Kamis, 25 September 2014
Hari Biasa Pekan XXV
Pkh. 1:2-11; Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17; Luk. 9:7-9.
"Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan iapun merasa cemas"
Orang
yang telah melakukan kejahatan, biasanya merasa cemas karena rasa
bersalah dalam hatinya. Tinggal bagaimana orang menyikapinya. Kalau rasa
cemas itu dibiarkan dan malah merasionalisasi kejahatan yang dilakukan
serta mencari pembenaran diri, maka rasa cemas itu akan terpendam, namun
tidak hilang. Setiap saat bisa muncul dan tidak akan membantu orang
tersebut untuk mengkoreksi dan memperbaiki diri menuju pada pertobatan.
Sebaliknya, bila rasa cemas itu disikapi secara positif, misalnya dengan
keberanian untuk mengakui kesalahan dan kejahatan yang telah dilakukan
lalu berusaha meminta maaf, kendati harus menanggung hukuman atau silih
sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu, maka rasa cemas akan
benar-benar hilang. Sebab, orang itu telah diperdamaikan, baik dengan
dirinya sendiri maupun dengan orang lain yang menjadi korban
kejahatannya. Kalau dikaitkan dengan Sakramen rekonsiliasi, kita imani
bahwa sakramen ini sungguh-sungguh memperdamaikan kita dengan Tuhan dan
sesama, apalagi kalau kita ikuti dengan permintaan maaf kepada sesama
dan usaha konkret untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi dosa,
kejahatan dan kesalahan. Herodes gagal melakukannya. Bagaimana dengan
kita? Dengan bantuan rahmat Allah, kita terus-menerus berusaha.
Doa:
Tuhan, bantulah kami untuk mengolah secara positif rasa cemas yang
seringkali kami alami manakala kami melakukan dosa dan kesalahan supaya
mendorong kami pada pertobatan yang berhasil. Amin. -agawpr-