Renungan Vigili Natal (24 Des) Mat 1:18-25
KEGIGIHAN SANTO YUSUF
KEGIGIHAN SANTO YUSUF
Tepat pada malam ini, kita hendak menantikan kelahiran Kristus yang
dahulu pernah hadir di tengah – tengah umat-Nya yang miskin dan penuh
dosa. Injil hari ini mengajak kita menilik sejenak sosok Santo Yusuf
(ada juga yang menyapanya dengan akrab sebagai Santo Yosef) yang
seringkali tidak mendapatkan perhatian khusus di kalangan umat. Refleksi
mendasar dari Bacaan Vigili Natal kali ini memberikan pengalaman akan
dua hal. Yang pertama, kegigihan Santo Yusuf ; dan yang kedua adalah
merayakan sukacita Natal yang sejati melalui Santo Yusuf. Pertama,
kegigihannya. Kegigihan Santo Yusuf tidak ditunjukkan dengan cara – cara
seperti masa kini (berotot kekar, handal bertarung), melainkan oleh
ketaatannya akan sapaan Roh Kudus. Santo Yusuf adalah orang yang “…tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam – diam” (Mat
1:19). Yusuf yang telah bertunangan dengan Santa Maria, pada dasarnya
masih dihantui oleh rasa takut yang mendalam, bukan pada peristiwa
kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, tetapi ia berpikir untuk melindungi
Maria, ia tidak mau mencemarkan nama Maria, yang pada zaman itu
perempuan merupakan kasta kelas dua, sehingga dapat menambah pilu dan
rasa sakit tersendiri apabila khalayak umum mengetahui bahwa seorang
perempuan hamil sebelum hari pernikahan mereka. Ia bermaksud melindungi
Maria. Ia dihantui dengan rasa takut, sehingga malaikat Tuhan dalam
mimpi menyampaikan pesan agar Santo Yusuf tidak “..takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat
1:20). Kita dapat membayangkan sosok seorang laki – laki yang tidak
tahu menahu bagaimana mungkin tunangannya dapat melahirkan, menikah pun
belum? Sebagai seorang pria, tentu Santo Yusuf memiliki suatu rasa takut
yang mendalam, ia tidak tahu menahu, tidak tahu harus berbuat apa, apa
yang harus dikatakannya kepada masyarakat disekitarnya. “Suasana Natal”
dalam bacaan tersebut justru begitu mencekam dan penuh dengan rasa
takut, jauh berbeda dengan Natal pada zaman kini yang didominiasi oleh
hadiah – hadiah Natal, sebuah pesta besar, gaun indah, dan pohon – pohon
Natal yang gemerlapan lampu warna – warni.
Kita dapat melihat bagaimana Santo Yusuf begitu percaya pada penyelenggaraan Allah (providentia Dei), ia begitu menyadari sosoknya sangat dibutuhkan bagi Maria dan anak yang dikandung Maria kelak, dengan ketaatan penuh akan kepercayaannya kepada penyelenggaraan Allah, ia menerima Maria. Santo Yusuf menerima sapaan Roh Kudus, dapat dikatakan ia adalah pria yang nekat, hampir tidak wajar ada seorang pria mau mengambil perempuan yang telah mengandung sebelum hari pernikahan sebagai isterinya. Kegigihannya terletak pada bagaimana ia dengan ketaatan penuh akan rencana Allah, kerendahan hatinyalah yang menunjukkan kegigihannya. Yang kedua, kita dapat belajar tentang nilai luhur sebuah sukacita Natal yang sejati. Zaman kini, makna Natal yang begitu penuh akan nilai – nilai rohani sebab yang kita rayakan adalah kelahiran Sang Kristus, merosot jauh, meleset kearah nilai – nilai duniawi ; dimana aspek rohani hanya dipikirkan saat “Misa Natal” dan setelahnya, semua berkumpul mengadakan suatu pesta besar, belanja besar – besaran, membeli pakaian baru yang indah, tak jarang pula beberapa individu merayakannya dengan cara yang tidak wajar, mabuk – mabukkan dan pesta pora. Natal yang akan dirasakan Santo Yusuf begitu mencekam, dihantui rasa yang diselimuti rasa takut yang amat dalam. Natal pada tahun ini pun jatuh tepat pada peristiwa – peristiwa bencana alam yang menimpa saudara – saudari kita. Apabila kita melihat kebelakang, masih mampukah hati kita merayakan sukacita Natal dengan cara yang tidak sehat? Natal adalah saat dimana Kristus hadir, mempersatukan kita semua, kita memaknainya secara rohani pula, berdoa bersama keluarga, jamuan makan sederhana, melakukan suatu karya amal bagi mereka yang membutuhkan, atau sedapatnya mendoakan mereka semua yang membutuhkan doa – doa kita. Semoga, kelahiran Kristus yang esok hari akan kita rayakan, melahirkan pula dalam hati kita iman, harapan, dan kasih untuk mewartakan sukacita sejati yang berasal dari Tuhan.
Kita dapat melihat bagaimana Santo Yusuf begitu percaya pada penyelenggaraan Allah (providentia Dei), ia begitu menyadari sosoknya sangat dibutuhkan bagi Maria dan anak yang dikandung Maria kelak, dengan ketaatan penuh akan kepercayaannya kepada penyelenggaraan Allah, ia menerima Maria. Santo Yusuf menerima sapaan Roh Kudus, dapat dikatakan ia adalah pria yang nekat, hampir tidak wajar ada seorang pria mau mengambil perempuan yang telah mengandung sebelum hari pernikahan sebagai isterinya. Kegigihannya terletak pada bagaimana ia dengan ketaatan penuh akan rencana Allah, kerendahan hatinyalah yang menunjukkan kegigihannya. Yang kedua, kita dapat belajar tentang nilai luhur sebuah sukacita Natal yang sejati. Zaman kini, makna Natal yang begitu penuh akan nilai – nilai rohani sebab yang kita rayakan adalah kelahiran Sang Kristus, merosot jauh, meleset kearah nilai – nilai duniawi ; dimana aspek rohani hanya dipikirkan saat “Misa Natal” dan setelahnya, semua berkumpul mengadakan suatu pesta besar, belanja besar – besaran, membeli pakaian baru yang indah, tak jarang pula beberapa individu merayakannya dengan cara yang tidak wajar, mabuk – mabukkan dan pesta pora. Natal yang akan dirasakan Santo Yusuf begitu mencekam, dihantui rasa yang diselimuti rasa takut yang amat dalam. Natal pada tahun ini pun jatuh tepat pada peristiwa – peristiwa bencana alam yang menimpa saudara – saudari kita. Apabila kita melihat kebelakang, masih mampukah hati kita merayakan sukacita Natal dengan cara yang tidak sehat? Natal adalah saat dimana Kristus hadir, mempersatukan kita semua, kita memaknainya secara rohani pula, berdoa bersama keluarga, jamuan makan sederhana, melakukan suatu karya amal bagi mereka yang membutuhkan, atau sedapatnya mendoakan mereka semua yang membutuhkan doa – doa kita. Semoga, kelahiran Kristus yang esok hari akan kita rayakan, melahirkan pula dalam hati kita iman, harapan, dan kasih untuk mewartakan sukacita sejati yang berasal dari Tuhan.
Deus Providebit