiriah, yaitu melalui penghayatan dan tingkah laku. Maka, mau mengakui, berarti mau menyatakan, mau menampakkan, memperlihatkan dan tentu saja, setia mempertahankan.
d. Perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman
Pengakuan iman memang perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman. Kita juga perlu memaknai ajakan membarui pengakuan iman kita yang berpangkal dari syahadat para rasul dalam Ekaristi setiap hari Minggu. Bukan tidak mungkin bahwa syahadat iman yang kita doakan hanya menjadi rentetan hafalan yang keluar dari mulut tanpa menyentuh kedalaman relung batin kita. Kalau demikian halnya, patutlah kita perhatikan secara serius apa yang kita doakan itu supaya tidak jatuh menjadi sekedar ucapan tetapi hendaknya menjadi penghayatan. Dengan penghayatan yang sungguh, syahadat iman itu akan menjadi bagian utuh; menjadi milik diri yang menyatu dan kita hidupi dengan gembira dan bangga. Dengan demikian pengakuan itu semakin mendalam dan semakin diperkaya sehingga pengenalan diri kita kepada Kristus pun semakin sempurna.
7. Doa Umat dan Doa Penutup
8. Lagu Penutup
Dari sharing yang telah terungkap semakin menegaskan bahwa pengakuan iman bukan hanya sebatas pada pengakuan di mulut saja. Pengakuan iman itu melibatkan seluruh hidup kita, baik pikiran, mulut, hati dan juga sikap kita. Ada beberapa point yang bisa kita renungkan kalau kita bicara soal pengakuan iman.
a. Berani dan tidak takut mengakui iman.
Kita berani dan tidak takut mengakui iman kita, baik saat kita sendiri, saat bersama umat seiman maupun saat kita bersama banyak orang lain yang beranekaragam keyakinan. Di tengah pekerjaan atau kehidupan umum, kita tidak takut untuk mengakui iman kita sendiri. Berani berdoa saat makan di restoran atau warung, kita tidak takut mengakui diri katolik di lingkungan pekerjaan; kita tidak menyembunyikan identitas baptis kita di tengah kepentingan umum. Sebaliknya dengan bangga kita akui iman kita, walaupun mungkin risiko terjadi, misalnya risiko disingkirkan, dipersulit, dijauhi atau yang lain. Namun risiko bukanlah penghalang untuk mengakui iman.
b. Mempunyai komitmen
Mengakui iman berarti komitmen. Pengakuan iman tidak untuk sementara waktu tetapi untuk seumur hidup kita. Pengakuan iman juga tidak hanya pada waktu-waktu yang mendukung dan menguntungkan, tetapi dalam waktu yang kadang-kadang menantang dan menempatkan kita pada posisi dilematis. Mengakui iman berarti kita tetap mengakui dan memilih Yesus sebagai yang utama untuk selamanya. sedangkan pilihan lain, ditempatkan sesudahnya atau dipilih sejauh sesuai dengan keyakinan iman itu. Orang yang pengakuan imannya kuat, tidak mudah untuk tergoda oleh apapun. Ia memilih hidup sederhana daripada menjadi kaya tetapi harus mengingkari imannya. Ia tetap memilih hidup sendiri daripada harus menikah dengan meninggalkan iman. Atau ada pula seperti para martir, ia memilih mati daripada harus menyangkal Tuhan.
renunganpagi.blogspot.com
c. Membiarkan hidup dibimbing oleh iman
Mengakui iman berarti membiarkan hidup dibimbing oleh kasih Kristus. Iman bukan sebatas kata-kata, tetapi menjadi gerak hidup yang membarui. Iman nampak dalam kehidupan yang diterangi oleh kehendak Tuhan. Beriman itu sama seperti orang makan durian. Kalau seseorang makan buah durian, maka tanpa orang berkata apapun, sesungguhnya semua orang akan tahu bahwa orang tersebut baru saja makan durian. Mengapa? Karena seluruh tubuhnya mengeluarkan bau durian, seolah-olah durian telah bersatu dengan seluruh tubuh dan darah dari orang itu, dan mempengaruhi aroma tubuhnya. Bagaimana kalau seseorang mengimani Kristus? Seharusnya orang tersebut harus mengeluarkan aroma Kristus, sehingga orang-orang dapat melihat bahwa ada Kristus di dalam diri orang tersebut. Pengakuan itu seharusnya tampak tidak hanya secara "kasat" mata: rohani, melainkan juga ditampakkan dengan yang lahiriah, yaitu melalui penghayatan dan tingkah laku. Maka, mau mengakui, berarti mau menyatakan, mau menampakkan, memperlihatkan dan tentu saja, setia mempertahankan.
d. Perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman
Pengakuan iman memang perlu terus diperbarui dan disegarkan baik dengan doa, ibadah dan memperdalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran iman. Kita juga perlu memaknai ajakan membarui pengakuan iman kita yang berpangkal dari syahadat para rasul dalam Ekaristi setiap hari Minggu. Bukan tidak mungkin bahwa syahadat iman yang kita doakan hanya menjadi rentetan hafalan yang keluar dari mulut tanpa menyentuh kedalaman relung batin kita. Kalau demikian halnya, patutlah kita perhatikan secara serius apa yang kita doakan itu supaya tidak jatuh menjadi sekedar ucapan tetapi hendaknya menjadi penghayatan. Dengan penghayatan yang sungguh, syahadat iman itu akan menjadi bagian utuh; menjadi milik diri yang menyatu dan kita hidupi dengan gembira dan bangga. Dengan demikian pengakuan itu semakin mendalam dan semakin diperkaya sehingga pengenalan diri kita kepada Kristus pun semakin sempurna.
7. Doa Umat dan Doa Penutup
8. Lagu Penutup