| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Minggu, 6 Januari 2013 – Hari Raya Epifani



Minggu, 6 Januari 2013 – Hari Raya Epifani
Yes 60:1-6; Ef 3:2-2a,5-6; Mat 2:1-12

Hari ini kita merayakan Epifani atau Hari Raya Penampakan Tuhan. Memang, Yesus telah menampakkan diri kepada para gembala dan orang-orang lain yang sewaktu Yesus lahir berada di Betlehem dan menginap di sana (Luk 2:16-18). Namun, melalui kedatangan tiga orang majus, yang menurut tradisi bernama Baltasar (Persia), Melkior (Asia) dan Gaspar (Ethiopia), di mana ketiganya mewakili ketiga ras besar bangsa manusia di dunia pada waktu itu, hendak dinyatakan bahwa kehadiran Yesus itu bukan hanya untuk kalangan terbatas bangsa Yahudi tetapi untuk seluruh bangsa di dunia. Dengan kata lain, Hari Raya Penampakan Tuhan hendak menyatakan iman kita akan universalitas keselamatan dari Yesus. Yesus adalah penyelamat seluruh umat manusia yang mau menerima Dia dan percaya kepada-Nya.

Oleh bacaan pertama (Yes 60:1-6), penampakan Tuhan ini dinyatakan sebagai “terang yang telah datang dan kemuliaan Tuhan yang telah terbit” (ay.1). Sebab, Yesuslah terang dunia (bdk. Yoh 1:4-5). Berkat kehadiran-Nya di tengah-tengah kita, hidup dan masa depan kita yang diliputi kegelapan karena dosa dan maut, menjadi terang dan penuh pengharapan. Kita diterangi untuk memperoleh keselamatan dan kehidupan kekal. Terang Kristus dan penyelamatan yang dikerjakan-Nya ini berlaku untuk seluruh dunia sebagaimana ditegaskan pula oleh St. Paulus dalam bacaan kedua bahwa, “Orang-orang bukan Yahudi pun turut menjadi ahli waris, menjadi anggota-anggota tubuh serta peserta dalam janji yang diberikan dalam Yesus Kristus” (Ef 3:6).

Untuk mengalami terang Tuhan yang membawa keselamatan dan kehidupan bagi kita, kita diajak menghayati sikap iman seperti orang-orang “majus”, yaitu:

Pertama, mereka ini disebut sebagai orang majus, bahasa Yunaninya “magos”. Dalam bahasa Yunani, kata “magos” (magoi, jamak) mempunyai empat arti, salah satunya adalah imam Persia yang ahli dalam astrologi dan astronomi. Jadi, kalau Matius menyebut mereka sebagai orang “majus” kemungkinan menunjuk pada para imam Persia yang ahli dalam dalam astrologi dan astronomi ini, khususnya mengenai ilmu perbintangan. Mereka menggunakan keahliannya tersebut untuk mencari dan menyembah Yesus (Mat 2:2). Maka, menghayati iman seperti para majus berarti kita menggunakan keahlian kita masing-masing untuk mencari dan menyembah/mengabdi Tuhan. Atas apa yang kita miliki, kita tidak memanfaatkannya hanya untuk kepentingan dan kesenangan kita sendiri. Tetapi, apa pun profesi, keahlian, keterampilan, bakat dan talenta kita, marilah kita gunakan sebagai sarana untuk mencari dan mengabdi Tuhan.

Kedua, para majus dapat berjumpa dengan Yesus karena ada petunjuk yang mengarahkan mereka, yaitu bintang. Mereka mengatakan, “Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2:2). Di situ dikatakan “bintang-Nya” yang berarti bintang Tuhan. Artinya, Tuhan sendirilah yang memberikan petunjuk kepada mereka untuk mencari dan menemukan Dia. Kepada kita masing-masing, Tuhan juga selalu memberikan “bintang-Nya”, yaitu petunjuk bagi kita untuk mencari dan menemukan Tuhan. Namun, seperti yang dialami para majus tersebut, “bintang” Tuhan itu tidak selalu jelas dan tampak. Maka, kita harus berusaha untuk peka menangkap bimbingan Tuhan: ke arah mana Tuhan membimbing saya dan di mana saya harus berhenti untuk melakukan sesuatu, kemudian melanjutkan perjalanan lagi sesuai dengan bimbingan Tuhan. Kita diajak untuk mengasah kepekaan kita agar kita mampu melihat “bintang” yang berhenti di atas keluarga kita, di atas lingkungan/masyarakat kita, di atas Gereja kita, di atas tempat kerja kita, dll sehingga di tempat-tempat itu, kita dapat menemukan Tuhan dan berjumpa dengan-Nya.

Ketiga, setelah berjumpa dengan Yesus, para majus itu kemudian “sujud menyembah Dia ... dan mempersembahkan persembahan kepada Anak itu” (Mat 2:11). Mereka mempersembahkan emas, kemenyan dan mur. Sebagaimana para majus yang sujud menyembah kepada Tuhan dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, kita pun diajak supaya dengan tekun dan setia datang kepada Tuhan untuk sujud menyembah dan menghunjukkan persembahan kepada-Nya. Dalam hal ini, Perayaan Ekaristi harus mendapatkan tempat utama dalam hidup kita. Sebab, di situlah Yesus sendiri hadir dan kita sujud menyembah serta menghunjukkan persembahan kepada-Nya berupa kolekte dan bahan persembahan lainnya.

Namun, Ekaristi itu harus kita jadikan sebagai sumber dan puncak kehidupan kita. Artinya, sembah sujud dan persembahan yang kita hunjukkan kepada Tuhan dalam Perayaan Ekaristi, harus menjadi pendorong bagi kita untuk mengabdi Tuhan melalui karya pelayanan kita kepada sesama dalam hidup sehari-hari. Itulah makanya, harus ditambahkan yang keempat. Orang-orang majus tersebut, setelah berjumpa dengan Yesus, “Mereka pulang ke negerinya lewat jalan lain” (Mat 2:12). Dalam Injil ditulis bahwa mereka pulang lewat jalan lain karena dilarang untuk kembali kepada Herodes. Tetapi secara simbolis, hal ini menegaskan bahwa mereka yang benar-benar mengalami penampakan Tuhan dan berjumpa dengan-Nya, tidak akan lagi hanya menapaki jalan hidup yang sama. Sebab, pengalaman perjumpaan dengan Tuhan itu memperbarui dan mengubah. Maka, setelah kita berjumpa dengan Tuhan dan sujud menyembah kepada-Nya dalam Perayaan Ekaristi, kita harus kembali dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, kehidupan sehari-hari itu harus kita jalani secara lain dan baru, sesuai dengan roh, semangat, dan ispirasi yang kita dapatkan melalui perjumpaan dengan Tuhan dalam Ekaristi.

Rm. Ag. Agus Widodo, Pr

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy