Minggu, 13
Januari 2013 – Pesta Pembaptisan Tuhan
Yes 40:1-5.9-11;
Tit 2:11-14.3:4-7; Luk 3:15-16.21-22
Hari
ini kita merayakan Pesta Pembaptisan Tuhan. Bacaan Injil dikutip dari Injil
Lukas 3:15-1.21-22, yang berkisah tentang peristiwa pembaptisan Yesus. Menarik
kalau kita mencermai teks ini dengan melihat juga Injil Lukas pada bab-bab
sebelumnya, yakni bah 1 dan 2. Dari situ akan tampak bahwa pembaptisan Yesus
ini semakin membuka pewahyuan mengenai jati diri Yesus sebagai Anak Allah.
Dalam
pemberitaan mengenai kelahiran-Nya, sudah dinyatakan bahwa “Ia akan menjadi
besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. ... akan disebut kudus, Anak
Allah” (Luk 1:32.35). Kemudian, ketika genap waktu pentahiran, Yesus dibawa ke
Yerusalem untuk diserahkan kepada Tuhan dan dikuduskan bagi Allah (Luk
2:22.23). Pada umur 12 tahun, ketika berada di Bait Allah Yerusalem, Yesus
menegaskan kepada Maria dan Yusuf, “Aku harus berada di rumah Bapa-Ku” (Luk 2:49).
Puncaknya, pada peristiwa pembaptisan-Nya ini, Allah sendiri menyatakan
kepada-Nya, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk
3:22). Jadi, pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah tidak hanya disampaikan
oleh Malaikat Gabriel, lalu diimani oleh Maria dan Yusuf, tetapi juga diakui
oleh Yesus dan akhirnya dinyatakan oleh Allah sendiri.
Selain
untuk meneguhkan iman kita akan Yesus sebagai Anak Allah, peristiwa pembaptisan
Tuhan ini, juga mengajak kita memahami makna pembaptisan, baik yang dialami
oleh Yesus maupun yang kita terima. Dalam konteks waktu itu, pembaptisan yang
lazim dikenal adalah Pembaptisan Yohanes yang maknanya terdapat dalam Luk 3:3,
“Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu!”
Jadi, pembaptisan mempunyai makna pertobatan dan pengampunan dosa. Artinya,
dengan dibaptis, seseorang menyatakan diri bertobat dan mendapat pengampunan
dari Allah. Pertanyaannya, apakah Yesus berdosa sehingga perlu bertobat, kok
Dia dibaptis oleh Yohanes? Jawabannya jelas: Yesus tidak berdosa dan tidak
perlu bertobat! Namun, mengapa Ia dibaptis?
Salah
satu jawabannya terdapat dalam Injil Matius. Ketika Yesus datang kepada Yohanes
untuk dibaptis, Yohanes justru mengatakan, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu
dan Engkau yang datang kepadaku?” Namun, Yesus menjawab, “Biarlah hal itu
terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak
Allah” (Mat 3:14.15). Dengan demikian, makna pembaptisan Yesus adalah untuk
menggenapi kehendak Allah sehingga Allah sendiri mengatakan “Engkaulah Anak
yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk 3:22). Karena Yesus menggenapi
kehendak Allah, maka Ia sungguh-sungguh menjadi Anak Allah yang terkasih dan
yang berkenan kepada Allah.
Kita
semua tahu, bahwa rangkuman kehendak Allah itu adalah “untuk menyelamatkan
manusia”, sebagaimana dinyatakan oleh Yesus sendiri, “Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang
telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya
Kubangkitkan pada akhir zaman” (Yoh 6:39). Untuk menyelamatkan kita, orang-orang
yang berdosa ini, Yesus harus masuk dan menjadi bagian dari orang-orang
berdosa, serta ikut mengalami senasib-sepenanggungan dengan orang berdosa.
Maka, sebagaimana orang-orang berdosa harus bertobat dan dibaptis supaya Allah
mengampuni dosanya dan menyelamatkannya, Yesus pun menunjukkan solidaritas-Nya
dengan dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.
Sekarang,
bagaimana dengan pembaptisan kita? Marilah kita maknai pembaptisan kita dalam
terang pembaptisan Kristus ini. Pertama,
pembaptisan Kristus menyatakan dengan sempurna – karena pernyataan datang dari
Allah sendiri – bahwa Yesus adalah Anak Allah. Demikian pula pembaptisan kita.
Berkat sakramen baptis, kita dilahirkan kembali dalam Roh Kudus (bdk. Tit 3:5;
Luk 3:16b) sehingga kita diangkat sebagai anak-anak Allah (bdk. Rm 8:16). “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya
bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia,
supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Jadi, status kita
sebagai anak-anak Allah yang kita terima melalui baptisan menjadikan kita
mempunyai jaminan akan keselamatan dan kemuliaan abadi bersama Kristus.
Namun, kita tidak boleh hanya membanggakan status
tersebut. Sebagaimana Yesus selalu menggenapi kehendak Allah sehingga menjadi
Anak Allah yang terkasih dan yang berkenan kepada Allah, kita pun harus
demikian. Maka, yang kedua, sebagai
anak-anak Allah harus berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah supaya kita
pun menjadi orang-orang yang berkenan kepada-Nya. Bagaimana hidup yang berkenan
kepada Allah itu? Mari kita ikuti nasihat St. Paulus dalam bacaan kedua. “Kasih
karunia itu mendidik kita untuk meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan
duniawi dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadat, di dunia sekarang
ini, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia” (Tit
2:12-13).
Jadi,
pesannya jelas. Seperti Yesus, kita telah menerima sakramen baptis. Dengan
demikian kita pun telah dijadikan sebagai anak-anak Allah serta menjadi ahli
waris keselamatan. Oleh karena itu, marilah kita meneladan Kristus yang selalu
menggenapi kehendak Allah sehingga menjadi anak Allah yang dikasihi dan yang
berkenan kepada Allah. Kita tinggalkan kefasikan kita, kita kelola
keinginan-keinginan duniawi kita, dan kita upayakan hidup yang bijaksana, adil
dan beribadat. Dengan hidup yang demikian, Allah pun akan berkata kepada kita, “Engkaulah
Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan”
Ag. Agus Widodo, Pr