Tahbisan Imam CSC (Foto: facebook.com/NDBasilica) |
Paus mengawali: "Setelah kita membahas bahwa ada tiga Sakramen yaitu Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi yang bersama membentuk misteri "permulaan kristen", sebuah peristiwa karunia yang melahirkan kembali kita di dalam Kristus. Inilah pengabdian mendasar yang merangkum semua di dalam Gereja, seperti para murid Tuhan Yesus. Lalu ada dua Sakramen yang berkaitan dengan dua pengabdian khusus, yaitu: Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan. Keduanya membentuk dua jalan besar di mana seorang kristen dapat menjadikan hidupnya sebuah karunia kasih, mengambil contoh dan di dalam nama Kristus, sehingga ia bekerjasama dalam membangun Gereja".
"Sakramen Imamat, yang dibagi ke dalam tiga tahap: keuskupan, imamat dan diakonat - kata Paus - merupakan Sakramen yang memungkinkan pelaksanaan tugas yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus kepada Para Rasul, untuk mengenyangkan kawanan jemaatnya, di dalam kuasa RohNya dan seturut hatiNya. Mengenyangkan umat Yesus dengan kuasa, bukan kuasa manusia, bukan kuasa diri, tetapi dengan kuasa Roh dan seturut hati Yesus yang adalah hati yang pengasih. Seorang Imam, Uskup dan Diakon harus mengenyangkan umat Tuhan dengan kasih. Tak diperlukan selain itu. Dan dalam makna itu, mereka yang dipilih dan dikonsakrasi untuk pelayanan ini sejalan dengan waktu memperpanjang kehadiran Yesus. Mereka melakukan itu dengan kuasa Roh Kudus di dalam nama Allah dan dengan kasih".
Sri Paus menjelaskan aspek pertama: "Mereka yang ditahbiskan ditempatkan sebagai kepala dari jemaat. Mereka adalah "kepala", ya, tetapi bagi Yesus berarti menempatkan otoritas masing-masing untuk melayani, seperti Dia yang telah memberi contoh dan telah mengajari kepada para murid dengan kata-kata ini: «Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesarnya bertindak sewenang-wenang atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang» (Mat 20:25-28 // Mark 10:42-45). Seorang Uskup yang tidak melayani umat bukan hal yang baik. Seorang Imam, Pelayan Tuhan, yang tidak melayani umat bukan hal yang baik. Itu suatu hal yang salah".
"Karakter lain yang selalu berasal dari kesatuan sakramental dengan Kristus - kata Paus - adalah kasih yang membara untuk Gereja. Mari kita melihat Surat Santo Paulus kepada umat di Efesus. Paulus berkata bahwa Kristus «telah mengasihi Gereja dan telah memberikan diriNya bagi Gereja, membuatnya Kudus, memurnikan Gereja dengan pencucian air melalui sabdaNya, dan untuk menampilkan wajah Gereja yang seluruhnya mulia, tanpa noda tanpa kerut atau lainnya yang senada. Di dalam Imamat, seorang Imam membaktikan seluruh dirinya kepada umat dan mengasihi umat dengan segenap hatinya: umat adalah keluarganya. Seorang Uskup, Imam, mengasihi Gereja dalam diri umatnya dan mengasihinya dengan kukuh. Bagaimana? Bagaimana Kristus mengasihi Gereja. Santo Paulus juga mengatakan itu tentang perkawinan: suami mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi Gereja. Ini adalah suatu misteri besar akan kasih, yaitu dalam Imamat dan dalam Perkawinan, dua Sakramen yang merupakan jalan ke mana biasa orang-orang pergi, sebagai Sakramen, menuju Tuhan".
Lalu ada aspek terakhir yang diutarakan Sri Paus. "Rasul Paulus menasehati Timotius muridnya agar tidak mengabaikan, sebaliknya, agar menghidupkan terus karunia yang ada padanya; karunia yang telah dianugerahkan kepadanya dengan penumpangan tangan (1 Tm 4:14; 2 Tm 1:6). Saat tugas dari uskup, dari imam tidak diisi dengan doa, dengan mendengarkan Sabda Allah, dan dengan perayaan Ekaristi harian dan juga dengan melaksanakan Sakramen Tobat, maka, itu akan pasti berakhir dengan kehilangan makna sejati dari pelayanan masing-masing dan kegembiraan yang berasal dari kesatuan yang mendalam dengan Yesus. Seorang Uskup yang tidak berdoa, yang tidak mendengarkan Sabda Allah, yang tidak merayakan Ekaristi setiap hari, yang tidak mengaku dosa dengan teratur, dan begitu pula seorang Imam yang tidak melakukan semuanya itu, pada akhirnya kehilangan kesatuan dengan Yesus dan mereka menjadi biasa-biasa saja yang justru tidak baik bagi Gereja. Oleh karenanya, kita harus membantu para uskup, para imam untuk berdoa untuk mendengarkan Sabda Allah yang merupakan makanan harian, untuk merayakan Ekaristi setiap hari dan untuk pergi mengaku dosa dengan teratur. Dan ini sangat penting karena membawa kepada kekudusan masing-masing para uskup dan para imam".
Sri Paus kemudian menutup katekese dengan berkata: "Bagaimana caranya menjadi imam? Di mana dijual jalan masuknya? Tidak, jalan masuk itu tidak dijual. Ini adalah suatu hal yang inisiatifnya diambil oleh Tuhan. Tuhan yang memanggil: memanggil setiap orang yang mau menjadi imam, dan mungkin ada kaum muda, di sini, yang telah mendengar di dalam hati mereka panggilan ini. Kehendak menjadi imam, kehendak untuk melayani sesama di dalam hal-hal yang berasal dari Tuhan. Kehendak untuk membaktikan sepanjang hidup kepada pelayanan untuk menginjil, membaptis, mengampuni, merayakan Ekaristi, merawat orang sakit ... sepanjang hidup demikian! Jika ada diantara Anda sekalian yang merasakan ini di dalam hati, itu Yesus yang telah menempatkannya di sana! Rawatlah panggilan ini dan berdoalah agar bertumbuh dan memberikan buah di dalam seluruh Gereja. Terima kasih."
Veni Sancte Spiritus, Veni per Mariam.
(Oleh: Shirley Hadisandjaja / Sumber: Radio Vatikan)