Surat Gembala PRAPASKAH 2013
Bagi umat Katolik Keuskupan Surabaya
(Dibacakan di semua gereja dan kapel di wilayah Keuskupan Surabaya, pada tanggal 9 dan 10 Februari 2013)
No. 30/G.111/II/2013
Saudara-saudari terkasih,
Pada
hari Rabu Abu, 13 Februari nanti, dahi kita akan ditandai dengan
abu sebagai tanda dimulainya masa Prapaskah, masa tobat, masa
untuk mempersiapkan diri merayakan Paskah. Kita semua tahu bahwa abu
yang ada pada dahi kita mengingatkan betapa rapuh dan lemahnya kita.
Masa
Prapaskah adalah masa pembaharuan diri karena perjumpaan dengan Tuhan.
Pengampunan Tuhan yang kita terima akan menjadi saat kehidupan baru bagi
kita. Seperti bacaan pertama yang kita dengar pada hari ini, Nabi
Yesaya mendapatkan anugerah kehidupan baru karena kesalahannya dihapus
dan dosanya diampuni. Buah dari kehidupan baru itu tidak lain ialah
kesiapsediaan untuk diutus. ''Ini aku, utuslah aku!'' (Yes. 6: 7-8).
Demikian
pula pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang dialami oleh Simon dan
teman-temannya di danau Genesaret. Hidup yang tampaknya kosong
karena kegagalan sepanjang malam, berubah menjadi hidup yang
berkelimpahan. Sabda Yesus menumbuhkan harapan dan kepastian. Pengalaman
keberhasilan bersama dengan Yesus membuka peluang bagi Simon untuk
memulai suatu kehidupan baru. Hidup baru itu dimulai dengan suatu
kesadaran yang sangat berharga, yaitu pengakuan sebagai orang berdosa:“Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini orang berdosa”
(Luk 5:8). Simon menyadari masa lampaunya tanpa Tuhan, suatu periode
hidup yang ditandai dengan pilihan hanya mengandalkan diri sendiri,
adalah masa lampau yang dikuasai oleh dosa. Dia hidup jauh dari Tuhan.
Kesadaran baru memberi orientasi baru dalam hidup. Perjumpaan dengan
Yesus diakhiri dengan panggilan untuk Simon:“Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia” (Luk
5:10). Iman Simon Petrus bukannya tanpa perjuangan. Dia memilih untuk
mengikuti sabda Tuhan, lebih daripada mengikuti kemauan sendiri. Hal ini
menuntut keberanian iman.
Tema APP untuk Keuskupan Surabaya tahun 2013 ini ialah Bekerja Dengan Iman. Bekerja dengan iman, berarti bekerja dengan mengandalkan Tuhan sendiri, bekerja sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan.
Dewasa
ini banyak orang tanpa sadar sering melihat makna bekerja
sekedar untuk mencari penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup.
Sementara makna bekerja yang lain, seperti ungkapan aktualisasi diri,
pelayanan kepada sesama,serta panggilan untuk ambil bagian dalam karya
penciptaan Allah, mulai diabaikan.
APP sebagai momen pertobatan eklesial mengajak kita merefleksikan hidup, panggilan dan kerja kita sebagai jawaban terhadap panggilan Tuhan.
Sebagai orang beriman kita hendak melihat kembali aktivitas bekerja
sebagai perwujudan iman kepada Tuhan. Kerja selalu bermartabat dan
bernilai luhur karena yang mampu bekerja hanyalah manusia yang memiliki
kesadaran dan kebebasan. Jikalau kita melakukan pekerjaan dengan
penuh cinta, ketulusan, syukur, kejujuran, disiplin, penghargaan yang
tinggi akan jenis pekerjaan, dan selalu menyadari penyertaan Tuhan, maka kita akan menemukan kepuasan batin, dan bekerja secara bermartabat.
Kerja
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia.
Dalam pandangan Gereja Katolik, kerja bukanlah sekedar cara untuk
melangsungkan hidup melainkan rahmat dari Allah. Gereja mendasarkan
pandangannya pada kisah penciptaan di mana Allah menciptakan manusia
seturut gambar-Nya sendiri dan memberi mereka perintah untuk menaklukkan
bumi beserta segala isinya. Semuanya itu terwujud dalam dan melalui
tindakan kerja. Melalui kerja, manusia mewujudkan dan
menyempurnakan martabat dirinya sebagai citra Allah, sebab di sana ia
mencerminkan kegiatan Sang Pencipta sendiri dan menjadi partner kerja
Allah. Maka, dimensi subjektif kerja (manusia) haruslah lebih diperhatikan dari pada dimensi objektif kerja (teknologi). Kerja adalah pertama-tama demi manusia dan bukan manusia untuk kerja.
Selain bersifat pribadi, kerja juga memiliki sifat sosial dan rohani. Setiap orang bekerja tidak pernah sendirian, melainkan -baik langsung maupun tak langsung-
bersama dengan sesama dan berdampak bagi sesama. Kerja akan
menjadi semakin subur dan produktif ketika manusia semakin menyelami
potensi produktif sumber daya ciptaan dengan dijiwai oleh kasih kepada
Tuhan, pemahaman akan kebutuhan sesama, keutuhan ciptaan, dan
kesejahteraan umum saat ini serta masa depan. Lebih dari itu semua, bagi
setiap orang kristiani bekerja adalah ambil bagian pada rencana
keselamatan Tuhan.
Keyakinan iman itulah yang
harus kita wartakan. Perutusan untuk mewartakan iman itulah juga yang
menjadi pesan Bapa Paus Benediktus XVI sewaktu beliau mencanangkan Tahun 2012-2013 sebagai Tahun Iman. Selama
Tahun Iman ini kita diajak untuk menggali, menghidupi, dan mewartakan
iman kepercayaan kita di tengah dunia yang senantiasa berubah, penuh
tantangan dan permasalahan. Tahun iman adalah saat dimana kita memurnikan
kembali semangat kerja kita serta membangun integritas iman di
tengah maraknya korupsi, politisasi pendidikan, pelecehan martabat, dan
perusakan keutuhan ciptaan.
Iman mewujud
melalui komitmen untuk tetap bertahan dalam menghadapi aneka godaan
khususnya dalam menjalankan pekerjaan kita sehari-hari. Godaan-godaan
itu bisa berupa: kesombongan, keserakahan, ketidakjujuran, serta
pamer kekuasaan. Padahal, kekuasaan dan wibawa haruslah berdasarkan
kasih. Sebab tindakan kekuasaan Allah adalah tindakan kasih. Mereka yang
bekerja bersama kita atau di bawah naungan kita bukan hanya sebagai
orang-orang yang sedang terikat kontrak kerja, melainkan juga adalah
sesama saudara. Orang yangmenganggap semua persoalan sudah beres bila
mengikuti ritual atau perayaan-perayaan lahiriah adalah orang yang
menghayati imannya dengan kurang tepat. Penghayatan seperti ini justru
akan memandulkan penghayatan iman itu sendiri serta menodai integritas
iman kita.
Saudara-saudari terkasih,
Sebagai
tanda kehadiran Gereja di tengah masyarakat, hendaknya kita
dapat melihat permasalahan yang ada pada dunia kerja kita masing-masing
dalam semangat Ajaran Sosial Gereja. Di samping menghayati pekerjaan dalam semangat solidaritas kasih dan subsidiaritas, marilah kita menghadirkan nilai-nilai luhur seperti: keadilan, kebenaran, pengorbanan, kesabaran, kejujuran, hati nurani dan tanggung jawab. Jikalau demikian, maka di tengah pekerjaan sehari-hari, Anda menghadirkan ciri kenabian Gereja dan saksi iman yang hidup.
Keluarga,
sebagai Gereja kecil tempat penanaman nilai dan makna kerja,
dapat menjadi tempat pembinaan awal mempraktekkan kerja dan pelayanan
kepada sesama. Hal ini bisa dikembangkan dengan melibatkan anggota
keluarga dalam pekerjaan rumah tangga serta membangun sikap selalu
bersyukur atas pekerjaan yang kita miliki. Pekerjaan adalah anugerah dan
tugas dari Tuhan sendiri.
Melalui pertobatan di Masa Prapaskah ini, kita diingatkan kembali akan nasehat St. Yakobus bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati (bdk. Yak. 2:14-18). Iman adalah jawaban kita kepada panggilan Tuhan. Iman itu hendaknya diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam bekerja. Semoga dalam Masa Prapaskah ini, kita semakin terbuka terhadap kehendak Tuhan untuk bekerja dengan semangat iman, demi kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan manusia, menghargai
pekerjaan dan pekerja, peduli terhadap fenomena pengangguran serta
bersemangat dalam karya pelayanan. Jadikan masa tobat ini sebagai
jalan untuk menyucikan dan memulihkan martabat pekerjaan Anda di hadapan Tuhan dan sesama.
Surabaya, 7 Pebruari 2013.
Berkat Tuhan,
Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono
Uskup Keuskupan Surabaya