Kamis Putih 2013


KAMIS PUTIH/C – 28 MARET 2013
Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15


Malam Kamis Putih yang kita rayakan pada malam hari ini mengenangkan dua hal pokok yang dibuat Yesus mejelang akhir hidup-Nya. Peristiwa yang pertama adalah pembasuhan kaki para rasul sebagaimana dikisahkan dalam Injil. Peristiwa kedua adalah perjamuan Yesus bersama murid-murid-Nya sebagaimana diwartakan oleh Paulus dalam bacaan II. Berdasarkan kesaksian Yohanes (Injil) dan Paulus (bacaan kedua), kedua peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Yohanes mengatakan “sebelum hari raya Paskah mulai” dan Paulus menyebut “pada malam ia diserahkan”. Kalau Yesus diserahkan dan akhirnya disalibkan pada hari Jumat, berarti persitiwa itu terjadi pada hari Kami malam, sebagaimana saat ini kita mengenangkannya.

Tindakan mengenangkan itu bukan sekedar mengingat tetapi menghadirkan kembali peristiwa di masa lampau sehingga kita merasakan serta mengalami kembali makna dan buah dari peristiwa itu. Maka, kalau malam hari ini kita mengenangkan peristiwa Yesus yang membasuh kaki para murid dan mengadakan perjamuan bersama bersama mereka, tentunya kita diajak untuk mengambil makna dan buah dari kedua peristiwa itu. Mari kita perdalam satu-persatu.

Pertama, Yesus membasuh kaki para murid (Injil). Dalam tradisi Yahudi waktu itu, orang biasa membasuh kaki sendiri sebelum masuk ke ruang perjamuan sebagai ungkapan mau ikut pesta dengan bersih. Hanya tamu yang amat dihormati saja, misalnya seorang guru atau orang yang dituakan, akan dibasuh kakinya oleh pelayan. Dalam Injil Yohanes ini, tradisi tersebut dibongkar. Pembasuhan tidak dilakukan sebelum perjamuan tetapi pada saat perjamuan berlangsung. Yang membasuh bukan pelayan tetapi justru sang tuan rumah, yang disebut sebagai Guru dan Tuhan, yaitu Yesus. Maksud pembasuhan bukan sekedar untuk pembersihan diri tetapi supaya para murid yang dibasuh oleh Yesus mendapat bagian dalam diri Yesus.

Sebelum membasuh kaki para murid, dikatakan bahwa, “Yesus datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah” (ay.3). Di sini Yesus menegaskan tentang asal dan tujuan atau sangkan paran-Nya, yaitu Allah. Tindakan-Nya membasuh kaki para murid, dimaksudkan agar para murid mendapat bagian bersama-Nya, yaitu mendapat bagian bersama Yesus dalam asal dan tujuan hidup-Nya. “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak akan mendapat bagian bersama Aku” (ay. 8b). Jadi, dengan membasuh kaki para murid, Yesus berbagi asal dan tujuan hidup, yakni kebersamaan dengan Allah.

Tindakan Yesus yang membasuh kaki para murid tersebut didasari oleh kasih-Nya kepada mereka, sebagaimanya dinyatakan dalam ayat 1b, “Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikian sekarang Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir”. Kasih-Nya yang begitu besar mendorong Yesus mau berbagi asal dan tujuan hidup-Nya dengan cara membasuh kaki para murid. Mungkin, kita bertanya seperti Petrus, mengapa yang dibasuh kok kaki? Karena kaki melambangkan gerak langkah menuju kepada Allah, sang sangkan paraning urip. Peristiwa pembasuhan kaki tersebut memungkinkan para murid ikut serta dalam hidup Kristus, yakni hidup yang berasal dan terarah kepada Allah sampai akhirnya bersatu dengan Allah secara abadi.

