TUHAN YANG TERSAMAR HADIR DALAM SAKRAMEN EKARISTI
Oleh: Adrian Pristio, O.Carm
Oleh: Adrian Pristio, O.Carm
Ekaristi adalah tujuan semua Sakramen. Alasannya: Karena dalam Ekaristi itulah, Kristus hadir secara istimewa (Konstitusi tentang Liturgi Suci, 7). Di dalam Ekaristi itu pula, Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur. Dalam doa konsekrasi, Kristus sendiri hadir untuk mengubah bahan persembahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya. Imam bertindak in persona Christi (dalam pribadi Kristus), sehingga saat mengucapkan kata-kata konsekrasi, roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus, secara substansial. Di sini roti dan anggur diubah dengan berkat. Daya berkat melampaui kodrat. Perubahan tersebut dinamakan trans-substansiasi (perubahan hakikat).
Rupa, bau dan rasanya (eksistensinya) tetapi seperti roti dan anggur; tetapi substansinya (esensinya) sudah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Di sini, indera tak lagi mencukupi untuk menembus esensi tubuh dan darah Kristus dalam rupa roti dan anggur tersebut. Hanya iman yang bisa menolong budi. Tanpa 'mata' iman, tidak mungkin seseorang bisa memiliki keyakinan akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi. Hal ini berarti, kita mesti bersandar pada otoritas ilahi. Santo Sirilus mengajak kita untuk tidak mempertanyakan kata-kata Yesus, "Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu" (Luk 22:19), tetapi menerimanya dalam iman, tanpa ragu-ragu. Kristus adalah kebenaran (Yoh 14:6), maka Dia tidak mungkin menipu.
Ketika masih di Seminari (pendidikan calon imam), saya bersama para seminaris lainnya diajari lagu adorasi atau salve (penyembahan/pujian) kepada Sakramen Mahakudus, yang diambil dari madah "Tantum Ergo" karya Santo Tomas Akuino, demikian:
Sakramen seagung ini, kusembah dan kupujiEkaristi adalah Sakramen paling agung, atau lebih tepat disebut sebagai "Sakramen Mahakudus". Dengan iman akan kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi, maka Gereja menyembah dengan hormat Sakramen Mahakudus, Paus Yohanes Paulus memberi kesaksian bahwa penyembahan tidak boleh berhenti. Tidak ada waktu yang lebih berharga daripada datang kehadapan Sakramen cinta kasih Yesus, dalam penyembahan dan kontemplasi, dengan penuh iman; dan siap menjadi silih atas dosa-dosa dunia. (Dominicae Cenae, 3)
Cara lama telah ganti, telah diperbarui
Iman yang menolong budi, indra tak mencukupi
Allah Bapa serta Putra, dipujilah bersama
Salam sembah dan kuasa, serta hormat pada-Nya
Roh Kudus yang diutus-Nya, pujaan yang setara.
Perhatikan juga seruan dari Paus penggantinya, yakni Paus Benediktus XVI. Paus asal Jerman ini berkata, "Di samping mendorong tiap-tiap orang beriman agar meluangkan waktu untuk doa pribadi di hadapan Sakramen Altar ini, saya merasa wajib mendesak paroki-paroki dan kelompok-kelompok gerejawi agar meluangkan waktu untuk adorasi bersama." (Sacramentum Caritatis, 68)
Pertanyaannya, mengapa Kristus hadir dalam Ekaristi? Dalam perayaan Liturgi Kamis Putih, diungkapkan bahwa Kristus hendak kembali kepada Bapa-Nya, meninggalkan para murid; maka DIa memberi kepada mereka kehadiran sakramental. Itulah tanda kenangan totalitas cinta kasih Kristus kepada kita (Yoh 13:1). Maka, Ekaristi menjadi tanda kehadiran Kristus yang membawa rahmat cinta kasih yang tuntas itu. Kehadiran Kristus tersebut disantap oleh kaum beriman dalam upacara komuni, sehingga menjadi daging dan darah, menyatu-padu dalam tubuh dan darah kaum beriman. Imanuel (Allah beserta kita), menjadi nyata dalam Ekaristi.
Dalam komuni, kita menerima Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi keselamatan kita. Dengan menyambut komuni, kita dipersatukan secara erat dengan Kristus, Tuhan. Dalam upacara menyambut Komuni menjadi sangat tampak bahwa perjamuan Ekaristi merupakan perjamuan mistik. Tuhan Yesus sendiri mendesak kita untuk menyambut-Nya, "Jika kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup dalam dirimu" (Yoh 6:53). Gereja malahan menganjurkan secara tegas, supaya kita menyambut komuni pada hari Minggu dan hari raya (di luar hari Minggu); atau lebih sering lagi, bahkan setiap hari (KGK, 1389). Namun, sekaligus kita diingatkan Santo Paulus untuk menyambut-Nya dengan hati yang layak (bdk. 1Kor 11:27-29).
Keagungan Sakramen ini mendorong Liturgi Gereja untuk memasukkan kata-kata seorang tokoh Injil, perwira yang rendah hati dan penuh iman itu, "Ya Tuhan, saya tidak pantas, Engkau datang kepada saya; tetapi bersabdalah (katakan sepatah kata) saja, maka saya akan sembuh." (Sumber: Katekismus Gereja Katolik, 1373-1390)
Misteri
Ekaristi ini terlalu agung bagi siapa pun juga untuk merasa bebas
melakukannya sesuai dengan pandangannya sendiri, sehingga kekudusannya
dan penetapannya yang universal menjadi kabur, sebaliknya, siapa saja
yang bertindak demikian dan melampiaskan saja kecendrungannya
sendiri-juga bila dia seorang imam-melukai kesatuan hakiki Ritus Romawi,
yang seharusnya dijaga ketat. Dia pun harus mempertanggungjawabkan
semua perbuatan yang sama sekali tidak menanggapi kelaparan dan kehausan
akan Allah yang hidup yang dialami orang dewasa ini,
perbuatan-perbuatan yang demikian tidak juga membawa manfaat untuk reksa
pastoral yang otentik atau pembaharuan liturgi yang benar; sebaliknya.
Karena ulah-ulah itu, umat beriman dirampasi dari harta kekayaan dan
warisannya, Demikianlah perbuatan-perbuatan yang sewenang-sewenang itu
bukannya jalan menuju ke pembaharuan yang sejati, melainkan melanggar
hak umat beriman akan sebuah perayaan liturgis yang adalah pengukapan
hidup Gereja sepadan dengan tradisi dan tata tertibnya, pada akhirnya
sikap ini menyebabkan masuknya unsur-unsur yang merusak dan
menghancurkan ke dalam Ekaristi itu sendiri, yang justru
seharusnya-karena mulianya dan berdasarkan maknanya sendiri-menandai
serta menghadirkan secara ajaib persekutuan hidup ilahi dan persatuan
umat Allah, Alhasil ialah kebingungan di bidang ajaran Gereja, kekacauan
dan scandalum dipihak umat Allah, dan sebagai akibat hampir
pasti-perlawanan yang kuat; dan semuanya itu akan banyak umat beriman
merasa bingung dan sedih, khususnya dimasa kita ini ketika hidup
kristiani sudah begitu dipersulit akibat menjalarnya sekularisasi pula. (Redemptionis
Sacramentum, Instruksi VI tentang sejumlah hal yang perlu dilaksanakan
atau dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus, No. 11)