| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

"Apabila kalian masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka."

Kamis, 10 Juli 2014
Hari Biasa Pekan XIV

Hos 11:1.3-4.8c-9; Mzm 80:2ac.3b.15-16; Mat 10:7-15
  
"Apabila kalian masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka."
 
Kita mempunyai banyak kata untuk mengungkapkan "salam". Yang paling banyak dipakai adalah kata "selamat": selapat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat makan, selalat ulang tahun, dll. Umat muslim mempunyai sapaan khas “Assalamu Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh” yang artinya ”Semoga Allah merahmati dan memberi keselamatan serta berkah kepada kita sekalian” atau ”Damai dan belas kasih Allah serta berkah-Nya, kiranya menyertaimu”. Umat Yahudi dan umat Kristen mempunyai "shalom aleichem", artinya "Semoga damai menyertaimu". Umat Hindu mempunyai salam "Om Swastiastu” yang artinya: “Semoga Tuhan memberkatimu” atau “Om Şanti Şanti Şanti, Om”, artinya: “Semoga damai dimana-mana”. Umat Katolik di Jawa (Tengah) juga mempunyai sapaan khas "Berkah Dalem" yang berarti "Semoga Tuhan memberkatimu". Semua uangkapan salam tersebut mempunyai makna yang positif, yakni doa dan harapan agar orang yang kita beri salam mengalami keadaan baik (diberkati dan disertai Tuhan, damai, sejehtera, selamat, dll).

Dalam Bahasa Kitab Suci, kata "salam" berasal dari kata Ibrani "shalom", yang berarti ""damai", "perdamaian" atau "ketenangan". Dalam bahasa Yunani, padanannya adalah kata "eirene" yang secara konseptual bermakna "suatu keadaan tenang" (misalnya tanpa huru-hara atau perang, keharmonisan antar individu, keamanan, keselamatan, kemakmuran). Jadi, maknanya sama, yakni doa dan harapan agar orang yang kita beri salam mengalami keadaan baik (damai, tenang, harmonis, selamat, makmur). Maka, kalau kita memberikan salam kepada orang lain itu sebenarnya kita mendoakan orang tersebut dan mengharapkan hal yang baik terjadi atasnya atau atas mereka.

Dalam terang bacaan Injil hari ini, salam yang kita sampaikan dengan tulus kepada orang lain menjadi tanda nyata hadirnya kedaraan Allah. Sebab, ketika Yesus mengutus para murid untuk mewartakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat, mereka pertama kali harus menyampaikan salam. Baru kalau salam tersebut diterima dengan baik, maka mereka melanjutkannya dengan menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan-setan. Bahkan, salam itu sendiri sebenarnya sudah merupakan daya yang mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan-setan. Misalnya, kita mengunjungi orang sakit lalu menyampaikan salam kepadanya, maka saudara kita yang sakit tersebut hatinya gembira sehingga mendapatkan tambahan kekuatan dan harapan untuk sembuh. Atau kita menyapa orang yang sedang mati semangatnya; sapaan kita itu bisa menjadi kekuatan yang membangkitkan kembali semangat dan gairah hidupnya. Demikian juga, sapaan atau salam mampu mengusir setan yang memecah belah dan memicu permusuhan. Sebaliknya, tidak mau memberi salam (=mendiamkan) itu berarti justru menyakiti orang lain (bayangkan betapa sakit hatinya kita ketika didiamkan), melemahkan dan mematikan semangat, dan mendatangkan setan kebencian atau permusuhan. Oleh karena itu, marilah kita hiasi hidup dan persabahatan kita dengan saling memberi dan menerima sapaan-sapaan salam yang tulus. Sebab, dengan cara itulah kita menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah kita.

Doa: Ya Tuhan, bukalah hati dan mulutku untuk saling berbagi salam, yakni doa dan harapan yang baik bagi siapa pun yang ada bersama kami. Amin. -agawpr-

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy