Hari Raya Kenaikan
Tuhan – 9 Mei 2013
Kis 1:1-11; Ibr 9:24-28, 10:19-23; Luk 24:46-53
Hari ini, kita merayakan
Kenaikan Tuhan. Empat puluh hari yang lalu, kita merayakan Paskah, yakni
rangkaian sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus demi keselamatan kita. Sebab,
“Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45). Dan “sama
seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa,
demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4). Jadi, Kristus
menderita sengsara dan wafat untuk kita; Ia pun bangkit juga untuk kita; karena
Ia memang memberikan diri-Nya secara total untuk kita.
Sekarang, kita
merayakan kenaikan-Nya ke surga. Untuk siapa? Lagi-lagi untuk kita. “Kristus
telah masuk ke dalam tempat kudus bukan yang buatan tangan manusia (artinya
Bait Allah), yang hanya merupakan gambaran dari tempat kudus yang sejati,
tetapi ke dalam surga sendiri untuk menghadap hadirat Allah demi kepentingan
kita. (Ibr 9:24) ... kita sekarang dapat masuk ke dalam tempat kudus dengan
penuh keberanian karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi
kita” (Ibr 10:19-20). Dengan demikian, jelas sekali bahwa Kristus naik ke
surga, bukan untuk kepentingan-Nya sendiri tetapi justru untuk kita, yakni
merintis dan membuka jalan menuju ke surga, tempat kudus dan Rumah Allah, yang
juga disediakan bagi kita.
Peristiwa kenaikan
Tuhan dalam kemuliaan-Nya yang kita rayakan hari ini merupakan satu-kesatuan
dengan peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya yang kita rayakan pada
Pekan Suci, 40 hari yang lalu. Seluruh bacaan pertama menggambarkan bagaimana
Yesus mendapatkan kemuliaan surgawi itu setelah menderita sengsara terlebih
dahulu. “Setelah penderitaan-Nya selesai, Ia menampakkan diri kepada mereka (= para
rasul), dan dengan banyak tanda Ia membuktikan bahwa Ia hidup. Sebab, selama
empat puluh hari, Ia menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang
Kerajaan Allah. Pada suatu hari ...terangkatlah Yesus disaksikan
murid-murid-Nya” (Kis 1:3.9). Hal ini juga ditegaskan dalam Injil. “Sesudah
bangkit dari antara orang mati, Yesus menampakkan diri kepada para murid ...
Yesus membawa murid-murid itu ke luar kota sempai dekat Betania. Di situ, Ia
mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan, ketika sedang memberkati
mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga” (Luk 24:50-51).
Kiranya, pengalaman
Yesus, yang sebelum mengalami kemuliaan abadi harus menderita terlebih dahulu
ini, semakin menguatkan kita manakala kita juga harus mengalami penderitaan –
entah apa pun bentuknya, dalam kehidupan kita di dunia ini. Pada saat
menderita, kita jangan hanya berhenti untuk menatap dan merapati penderitaan
itu, tetapi kita harus berani menatap Yesus yang tersalib, yang telah menderita
untuk kita. Di atas salib, Ia merentangkan tangan-Nya, siap menyambut kita yang
datang kepada-Nya sambil bersabda, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu
dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Dengan
demikian, kita pun akan dimampukan untuk memikul beban-beban penderitaan kita
sekaligus dikuatkan dalam pengharapan akan kemuliaan yang akan datang setelah
penderitaan itu terlewati.
Kemuliaan Tuhan dan
kenaikan-Nya ke surga memberikan harapan bagi kita bahwa kemuliaan
surgawi itu juga disediakan bagi kita dan jalan ke sana telah dibuka oleh
Kristus. Untuk itu, kita selalu diharapkan mengarahkan (pandangan) hidup kita
ke surga. Mengarahkan pandangan hidup ke surga bukan sekedar menatap langit atau
mlongo (apa ya bahasa Indonesianya?)
seperti para murid yang kemudian ditegur oleh 2 malaikat (Kis 1:10-11).
Mengarahkan hidup ke surga berarti kita tidak hanya berfokus, memikirkan dan
mencari hal-hal duniawi saja tetapi lebih-lebih malah hal-hal surgawi. “Sebab,
Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman (saja), tetapi soal kebenaran,
damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm 14:17). Dalam bimbingan Roh
Kudus, kita diajak untuk selalu mencintai dan memperjuangkan kebenaran dan
damai sejahtera.
Ag. Agus Widodo, Pr