Jumat, 11 Juli 2014
Pw. St. Benediktus, Abas
Hos 14:2-10; Mzm 51:3-4.8-9.12-13.17; Mat 10:16-23
"Barangsiapa bertahan sampai kesudahannya, akan selamat."
Dalam perjumpaan dengan beberapa umat yang sudah sepuh, beberapa kali saya mendengar sharing mereka yang mengatakan betapa tidak mudahnya dulu ketika mereka ingin menjadi katolik. Mereka harus mengikuti pejalaran ketekumen minimal selama 1 tahun. Ketika sudah 1 tahun, ada juga yang oleh Romo Londo waktu itu, belum boleh dibaptis. Harus menambah 1 tahun lagi, bahkan ada yang lebih. Namun, mereka tetap dengan tekun menjalaninya. Kesetiaan mereka untuk rajin "wulangan" menjadi tanda nyata kengingin yang kuat untuk memeluk iman Kristiani, untuk mengikuti Kristus. Meskipun mereka seolah-olah "dipersulit" oleh Romo (mereka sendiri menyebut istilah itu), namun mereka tetap bertahan dan maju terus. Sekarang, mereka-mereka ini sungguh menjadi orang yang beriman mendalam dan tangguh. Sebagian besar menjadi tokoh umat di Paroki.
Beberapa umat yang lain juga memberi kesaksian betapa tidak mudahnya mereka hidup sebagai orang Katolik di tengah-tengah masyarakat. Ada yang karena Katolik, maka jabatannya seret untuk naik padahal prestasi dan kerjanya bagus. Tidak jarang ada yang difitnah, dijegal, dikucilkan, dll. Ada juga sekelompok umat lingkungan yang dilarang berkumpul untuk misa atau berdoa bersama; atau boleh melakukan tetapi tanpa nyanyian. Kita juga tahu ada beberapa paroki yang sampai sekarang dipersulit untuk membangun gereja sehingga harus berdoa dan merayakan Ekaristi beralaskan bumi dan beratapkan langin. Namun, kendati menghadapi banyak kesulitan, bahkan penganiayaan, mereka tetap bertahan dalam iman. Termasuk di sini adalah mereka yang tetap bertahan hidup sendiri sampai usia matang karena setiap kali ingin menikah harus meninggalkan imannya. Meskipun pernikahan itu baik dan penting, namun bagi mereka Kristus lebih utama. Apalah artinya menikah kalau toh malah menjadi jauh dengan Kristus.
Jauh sebelum mereka, yakni pada awal-awal perkembangan Gereja, banyak orang rela menjadi martir (Sebagian dari kisah-kisah mereka dapat dibaca, misalnya di http://seminarisantopetrusclaver.wordpress.com/tokoh/kisah-para-martir/). Mereka rela menderita dan dianiaya sampai mengorbankan nyawanya demi iman. Mereka mengikuti jejak Kristus yang rela menderita dan menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan semua orang yang percaya kepada-Nya.
Semoga, kesaksian mereka-mereka ini senantiasa menjadi inspirasi dan memberi kekuatan bagi kita dalam menghayati iman yang semakin mendalam dan tangguh. Dalam segala kesulitan, tantangan, bahkan penderitaan, jangan sampai iman kita goyah. Yah goyah sih masih wajar, tapi jangan sampai iman kita luntur, ucul dan hilang. "Barangsiapa bertahan sampai kesudahannya, akan selamat" (Mat 10:22b). "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini 1 tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita"(Rm 8:18).
Doa: Tuhan, berilah kekuatan kepada kami, terutama saudara-saudari kami yang sedang mengalami kesulitan, agar tetap bertahan dalam iman kepada-Mu, karena kami percaya hanya pada-Mulah pertolongan dan keselamatan kami. Amin. -agawpr-