Sesudah membasuh kaki para murid, Yesus berpesan kepada mereka, “Jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab, Aku telah memberikan teladan kepada-Mu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (ay.14-15). Pesan ini tidak hanya disampaikan kepada para rasul, tetapi juga kita semua yang melalui pewartaan para rasul dan para pengganti mereka, telah menjadi murid-murid Kristus. Kepada kita, Kristus juga telah berbagi asal dan tujuan hidup yang sejati. Oleh karena itu, kita juga harus mengikuti teladan Kristus ini, yakni saling berbagi asal dan tujuan hidup atas dasar kasih satu sama lain. Kita diajak untuk saling mengingatkan dan saling tolong-menolong dalam melangkahkan kaki menuju tujuan hidup yang sejati, yaitu Allah. Bagaimana caranya? Dengan saling mengasihi. Sebab, “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih (artinya, saling mengasihi), ia tetap berada dalam Allah dan Allah di dalam dia (1Yoh 4:16b).

Kedua, peristiwa perjamuan Yesus bersama murid-murid-Nya (bacaan II). Dalam perjamuan tersebut, secara simbolis – dalam rupa roti dan anggur –, Yesus menyerahkan tubuh dan darah-Nya bagi para murid. Tindakan simbolis Yesus ini, yang pada Jumat Agung besuk akan menjadi nyata, di mana Yesus sungguh-sungguh menyerahkan tubuh-Nya dan menumpahkan darah-Nya di kayu salib, semakin menegaskan bahwa Yesus ingin berbagi hidup kepada para murid. Sebab, dengan makan tubuh dan darah-Nya, para murid sungguh-sungguh bersatu dengan Kristus dan dengan demikian mengalami sepenuh-Nya hidup Kristus, yakni sengsara, wafat, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke surga.

Pada saat perjamuan tersebut, Yesus juga berpesan, “Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku” (ay.24.25). Maka, sejak saat itu, para murid selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa sesuai dengan pesan Yesus (bdk. Kis 2:42). Kebiasaan ini pun dilestarikan terus-menerus sampai sekarang dalam bentuk Perayaan Ekaristi. Dengan demikian, setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenangkan Kristus sesuai dengan pesan-Nya. Dengan pengenangan itu, kita tidak sekedar mengingat-ingat, tetapi kita sungguh-sungguh menerima dan bersatu dengan Kristus. Dalam rupa roti dan anggur, Kristus sungguh hadir dan memberikan diri-Nya demi keselamatan kita. Dalam hal ini, Beato Yohanes Paulus II menegaskan, “Dalam roti dan anggur janganlah hanya melihat unsur alamiah, sebab Tuhan telah tegas mengatakan bahwa itu adalah tubuh dan darah-Nya: iman memastikan bagimu, kendati indera menunjuk yang lain” (EE 15).

Sesuai dengan pesan Yesus ini, kita diajak untuk semakin tekun dan setia merayakan Ekaristi dan menghayatinya dengan sungguh-sungguh. Lebih-lebih pada Tahun Iman ini, marilah kita jadikan Perayaan Ekaristi sebagai “sumur iman” yang utama bagi kita. Dalam sumur Ekaristi itulah kita menimba air kehidupan dan dengan air kehidupan itu, kita disegarkan, disejukkan, dibersihkan, dan dianugerahi hidup yang sejati.

Sekarang, bagaimana kita menghubungkan dua peristiwa iman yang kita kenangkan pada malam hari ini? Peristiwa perjamauan Yesus mengajak kita untuk semakin tekun dan setia merayakan Ekaristi, sebagai kenangan akan Dia. Peristiwa pembasuhan kaki mengajak kita untuk meneladan Yesus, yakni saling mengasihi dan dengan demikian kita berbagi serta saling tolong-menolong untuk menggapai tujuan hidup yang sejati, yakni Allah. Nah, bukankah setiap merayakan Ekaristi, sebelum kita kembali ke rutinitas hidup sehari-hari, kita selalu diutus? Dengan berkat yang kita terima dari Ekaristi, kita diutus untuk mengasihi. Maka, marilah kita semakin berusaha untuk menjadi pribadi-pribadi yang hidup dalam kasih.

Ag. Agus Widodo, Pr 

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy