Senin, 01 September 2014
Hari Biasa Pekan XXI
Hari Biasa Pekan XXI
1Kor. 2:1-5; Mzm. 119:97,98,99,100,101,102; Luk. 4:16-30
"Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan"
Setiap
orang hampir pasti punya kerinduan untuk pulang kampung. Paling tidak,
itu yang saya alami ketika berada jauh dari rumah. Ada rasa kangen, baik
dengan orangtua, saudara, maupun suasana hidup sehari-hari yang telah
sekian lama saya alami dan bagaimana pun telah membentuk saya. Ketika
peristiwa "kembali" itu terlaksana, suasana yang (diharapkan) terjadi
adalah perjumpaan yang hangat, banyak cerita dan canda tawa yang
menggembirakan. Juga hidangan kas ndesa yang telah sekian lama tidak
dijumpai. Yesus pun kiranya mengharapkan demikian. Ia kembali ke
Nazaret, tempat Ia dibesarkan. Setelah dibaptis (Luk 3:21-22) dan
berpuasa di padang gurun (Luk 4:1-13) dan sebelum meneruskan karya-Nya,
Ia pulang kampung. Tentu bukan untuk pamer tetapi Ia ingin agar
orang-orang Nazaret menerima pengajaran-Nya dan mengalani
mukjizat-mukjizat-Nya sebelum orang-orang yang lain. Wajar kan, karena
Nazaret telah berjasa dalam membesarkan-Nya. Ia berharap agar
kedatangan-Nya mendapatkan sambutan hangat, bukan demi diri-Nya sendiri
tetapi demi keselamatan mereka. Sayang, harapan-Nya itu tidak terwujud.
Meski mereka sempat membenarkan dan mengagumi-Nya, namun sekaligus
mereka meragukan dan meremehkan-Nya (Luk 4:22). Bahkan, mereka
mengusir-Nya dan hendak melemparkan Dia dari tebing (Luk 4:29). Yesus
membandingkan sikap orang-orang Nazaret yang secara definitif
menolak-Nya ini dengan sikap janda di Sarfat (Luk 4:26) dan Naaman (Luk
4:27). Keduanya memang sempat ragu dan menolak nabi utusan Tuhan. Janda
Sarfat, mula-mula menolak permintaan Elia namun akhirnya percaya dan
memenuhi permintaannya sehingga mengalami mukjizat (1Raj 17:8-24).
Demikian pula Naaman, semula menolak permintaan Elisa namun akhirnya
percaya dan melaksanakan perkataannya sehingga sembuh dari penyakit
kustanya (2Raj 5:1-19a). Demikianlah proses beriman itu. Untuk menerima
dan percaya penuh kepada Tuhan, tidak selalu sekali jadi. Kadang diawali
dengan keraguan, bahkan penolakan. Mungkin keraguan itu tidak muncul di
awal kehidupan beriman kita tetapi di tengah. Baiklah, hal itu kita
terima dan kita alami sebagai dinamika hidup beriman. Namun yang jelas,
jangan sampai kita menolak-Nya secara definitif, apalagi sampai mengusir
Tuhan dari kehidupan kita seperti yang dilakukan orang-orang Nazaret.
Dalam dinamika iman kita tersebut, Tuhan selalu setia mendampingi.
Setiap saat, Ia selalu datang dan kembali kepada kita, menunggu sampai
kita benar-benar mantap dan tidak pernah ragu lagi untuk percaya dan
menerima-Nya secara penuh, serta untuk mencintai-Nya dengan sepenuh
hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita.
Doa: Tuhan, berilah kami iman yang mampu untuk tetap percaya dan mencintai-Mu, kendati tidak terluput dari keraguan dan berbagai macam goncangan. Amin. -agawpr-
Doa: Tuhan, berilah kami iman yang mampu untuk tetap percaya dan mencintai-Mu, kendati tidak terluput dari keraguan dan berbagai macam goncangan. Amin. -agawpr-