Ada suatu kisah menarik dalam hubungan dengan perkataan
Yesus mengenai “Akulah Roti Hidup” ini. Ketika Misa Sabtu sore selesai, seorang
anak muda cepat-cepat menjumpai saya. Kemudian dia berkata, “Romo, hidup rohani
saya mungkin sangat kering. Ketika saya memandang “hosti” yang diangkat romo di
altar waktu Misa, saya tidak merasa apa-apa. Saya hanya lihat, itu roti biasa.”
Ketika mendengar ungkapan yang sungguh tulus dari anak muda ini, saya hanya
tersenyum. Lalu, saya mengajak dia masuk ke kantor saya.
Ketika berada di
kantor, saya pun tidak berbicara banyak pada dia. Saya hanya meminta padanya
untuk mengikuti Misa setiap hari, walaupun kehidupan rohaninya sungguh kering. Saya
katakan padanya, “OK, kamu merasa kehidupan rohanimu kering kerontang. Saya minta
kamu ikut saja setiap Misa dan tanpa berkata apa-apa. Pandang saja ke altar,
ketika imam mengangkat “piala” dan “hosti” itu.” Dia pun mengikuti nasihat saya
ini. Dengan taat dan rajin, setiap Minggu, bahkan setiap hari, dia selalu
mengikuti perayaan Ekaristi atau Misa di paroki. Hal ini berlangsung dalam
waktu yang cukup lama. Saya menunggu, apa yang akan terjadi dalam kehidupan
rohaninya, saat dia dengan tekun mengikuti perayaan Misa.
Akhirnya, sekarang
dia sungguh mulai menyadari bahwa memang benar Hosti dan Anggur itu adalah
Tubuh dan Darah Yesus sendiri. Dia sangat percaya dan yakin! Dia mengatakan
bahwa dalam Ekaristi, Yesus tidak memberi kita suatu “barang”, tetapi diri-Nya
sendiri, “Akulah roti hidup!” Dia memberikan Tubuh-Nya sendiri dan mencurahkan
Darah-Nya sendiri bagi kita. Anak muda tersebut telah “mengalami” peristiwa
yang mengubah pandangannya tentang Ekaristi.
Sebagai orang
Katolik, kita pantas bersyukur karena selalu diberi kesempatan untuk bisa
bersatu dengan Yesus melalui Ekaristi. Dalam Sakramen Ekaristi, Tuhan Yesus
Kristus memberikan anugerah sangat besar kepada setiap orang yang
mengimani-Nya, yaitu Tubuh dan Darah-Nya sendiri, dalam rupa roti dan anggur.
Maka, mari kita rajin dan tekun merayakan Ekaristi dengan penuh iman. Sebab,
dalam Ekaristi itulah kita diundang oleh Tuhan untuk bersatu dengan Dia secara
sakramental, tanpa kata, demi keselamatan kita dan umat manusia lainnya. (Alberto Djono Moi, O.Carm/Cafe Rohani)