Minggu, 06 Oktober 2013
Hari Minggu Biasa XXVII
Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri. Tetapi iman bukanlah satu perbuatan yang terisolir. Tidak ada seorang pun dapat percaya untuk dirinya sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang dapat hidup untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang yang memberikan iman kepada diri sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang memberi kehidupan kepada diri sendiri. Yang percaya menerima kepercayaan dari orang lain; ia harus melanjutkannya kepada orang lain. Cinta kita kepada Yesus dan kepada sesama mendorong kita supaya berbicara kepada orang lain mengenai iman kita. Dengan demikian, setiap orang yang percaya adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat percaya, kalau saya tidak didukung oleh kepercayaan orang lain dan oleh kepercayaan saya, saya mendukung kepercayaan orang lain. --- Katekismus Gereja Katolik, 166
Antifon Pembuka (Est 13:9.10-11)
Semesta alam takluk kepada kehendak-Mu, ya Tuhan dan tiada satu pun yang dapat menentangnya. Sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu, langit dan bumi serta seluruh isinya. Engkaulah Tuhan atas seluruh dunia.
Doa Pagi
Allah Bapa yang mahabaik, segala yang baik berasal daripada-Mu, dan kami Kaudorong untuk berbuat baik selalu. Siapakah kami ini, maka sampai-sampai kami berani mempersalahkan Dikau atas setiap kelaliman? Buanglah kepicikan hati kami jauh-jauh, dan buatlah iman kami berkembang dengan suburnya. Tunjukkanlah bahwa di mana pun Engkau beserta kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dan Roh Kudus, kini, dan sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Nubuat Habakuk (1:2-3; 2:2-4)
Hari Minggu Biasa XXVII
Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri. Tetapi iman bukanlah satu perbuatan yang terisolir. Tidak ada seorang pun dapat percaya untuk dirinya sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang dapat hidup untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang yang memberikan iman kepada diri sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang memberi kehidupan kepada diri sendiri. Yang percaya menerima kepercayaan dari orang lain; ia harus melanjutkannya kepada orang lain. Cinta kita kepada Yesus dan kepada sesama mendorong kita supaya berbicara kepada orang lain mengenai iman kita. Dengan demikian, setiap orang yang percaya adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat percaya, kalau saya tidak didukung oleh kepercayaan orang lain dan oleh kepercayaan saya, saya mendukung kepercayaan orang lain. --- Katekismus Gereja Katolik, 166
Antifon Pembuka (Est 13:9.10-11)
Semesta alam takluk kepada kehendak-Mu, ya Tuhan dan tiada satu pun yang dapat menentangnya. Sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu, langit dan bumi serta seluruh isinya. Engkaulah Tuhan atas seluruh dunia.
Doa Pagi
Allah Bapa yang mahabaik, segala yang baik berasal daripada-Mu, dan kami Kaudorong untuk berbuat baik selalu. Siapakah kami ini, maka sampai-sampai kami berani mempersalahkan Dikau atas setiap kelaliman? Buanglah kepicikan hati kami jauh-jauh, dan buatlah iman kami berkembang dengan suburnya. Tunjukkanlah bahwa di mana pun Engkau beserta kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dan Roh Kudus, kini, dan sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Nubuat Habakuk (1:2-3; 2:2-4)
"Orang benar akan hidup berkat imannya."
Tuhan, berapa lama lagi aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu ‘Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku menyaksikan kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi di sekitarku. Lalu Tuhan menjawab aku, demikian, “Catatlah penglihatan ini, guratlah pada loh batu agar mudah terbaca. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi segera akan terpenuhi dan tidak berdusta. Bila pemenuhannya tertunda, nantikanlah, akhirnya pasti akan datang, dan tidak batal! Sungguh, orang yang sombong tidak lurus hatinya, tetapi orang benar akan hidup berkat imannya.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = es, 4/4, PS 854.
Ref. Singkirkanlah penghalang sabda-mu, cairkanlah hatiku yang beku, dan bimbinglah kami di jalan-Mu.
Ayat. (Mzm 96:1-2.6-7.8-9; Ul: 8)
1. Marilah kita bernyanyi-nyanyi bagi Tuhan, bersorak-sorai bagi Gunung Batu keselamatan kita. Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan lagu syukur, bersorak-sorailah bagi-Nya dengan nyanyian Mazmur.
2. Masuklah, mari kita sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita; kita ini umat gembalaan-Nya serta kawanan domba-Nya.
3. Pada hari ini, kalau kamu mendengar suara-Nya, jangan bertegar hati seperti di Meriba, seperti waktu berada di Masa di padang gurun, ketika nenek moyangmu mencobai dan menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku.
Bacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada Timotius (2Tim 1:6-8.13-14)
"Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita."
Saudaraku terkasih, aku memperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu berkat penumpangan tanganku. Sebab Allah memberi kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita, dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Tuhan. Tetapi berkat kekuatan Allah, ikutlah menderita bagi Injil-Nya! Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat, dan lakukanlah itu dalam iman serta kasih dalam Kristus Yesus. Berkat Roh Kudus yang diam di dalam kita, peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita.
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = f, 4/4, Kanon, PS 960.
