Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah salah satu dari tujuh Sakramen yang diberikan Gereja kepada orang yang berada dalam keadaan bahaya kematian atau dalam kondisi sakit parah. Tetapi, kepada orang-orang tua yang sudah sangat lemah dapat juga diterimakan Sakramen ini, meskipun tidak timbul keadaan sakit yang gawat. Sakramen yang dihadirkan oleh Gereja ini bagi kita merupakan ungkapan tindakan Yesus yang penuh belas kasih terhadap orang-orang sakit.
Seperti semua Sakramen, Urapan Suci ditetapkan oleh Yesus Kristus selama pelayanan-Nya di dunia. Katekismus menjelaskan hal tersebut demikian, “Urupan Orang Sakit yang kudus ini ditetapkan oleh Kristus Tuhan kita sebagai Sakramen Perjanjian Baru yang sebenarnya dan sesungguhnya” (KGK, 1511). Dasar alkitabiah Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat kita temukan dalam Injil, khususnya Injil Lukas. Di situ ditampilkan perhatian Yesus yang sangat besar terhadap orang sakit. Bagi Yesus orang-orang sakit harus didekati, dirangkul, diteguhkan, dan disembuhkan. Itulah panggilan dan tugas perutusan-Nya. Dalam konteks ini kita memahami kata-kata Yesus, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit” (Luk 5:31).
Orang-orang yang sakit baik sakit secara fisik maupun secara rohani adalah orang-orang yang membutuhkan sentuhan kasih. Maka, di dalam hidup-Nya, Yesus selalu menunjukkan kehadiran-Nya yang penuh kasih bagi orang sakit. Kapan pun juga belas kasih-Nya bagi orang sakit tak pernah terbendung, bahkan pada hari Sabat yang telah menimbulkan skandal bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Sebab bagi mereka menyembuhkan pada hari Sabat dianggap melanggar perintah Tuhan (Luk 6:6-11). Penyembuhan fisik yang dilakukan Yesus kadang-kadang dihubungkan dengan pengampunan dosa yang kemudian berlangsung dalam kebiasaan Gereja para rasul (Luk 5:17-26; bdk. Yak 5:14-15).
Kedekatan Yesus dengan orang-orang sakit dan menderita begitu mendalam sehingga Ia menyamakan diri-Nya dengan mereka, “Ketika Aku sakit kamu melawat Aku” (Mat 25:36; KGK 1503). Tindakan Yesus yang demikian diajarkan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengajak mereka untuk mengambil bagian di dalam pelayanan belas kasih dan keselamatan-Nya. Dan ketika Kristus mengutus murid-murid-Nya untuk mewartakan kabar gembira keselamatan, orang-orang yang sakit diolesi dengan minyak dan disembuhkan (Mrk 6:13).
Dengan latar belakang pewartaan Injil yang dilakukan oleh Yesus dan murid-murid-Nya itulah kita dapat memahami Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Melalui Sakramen ini Tuhan ingin hadir dekat dengan penderita sakit melalui perantaraan pelayan Gereja, yaitu imam. Tanda lahiriah dengan penumpangan tangan dan pengurapan dengan minyak mendatangkan rahmat Roh Kudus yang membarui kepercayaan orang sakit dan imannya akan Allah.
Pada saat menerima Sakramen tersebut orang sakit yang sedang tak berdaya diteguhkan untuk melawan perasaan cemas dan putus asa saat menghadapi kematian (bdk. KGK, 1501). Dalam situasi yang paling sulit ini rahmat Sakramen Pengurapan Orang Sakit memberi hiburan, rasa damai dan keberanian untuk menghadapi saat-saat akhir kehidupan menuju keabadian di surga, sehingga dia bisa berjumpa dengan Allah dengan penuh pengharapan. Orang yang sakit akan dituntun untuk tidak putus asa dan tidak merasa hidupnya sia-sia tetapi menyadari bahwa ia memperoleh kekuatan dan harapannya hanya di dalam penyerahan kepada Allah. Jadi, dengan menerima Sakramen ini orang sakit mendapat peneguhan bahwa Allah hadir dan mendampingi serta membantunya dalam menanggung beban (bdk. Mat 8:17). Dengan demikian, Sakramen Pengurapan Orang Sakit menghindarkan orang beriman dari kehilangan harapan kristiani akan keselamatan.
Dengan mengurapi orang sakit dan melalui doa para imam, Gereja telah mengambil bagian di dalam peran Yesus sebagai tabib yang merawat jiwa dan raga, menguatkan dan menyertai orang sakit di dalam doa-doa serta menyerahkan kepada Tuhan yang telah lebih dahulu mengalami derita. Di lain pihak, orang yang menerima pengurapan diundang untuk menggabungkan penderitaannya dengan penderitaan Yesus, sehingga jalan salib yang ditempuhnya menjadi jalan menuju Paskah. Oleh karena itu, pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit mengungkapkan communio (persekutuan) anggota Gereja yang berbela rasa dengan orang-orang yang menderita dans ekaligus mewujudkan persekutuan yang senasib sepenanggungan sebagai anggota tubuh mistik Kristus. (Sumber: KGK, 1420-1421; 1499-1513; Oleh Dionisius Kosasih, O.Carm / RUAH)