HARI RAYA
PENTAKOSTA – Minggu, 19 Mei 2013
Kis 2:1-11; 1Kor
12, 3b-7, 12; Yoh 14:5-16, 23b-26
Hari ini, kita merayakan
Pentakosta, yang artinya adalah hari yang kelima puluh. Maka, Hari Raya
Pentakosta, dirayakan pada hari yang kelima puluh setelah Paskah. Dalam tradisi
Pernjanjian Lama, pada mulanya Pentakosta merupakan pesta panen yang dirayakan
oleh umat Israel setelah mereka menetap di Kanaan pasca pembebasan dari Mesir. Pesta
panen ini diadakan selama 7 Minggu, dan pada hari yang kelima puluh, mereka mempersembahkan
korban sajian sebagai ungkapan syukur dan persembahan kepada Tuhan (Im
23:4-24).
Dalam perkembangan selanjutnya,
Pentakosta diangkat menjadi pesta liturgis dan maknanya ditarik jauh ke
belakang, yaitu ke masa pengembaraan di padang gurun, tepatnya peristiwa
penampakan Allah kepada Musa di Gunung Sinai di mana pada saat itu, diturunkan
juga Sepuluh Perintah Allah. Dengan demikian, Pentakosta dimaknai sebagai pesta
peringatan atas pembaruan janji Allah dengan umat Israel melalui turunnya
Sepuluh Perintah Allah di Sinai (2Kor
15:10-13; bdk. Kel 19:16-20; Ul 5:4-5).
Bagi
Gereja yang telah mengalami pembaruan perjanjian dalam diri Yesus, Pentakosta
merupakan peringatan atas turunnya Roh Kudus kepada para murid, sebagaimana
dikisahkan dalam bacaan pertama (Kis 2:1-11). Pada hari Pentakosta itu, Roh
Kudus turun dalam rupa lidah-lidah api dan hinggap pada masing-masing (ay.3).
Jadi, Roh Kudus merupakan anugerah yang menyentuh masing-masing pribadi, orang
per orang, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Kepada masing-masing
orang, Roh Kudus yang satu dan sama memberikan karunia yang berbeda-beda, namun
dimaksudkan untuk kepentingan bersama (bdk. 1Kor 12:1-11).
Gambaran
lidah-lidah api yang digunakan sebagai tanda turunnya Roh Kudus menunjukkan
bahwa karunia Roh Kudus itu merupakan daya ilahi yang mengobarkan semangat
hidup dalam beriman, bersaksi, bersekutu, dan melayani sebagaimana yang terjadi
dalam diri para murid. Kita tahu bahwa setelah menerima anugerah Roh Kudus,
para murid menjadi semakin beriman dan percaya kepada Yesus sebagai penyelamat
(Kis 2:14.21-22). Mereka menjadi tidak takut tetapi dengan penuh keberanian bersaksi
dan mewartakan bahwa Yesus telah bangkit (Kis 2:23-24) serta mengajak
orang-orang untuk bertobat supaya diselamatkan (Kis 2:28-40). Mereka juga
semakin giat mewujudkan persekutuan hidup bersama (Kis 2:41-43.46) dan mengembangkan
solidaritas serta pelayanan kasih (Kis 2:44-45).
Roh
Kudus, yang dikaruniakan kepada para murid, lima puluh hari setelah Paskah,
sampai sekarang juga dianugerahkan kepada kita masing-masing, orang per orang.
Kapan Roh Kudus itu dicurahkan kepada kita? Secara istimewa adalah pada saat
kita menerima sakramen baptis (Kis 2:38) dan penumpangan tangan dalam sakramen
penguatan (Kis 8:16-17; 19:5-6). Dalam setiap Ekaristi, Roh Kudus juga hadir
untuk menyucikan seluruh umat dan menguduskan roti-anggur menjadi tubuh dan
darah Kristus (bdk. DSA). Bahkan, setiap saat, Roh Kudus senantiasa dicurahkan
kepada kita untuk membimbing kita supaya kita mampu hidup baik dan berjalan di
jalan Tuhan.
Roh
Kudus yang dicurahkan kepada kita tersebut, menjadikan kita sebagai anak Allah
sebagaimana ditegaskan oleh Paulus dalam bacaan pertama (Rm 8:8-17). Sebagai
anak Allah, kita telah menjadi ahli waris Allah, yakni keselamatan yang
diaanugerahkan dalam Kristus (ay.17). Sebagai anak Alah, tentu saja kita tidak
boleh hanya bangga karena menjadi ahli waris keselamatan, tetapi kita juga
harus hidup secara pantas sebagai anak Allah yang selalu berbakti dan mbangun miturut pada Allah, Bapa kita. Untuk
menghayati hidup yang pantas sebagai anak Allah, Roh Kudus juga senantiasa
membantu kita sebagaimana ditegaskan Yesus dalam Injil, “Roh Kudus yang akan
diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu
kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”
(Yoh 14:26).
Tentu
saja, Roh Kudus tidak hanya mengajar dan mengingatkan kita akan sabda dan
kehendak Tuhan, tetapi juga mengobarkan semangat kita dalam beriman, bersaksi,
bersekutu, dan melayani sebagaimana dialami oleh para murid pasca peristiwa
Pentakosta. Roh Kudus membantu kita untuk semakin beriman mendalam dan tangguh,
untuk tidak takut menghadapi tantangan dan kesulitan hidup, untuk terus
bersaksi dan mewartakan iman kita dalam perkataan maupun tindakan, dan juga
untuk mengembangkan solidaritas dan pelayanan kasih kepada sesama.
Ag. Agus Widodo, Pr