Senin, 29 Juni 2015
Hari Raya St. Petrus dan St. Paulus
Kis. 12:1-11; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9; 2Tim. 4:6-8,17-18; Mat. 16:13-19
Jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.
Beberapa waktu yang lalu, setidaknya pada tahun 2004 - 2006 dan 2009 -
2012, tanggal 29 Juni yang bertepatan dengan Hari Raya St. Petrus dan
Paulus, selalu dipilih sebagai hari untuk tahbisan imam diosesan
Keuskupan Agung Semarang (KAS). Selama kurun waktu tersebut, ada 27 imam
diosesan KAS yang ditahbiskan, termasuk saya ber-9 pada tahun 2010 yang
lalu. Untuk saya sendiri, hari ini berarti sudah atau baru genap 5
tahun menjadi imam. Sudah tidak lagi masuk kategori balita (bawah lima
tahun), namun juga masih "anak-anak". Tentu saja, juga belum banyak
pengalaman dan karya pelayanan, apalagi selama 2 tahun terakhir ini
tugas utama saya adalah belajar. Secara kualitas, hidup imamat saya juga
belum teruji betul. Kalau tantangan hidup berkeluarga pada zaman
sekarang ini cukup/sangat kompleks, sebagaimana direfleksikan dalam
sinode para uskup sedunia, rasanya tantangan hidup imamat juga semakin
kompleks. Kalau tidak hati-hati, bisa terjadi seperti yang dialami oleh
Petrus: "ditangkap, dibelenggu dan dipenjara" oleh nilai, budaya dan
tawaran-tawaran duniawi yang tidak sejalan bahkan bertenganan dengan
kesucian, kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Belenggu-belenggu itu bisa
berupa: kekayaan, kenikmatan, popularitas, kebebasan dalam arti
negatif, dll. Salah satu, kalau tidak mau mengatakan satu-satunya,
kekuatan terbesar untuk terbebas dari belenggu-belenggu tersebut adalah
doa. Inilah yang dialami Petrus. Karena jemaat dengan tekun mendoakannya
kepada Allah, maka Tuhan pun mengirimkan malaikat-Nya untuk melindungi
dan membebaskan Petrus dari penjagaan perajurit dan dari rantai yang
membelenggunya (bac I). Hal yang sama juga dialami oleh Paulus: karena
jemaat tekun mendoakannya (bdk.Kis 20,17-38), maka Tuhan pun selalu
mendampingi dan menguatkannya, melepaskannya dari mulut singa dan setiap
kejahatan, sampai akhirnya mencapai mencapai garis finish dengan tetap
memelihara iman (bac II). Oleh karena itu, pada kesempatan istimewa ini,
saya mengajak kita semua untuk dengan tekun mendoakan Bapa Paus, Bapa
Uskup dan kami para imam. Bapa Suci Fransiskus, setiap kali selesai
memberi audiensi hari Rabu dan memimpin doa Angelus setiap hari Minggu,
kepada seluruh umat yang hadir di Lapangan St. Petrus sebalu meminta,
"Jangan lupa berdoa untuk saya!" Demikian pula, doakanlah kami agar
seperti Paulus, dapat mencapai garis finish dengan tetap memelihara
imamat kami.
Doa untuk para Imam (Puji Syukur no. 184)
Bapa yang penuh kasih sayang, kami bersyukur atas imam-imam yang telah
Kau berikan untuk rnendampingi kami, umat-Mu. Engkau sendirilah yang
telah memilih dan memanggil mereka. Sudilah Engkau memberkati mereka
dalam semua karya pelayanan bagi umat-Mu. Jadikanlah mereka garam yang
dapat melindungi hidup kami dari kebusukan dan kehancuran. Jadikanlah
pula mereka terang, yang dengan perkataan dan perbuatan memacarkan
terang-Mu sendiri kepada orang-orang yang sedang diliput kegelapan.
Semoga karya mereka Kau karuniai hasil yang membahagiakan. Bapa yang
penuh kasih, sudilah melindungi para imam kami, khususnya ... (nama),
dari bahaya-bahaya yang mengelilingi mereka laksana singa yang
mengaum-ngaum mencari mangsa. Kuatkanlah mereka bila mengalami kesulitan
dalam panggilan. Dan bila ada imam-Mu yang ragu-ragu akan panggilannya,
sudilah Engkau datang meneguhkannya; bila ada yang mengalami kesulitan
berat, sudilah Engkau datang memberikan kekuatan. Janganlah Engkau
melupakan imam-imam-Mu yang, karena kelemahan manusiawinya, tidak setia
pada panggilannya; bimbinglah mereka kembali ke jalan yang telah Kau
pilih dan Kau tentukan bagi mereka. Kalau ada di antara mereka yang
memilih jalan lain, sudilah Engkau tetap memberkatinya, karena mereka
pun tetap anak-Mu. Semoga mereka tetap dapat hidup sebagai orang
beriman, dan bekerja giat di tengah jemaat-Mu. Semua ini kami mohon
dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. (Amin.) -agawpr-