MINGGU
PRAPASKAH II/C - 24 Februari 2013
Kej 15:5-12, 17-18; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28b-36
Kej 15:5-12, 17-18; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28b-36
Hari ini merupakan Hari Minggu Prapaskah II. Melalui bacaan-bacaan
dalam Ekaristi ini, kita diajak untuk melanjutkan permenungan Minggu Prapaskah
I yang lalu. Masih ada yang ingat? Minggu lalu kita merenungkan Yesus yang
berada di padang gurun selama 40 hari untuk mempersiapkan dan memulai
karya-Nya. Ia masuk dalam kesunyian dan keheningan padang gurun sehingga semakin
peka akan bimbingan Roh dan godaan iblis serta diberi kemenangan untuk
mengalahkan godaan.
Di tengah-tengah karya pelayanan-Nya, Yesus juga selalu mengkhususkan
waktu untuk menyepi, masuk dalam keheningan dan berdoa kepada Bapa-Nya. Inilah
yang dikisahkan dalam bacaan Injil hari ini. “Sekali peristiwa Yesus membawa Petrus,
Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa” (ay.28b). Teladan
Yesus ini semakin menegaskan kepada kita mengenai pentingnya doa dalam
kehidupan kita. Di tengah kesibukan, pekerjaan, dan kegiatan-kegiatan kita
sehari-hari, yang seringkali menyita banyak waktu dan tenaga, kita harus berani
mengkhususkan waktu untuk masuk dalam keheningan dan berdoa. Kalau selama ini
kita merasa masih kurang dalam berdoa, baiklah salah satu bentuk pertobatan dan
matiraga di masa Prapaskah ini adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas doa
kita.
Doa
yang kita lakukan dengan setia, tekun, dan sungguh-sungguh, akan menghasilkan
buah dalam kehidupan kita sebagaimana dialami Yesus. “Ketika sedang berdoa,
wajah Yesus berubah, dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan” (ay.29).
Doa itu memancarkan kemuliaan dan kesucian. Maka, kita seringkali menjumpai
bahwa orang-orang yang tekun berdoa itu menunjukkan kematangan dan mamancarkan kesucian
hidup. Mereka selalu gembira, wajahnya ceria, kata-katanya menyejukkan dan
mencerahkan. Meskipun mereka tetap harus menghadapi aneka persoalan dan menanggung
beban serta penderitaan hidup, mereka tetap bersemangat dan penuh pengharapan. Hal
ini pun akan kita alami, kalau kita semakin tekun berdoa.
Doa
juga memberikan serta menjernihkan arah dan tujuan dari setiap langkah hidup
kita sebagaimana dialami Yesus. Dalam doa-Nya, Ia berjumpa dengan Musa dan
Elia. Mereka “berbicara tentang tujuan kepergian Yesus yang akan digenapi-Nya
di Yerusalem” (ay.30). Kita tahu bahwa doa merupakan kesempatan untuk berbicara
bersama Tuhan. Tidak hanya kita saja yang berbicara, entah lisan maupun dalam
hati, tetapi Tuhan juga bersabda dan kita harus mendengarkan. Bukankan Tuhan
sendiri menghendaki, “Dengarkanlah Dia” (ay.35). Dengan mendengarkan Tuhan,
kita tahu apa kehendak Allah yang harus kita jadikan arah dan pedoman hidup
kita. Kita juga mendapat bimbingan dari Tuhan, sehingga kita melangkah
bersama-sama dengan Tuhan sehingga kita dimampukan untuk menggenapi
kehendak-Nya.
Yang
terakhir, sebagaimana dialami oleh Yesus, doa itu menjadikan kita memancarkan
kebahagiaan yang dapat dirasakan orang lain. Pada saat dan setelah Yesus
berdoa, Petrus dan teman-temannya merasakan kebahagiaan sehingga berkata, “Guru,
betapa bahagianya kami berada di tempat ini.” (ay.31a). Artinya, doa itu
membuahkan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Juga kalau kita harus
menghadapi beban, persoalan, dan derita. Bukankah Yesus juga demikian: Ia pergi
ke Yerusalem untuk menyongong derita-Nya, tetapi Ia tetap memancarkan
kebahagiaan dan kebahagiaan itu dirasakan oleh murid-murid-Nya. Maka, kalau
kita sungguh-sungguh menghayati hidup doa kita, kehadiran kita dalam keluarga,
komunitas, tempat kerja, pergaulan sehari-hari, dan di mana pun berada, kita
akan membawa kebahagiaan bagi sesama. Wajah kita menampakkan keteduhan,
senyuman kita membawa kegembiraan, kata-kata kita menghibur dan mencerahkan,
sikap dan tindakan kita membawa berkat. Orang lain merasa nyaman berada di
dekat kita.
Mengingat
pentingnya doa dalam kehidupan kita, sebagaimana diteladankan oleh Yesus, marilah
doa kita jadikan sebagai jalan sederhana untuk mencapai kesucian hidup
sebagaimana diajarkan oleh Bunda Teresa: “Buah keheningan adalah doa, buah dari
doa adalah iman, buah dari iman adalah cinta, buah dari cinta adalah pelayanan,
buah dari pelayanan adalah damai”. Kita ikuti ajakan Beato Yohanes Paulus II, “Marilah kita tidak berhemat dengan waktu kita. Marilah
kita tidak hitung-hitung dengan waktu kita untuk menjumpai Tuhan dalam doa”
(bdk. Dominicae Cenae). Semoga,
doa-doa yang semakin kita tekuni dan hayati mengubah kita untuk menjadi semaki
serupa dengan Kristus (bacaan II).
Ag. Agus Widodo, Pr