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (1 Petrus 1:25)
Firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya; inilah firman yang disampaikan Injil kepada-Mu.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (17:5-10)
"Sekiranya kamu mempunyai iman!"
Sekali peristiwa, setelah Yesus menyampaikan beberapa nasihat, para rasul berkata kepada-Nya, “Tuhan, tambahkanlah iman kami!” Tetapi Tuhan menjawab, “Sekiranya kamu memiliki iman sebesar biji sesawi, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini, ‘Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut’ dan pohon itu akan menuruti perintahmu.” Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu waktu ia pulang dari ladang ‘Mari segera makan’? Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu ‘Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai aku selesai makan dan minum; dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum’? Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata, ‘Kami ini hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Dari percikan huruf, iman sama dengan amin. Karena itu, beriman berarti mengamini apa yang kita imani. Iman selalu tidak jelas. Amin membawa iman pada kenyataan hidup sehari-hari, supaya jelas bahwa orang itu beriman. Karena itu, iman adalah undangan untuk mengamini suka-duka hidup di dunia ini dan melihat rahasia kematian adalah bagian dari hidup itu sendiri.
Iman Kecil itu Besar
Ketika para murid, meminta, "Tambahkanlah iman kami!" Yesus tidak menjawab, "Nih saya tambahi!" Tetapi, Tuhan Yesus menguraikan bahwa iman yang amat kecil itu saja sudah besar dan kuat kuasanya: bisa mencabut pohon ara yang besar dan memindahkan gunung. Ternyata tidak perlu menambah iman. Dalam penghayatan, yang perlu ditambahkan adalah Cinta Besar.
Pekerjaan iman itu bagai pekerjaan hamba yang melayani. Pekerjaan ini disepelekan dunia tetapi nilainya lebih besar dari semua mukjizat besar yang pernah diadakan. Karena mukjizat selalu dibuat untuk menumbuhkan iman, maka bila iman sudah kuat, kita tidak membutuhkan mukjizat. Mukjizatlah yang membutuhkan kita untuk meneguhkan saudara kita yang lain dan menjadi saksi iman benar dan sejati. Kita tahu sekarang ketika mukjizat tidak kita minta, mukjizat selalu menyertai sebagai kenyataan. Ingat akan Salomo, ia memilih kebijaksanaan, dan apa yang menyertainya? (2Taw 1:12).
Iman Benar dan Sejati
Iman benar terletak pada Sang Tokoh dengan litani pertanyaan. Siapa Dia? Siapa bersama Dia? Apa saja yang terbaik yang Dia lakukan untuk kita? Masih banyak pertanyaan lain. Iman sejati mestilah relasi kasih dan suci, pengenalan dan penyelaman yang dalam tentang Kehidupan dan Sang Kehidupan.
Kalau kita sharing dan saring dari semua kisah yang ada, pastilah Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Jawaban sempurna. Bahkan, Dia adalah Jalan dan Pintu untuk semua itu. Semua pengajaran, pelayanan, pengorbanan dan cinta-Nya, semua untuk kita, yang disebut sebagai sahabat. Bahkan, demi cinta-Nya yang besar kepada kita, Dia rela menyerahkan nyawa-Nya untuk disalibkan.
Iman dan Saksi (Penderitaan)
Apa tanda dan saksi bahwa seorang itu sungguh beriman? Ada aneka jawaban iman sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman hidup. Tetapi, menurut hemat saya tanda "ori(ginal)" seseorang itu sungguh beriman atau tidak, terletak pada bagaimana ketika ia sedang menghadapi kesulitan hidup, penderitaan atau salib berat berkepanjangan. Salib bisa datang dari mana saja. Terlebih ketika kita menjalankan kejujuran, keadilan, kebenaran dan kasih.
Guru telah mengajari dan melaksanakan apa yang diajarkan. Orang yang sungguh beriman adalah orang yang masih bisa bersyukur, tersenyum dan tertawa ketika sedang sangat menderita. Bahkan, ia menertawakan penderitaan yang tidak dapat mengalahkan imannya. Ia pun tahu, itu ada iramanya: "Isi penuh iman dengan Cinta. Menebarnya dalam silih dan pengampunan. Menghasilkan tobat, terpancarlah cahaya sukacita." Dia tahu dengan indah bahwa di balik salib dan bayang-bayangnya, tampak kehidupan abadi.
Iman dan Surga
Mengapa iman dan bukan yang lain? Iman dibutuhkan bumi sebelum surga. Karena jiwa membutuhkan pemurnian sebelum mati agar dapat mengenakan "pakaian pesta" (Mat 22:11-12). Dan pemurnian itu adalah salib. Belajar mencintai salib adalah belajar mencintai surga karena di dalamnya rahasia surga dibenamkan sebagai pilihan. Di situ meterai janji Gusti terpatri. Kalau bumi telah mempunyai iman, maka salib direbahkan menjadi jembatan surga. Dan bila surga itu adalah relasi, maka iman adalah cerminan berbagi, sementara itu salib akan bernyanyi dengan Cinta yang terbukti.
Surga adalah milik orang yang mengamini iman benar dan sejati. Iman sebesar biji sesawi cukup untuk besarnya bumi. Orang seperti ini merayakan iman setiap hari dalam liturgi, dalam doa dan Ekaristi.
RUAH