PESTA KELUARGA KUDUS, MINGGU 30
DESEMBER 2012
1Sam 1:20-22.24-28; 1Yoh
3:1-2.21-24; Luk 2:41-52
Hari
ini kita merayakan pesta Keluarga Kudus. Perayaan ini mengajak kita untuk
menyadari bahwa hidup berkeluarga merupakan panggilan yang mulia dan luhur dari
Tuhan. Mengapa hidup berkeluarga itu merupakan panggilan yang begitu luhur? Salah
satunya adalah karena melalui keluargalah, Tuhan berkarya untuk menciptakan
manusia baru. “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada
mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak’...” (Kej 1:28). Dengan kata lain, keluarga dipanggil
dan dipilih oleh Allah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan-Nya. Setiap
orang terlahir di dunia ini melalui sebuah keluarga. Bahkan, Tuhan Yesus pun
dilahirkan di dunia ini melalui keluarga Yuduf dan Maria. Tuhan Allah memanggil
Maria dan Yusuf untuk membangun keluarga dan mengutus mereka untuk melahirkan,
mengasuh, dan mendidik Yesus.
Keluarga
Nazaret ini, bukanlah keluarga yang secara manusiawi serba berkecukupan. Bahkan,
mereka tergolong miskin. Hal ini tampak dari apa yang mereka persembahkan pada
saat pentahiran. Mereka hanya mempersembahkan dua
ekor burung tekukur atau dua anak burung merpati (Luk 2:24). Persembahkan ini
menunjukkan bahwa mereka tidak mampu. Sebab, keluarga-keluarga yang cukup mampu
diminta mempersembahkan seekor kambing atau domba (Im 12:8). Sementara keluarga
yang kaya akan mempersembahkan yang lebih mahal lagi, yaitu seekor lembu
jantan, masih ditambah lagi tepung dan anggur, seperti yang dilakukan keluarga
Elkana dan Hana (1Sam 1:24).
Keluarga
Nazaret juga tidak terlepas dari berbagai macam kesulitan dan persoalan hidup. Ketika
hendak melahirkan Yesus, mereka tidak mendapat penginapan (Luk 2:7). Setelah dilahirkan,
Yesus akan dibunuh oleh raja Herodes (Mat 2:13)
sehingga mereka harus mengungsi ke Mesir dengan jarak ± 200 mil atau 320 km (Mat
2:13). Setelah sekitar 2 atau 3 tahun tinggal di Mesir dan Herodes mati, mereka
diminta kembali ke Israel (Mat 2:20). Di tengah jalan mereka tahu kalau yang
menggantikan Herodes adalah Arkhelaus yang sama kejamnya dengan Herodes. Mereka
mengalami kecemasan dan ketakutan sehingga tidak kembali ke Betlehem tetapi ke
Nazaret.
Meskipun keluarga Nazaret tidak berkecukupan secara ekonomi
dan juga tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan hidup, namun mereka merupakan
keluarga kudus. Kata “kudus” berasal dari bahasa Ibrani “qados” yang artinya dikhususkan, terpilih, istimewa. Apa letak
keistimewaan Keluarga Nazaret sehingga mereka ini menjadi keluarga kudus,
keluarga yang dikhususkan dan terpilih?
Berdasarkan bacaan Injil hari ini (Luk 2:41-52), setidaknya ada tiga
hal yang membuat keluarga Nazaret ini menjadi keluarga kudus. Pertama, mereka mempunyai relasi yang
begitu erat dan intim dengan Allah. Keintiman relasi dengan Allah ini tampak
dalam ketulusan, ketekunan dan kesetiaan mereka untuk menjalankan ibadah.
“Tiap-tiap tahun, pada hari raya Paskah, orangtua Yesus pergi ke Yerusalem” (ay.41). Mereka
juga juga tekun dan setia berdoa, baik bersama-sama di sinagoga maupun secara
pribadi sebagaimana tampak dalam sikap Bunda Maria yang selalu “menyimpan semua
perkara dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19.51b).
Kedua, mereka senantiasa menghayati
semangat kasih dan dan pengorbanan. Ketika Yesus tertinggal di Bait Allah,
mereka tidak ribut dan saling menyalahkan, tetapi bersama-sama mencarinya dengan
sabar sampai tiga hari baru ketemu (ay.46). Pencarian ini pasti melelahkan. Setelah
menemukan Yesus, mereka tidak marah tetapi Maria bertanya dengan lembut, “Nak,
mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihatlah, bapa-Mu dan aku
dengan cemas mencari Engkau” (ay.48). Ketika jawaban yang mereka dapatkan dari
Yesus tidak mengenakkan, “Mengapa kamu mencari Aku?” (ay.49), mereka pun tidak
marah. “Maria menyimpan semua perkara dalam hatinya” (ay.51b).
Ketiga, mereka mengasuh Yesus, Putera
Allah yang dititipkan kepada mereka dengan baik. Kalau pada usia 12 tahun,
Yesus membuat “Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan dan
segala jawab yang diberikan-Nya” (ay.47), tentu ini berkat pendidikan dan
pengasuhan yang diberikan Maria dan Yusuf. Dalam asuhan mereka, semakin hari,
“Yesus makin bertambah besar, dan bertambah hikmat-Nya; Ia makin besar dan
makin dikasihi Allah dan manusia” (ay.52).
Marilah,
ketiga hal tersebut kita jadikan inspirasi dan kita hayati dalam keluarga kita
supaya keluarga kita pun menjadi keluarga kudus! Marilah kita semakin
meningkatkan relasi yang erat dan intim dengan Tuhan, kita jadikan Tuhan
sebagai pusat dan yang utama dalam hidup kita! Marilah kita ciptakan suasana
kasih dan semangat rela berkorban dalam keluarga kita; kita hindari sikap
saling menyalahkan, mudah emosi dan marah! Marilah kita berusaha
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam mendidik anak karena anak adalah
anugerah Tuhan sekaligus masa depan bagi kita yang harus kita asuh dan kita
didik dengan baik supaya berkembang secata integral, baik imannya, intelektualnya,
moralnya maupyn kehidupan sosialnya.
Ag. Agus Widodo, Pr